33.

24.6K 1.3K 33
                                    

          Abbey mengusap tangan Arlington yang melingkari tubuhnya dengan posesif. Ia tersenyum ketika mengingat apa yang baru saja terjadi. Pria itu baru berhenti setelah Abbey mengancamnya untuk berhenti, meski begitu tangan Arlington tidak bisa diam dan selalu menggoda Abbey.

"Arlington hentikan, aku sangat lelah. Apa kamu tidak lelah?"

"Tidak, aku sangat bersemangat. Kenapa? Kamu ingin melakukannya lagi?"

"Mesum."

"Kamu gurunya." Sebelah tangan Arlington terulur, mengusap surai pirang Abbey dengan gerakkan lembut dan Abbey menyukainya. "Aku tidak akan memaksa."

"Apa masih sakit?" tanya Arlington tepat di sebelah telinga Abbey.

"Hm..." gumam Abbey dengan matanya yang mulai sayu. Ia sangat lelah dan tubuhnya seakan remuk dibuat Arlington.

Arlington hanya tersenyum sambil membelai rambut Abbey, membayangkan apa yang terjadi sebelumnya membuat Arlington harus dengan susah payah meredam gairanya sendiri.

Ia tidak bisa menahan senyumnya ketika mendapati fakta jika Arlington adalah yang pertama untuk Abbey dan Arlington akan memastikan jika ia akan menjadi pria terakhir untuk Abbey.

Abbey hampir tertidur karena perlakuan lembut Arlington tetapi ia harus dengan susah payah membekap mulutnya sendiri ketika merasakan gejolak dari perutnya, ia mual.

Abbey berusaha untuk tidak bersuara dan melepaskan tangan Arlington. Tetapi Arlington menahan lengannya ketika Abbey akan bangkit dari tidurnya. "Mau kemana?"

"Aku ingin ke kamar mandi," kata Abbey agar Arlington melepaskannya, ia menatap ke arah jam dan masih pukul tiga pagi. "Apa sangat sakit? Biar aku lihat." Arlington segera bangkit dari tidurnya.

"Tidak Arlington, kamu hanya akan membuatnya semakin sakit, lagi pula aku hanya ingin pipis," elak Abbey cepat. Ia hanya ingin Arlington melepaskannya karena Abbey sudah sangat mual sebelum ia muntah tepat di hadapan Arlington.

"Biar aku bantu."

"Tidak perlu," tolak Abbey mentah, ia dengan mandiri berjalan ke arah toilet sambil memegangi apa pun yang bisa menjadi pegangan untuk menopang tubuhnya, ia berjalan dengan sangat aneh.

Mendapati cara berjalan Abbey seperti kepiting membuat Arlington tertawa sangat kencang dan langsung menghampiri Abbey, tanpa aba-aba ia menggendong Abbey dan membawanya ke kamar mandi.

"Semua perempuan mengalami hal yang sama ketika pertama kali mereka melakukannya, kamu tidak perlu malu untuk mengatakannya kepadaku. Aku akan menunggu di luar, panggil aku ketika sudah selesai."

"Semua perempuan? Berapa banyak perempuan yang sudah kamu tiduri, Arlington?" Arlington tidak menjawab, ia mengecup kening Abbey sekilas, berusaha untuk tidak melihat ke arah tubuh Abbey yang tidak tertutupi sehelai benang pun dan meninggalkan perempuan itu di dalam kamar mandi.

Abbey tidak mengatakan apa pun dan dengan cepat mengunci pintu kamar mandinya lalu menyalakan shower agar Arlington tidak bisa mendengarnya.

Setelah puas mengeluarkan isi perutnya, Abbey membasuh wajahnya dan menatap ke arah cermin. Ia seperti melihat Abbey yang sama seperti dulu, Abbey yang selalu di bully. Ingatannya kembali terlempar pada beberapa hari yang lalu, di mana ia pingsan dan Luigene beserta James membawanya ke rumah sakit.

ReasonsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang