[COMPLETED] Tak pernah terlibat skandal bersama perempuan merupakan reputasi besar yang Arlington pegang hingga sekarang. Kehidupannya yang tampak sempurna sukses membuat Abbey rela menyerahkan diri secara sukarela kepadanya.
Arlington pun berhasil...
Setelah apa yang terjadi semalam, Abbey langsung masuk ke dalam kamar anaknya dan menguncinya. Ia juga meminta Sonam untuk membersihkan kekacauan yang ia buat dan tidak memberitahu Arlington.
Abbey tidak yakin sudah berapa lama ia tertidur tetapi ia terbangun dengan mata yang sembab dan perutnya terasa keram, setelah selama semalaman menangisi apa yang ia lihat.
Sangat menyebalkan karena Abbey tidak bisa marah atau mengutuk Arlington. Rasanya ia ingin menemui Arlington dan meminta penjelasan pria itu tetapi hatinya tidak siap dan lebih memilih untuk mengurung diri di dalam kamar yang sudah ia persiapkan untuk anaknya.
Semalam Abbey mendengar sedikit percakapan Sonam dan Arlington ketika pria itu pulang. Arlington juga beberapa kali mengetuk pintu dan menyuruh Abbey untuk keluar tetapi Abbey menolak. Beruntung ia sudah membawa kunci utama serta kunci cadangan bersamanya.
Sekarang sudah pukul sebelas siang dan Abbey yakin Arlington sudah pergi bekerja setelah pria itu berpamitan dari pintu tadi selama kurang lebih setengah jam tadi.
Abbey memberanikan diri untuk turun karena perutnya terasa sakit, jika ia mendapati Arlington mungkin ia akan berbalik secepat mungkin untuk menghindar dari pria itu karena Abbey belum siap untuk menemuinya.
"Sonam aku lapar," kata Abbey serak sambil menuruni tangga. Ia hampir terjatuh karena lemas tetapi beruntung beberapa pelayan yang berada di sana dengan sigap menahan tubuhnya.
Keadaan Abbey tampak sedikit kacau membuat Sonam dengan cepat membantunya dan menyiapkan sarapan untuk perempuan itu. "Arlington terus bertanya apa yang terjadi kepadamu." Sebenarnya Sonam juga penasaran apa yang terjadi dengan Abbey tetapi ia merasa akan sangat lancang ditambah keadaan Abbey yang kacau.
"Tolong buatkan aku susu hangat, Sonam."
Sonam langsung mengangguk dan memberikan apa yang perempuan itu minta. Ketika Abbey meminumnya, perutnya bergejolak seolah menolak susu itu, membuatnya berlari ke wastafel dapur untuk memuntahkan susu itu lagi.
Sonam yang khawatir pun semakin panik karena melihat Abbey yang muntah, Sonam berusaha untuk membantu Abbey dengan memegang rambutnya dan menepuk pelan punggung perempuan itu tetapi Abbey justru menangis membuatnya semakin heran.
Karena usia Sonam yang sudah cukup tua, ia takut salah memahami Abbey. "Apa kamu sedang sakit?" tanya Sonam dengan hati-hati, mengusap bahu Abbey.
"Terasa sangat sakit," Abbey memukuli dadanya sendiri yang terasa sakit setiap kali ia mengingat apa yang ia temukan kemarin. "Sangat sakit, Sonam..."
"Kamu perlu aku menghubungi Arlington atau dokter?"
Abbey menggeleng cepat berusaha menelan kembali tangisnya. "Aku ingin beristirahat di kamar, jika Arlington nanti pulang katakan padanya aku sedang tidur. Tolong jangan menggangguku."
Begitulah pesan Abbey sebelum ia kembali masuk ke dalam kamar anaknya dan menguncinya. Perempuan itu tidak keluar dari kamarnya hingga hari hampir malam dan Arlington pulang lebih awal.
Kemarin ada kebocoran data yang serius di perusahaannya sehingga ia harus mengurusnya sampai tengah malam. Lalu tadi pagi ia tidak memiliki waktu untuk membujuk Abbey karena kembali ada kebocoran data, kali ini data keuangan yang seharusnya tidak terjadi tanpa keteledoran atau kesengajaan orang dalam.
Tetapi Arlington lebih mencemaskan Abbey dan memutuskan untuk pulang lebih awal serta membawa pulang semua pekerjaannya.
"Dimana Abbey?"
"Dia bilang dia akan beristirahat," kata Sonam dengan hati-hati. Meski Sonam sudah merawat Arlington dari kecil, tetap saja sekarang pria itu adalah atasannya.
"Apa dia sudah makan?"
"Ha-hanya sarapan, dia tidak keluar dari siang."
"Bawakan makanan, aku akan membujuknya untuk keluar." Arlington segera pergi mencari Starry sebelum menghampiri Abbey.
Arlington mengetuk pintu di depannya, meski ia yakin Abbey tidak akan membukakan pintunya. Sebenarnya Arlington tidak tau apa yang terjadi dengan Abbey, apa perempuan itu marah karena ia pulang larut malam?
"Abbey, kamu bisa membuka pintunya? Let's talk," bujuk Arlington berusaha untuk tetap tenang.
Tak mendapat jawaban dari Abbey membuat Arlington memikirkan cara lain. "Aku tau kamu bisa mendengar aku, Abbey? Kalau kamu tidak mau keluar maka hari ini aku akan tidur di sini sampai kamu keluar."
"..."
"Setidaknya kamu harus makan, kamu belum makan dari siang."
Okay, Abbey memaksanya untuk melakukan ini. "Maafkan aku Starry tapi mommy-mu sangat keras kepala, aku akan menjual namamu."
"Abbey, Starry meninggal, aku tidak sengaja mencekiknya," kata Arlington sambil mengelus kepala Starry yang ada di dalam gendongannya.
Tak diduga cara itu justru berhasil, terbukti ia bisa mendengar suara pintu yang dibuka dengan sedikit tergesa. Lihatlah istrinya lebih menyayangi Starry dari pada dirinya.
Arlington langsung bisa melihat wajah Abbey yang pucat dan berantakan, serta tatapan yang sulit dijelaskan ketika pintu di depannya terbuka.
Hal itu membuat Arlington mematung—mencerna apa yang terjadi dengan istrinya. Nafasnya seakan tercekat dan lehernya terasa tercekik untuk sekedar bertanya, terlebih ketika ia melihat air mata menetes dari mata istrinya.
"A-apa—"
Plakk
Satu tamparan mulus mendarat di wajah Arlington. Abbey menamparnya dengan kuat lalu menarik Starry yang ada di dalam gendongan Arlington, semua terjadi dengan cepat. Begitu cepat hingga Arlington tidak mengerti.
"Kenapa kamu berbohong?" lirih Abbey.
Jangan tanya seberapa bodoh ekspresi Arlington sekarang. Apa Abbey menamparnya karena ia sudah berbohong tentang ia mencekik Starry?
"Kenapa kamu membohongiku Arlington!"
Oh God.
Abbey bersumpah ia sudah berusaha terlihat kuat tetapi tidak bisa, Abbey benci ketika ia menjadi perempuan yang lemah seperti ini dan menangis di depan Arlington.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
ABBEY
💌 : Be sure to leave dozens of stars on the vote column