52.

19.8K 1.1K 29
                                    

"Ed... Edward?" lidahnya terasa keluh kala melihat sosok yang berdiri di sudut kamarnya—menatapnya begitu intens. Ia harap kali ini penglihatannya salah.

Ketakutan jelas tercetak di wajahnya begitu sosok itu bergerak maju tak menghiraukan ucapannya barusan.

"Jangan... jangan mendekat..."

Shaleeya bersingkut mundur sembari menarik selimutnya—berusaha mencari benda yang bisa di lempar kepada pria itu.

"Aku mohon pergilah!"

"Anaraya, ini aku,"

"Pergi!" Shaleeya berteriak dengan nyalang mengusir pria yang semakin mendekatinya. Wajahnya mulai memucat sembari memegangi perutnya yang mulai terasa nyeri.

"Anaraya, maafkan aku,"

"Jangan panggil aku Anaraya!"

Edward selalu memanggilnya Anaraya, Anaraya-ku. Bahkan ketika terakhir kali Edward memukulnya dengan tangan kosong dan suara yang lantang memanggilnya Anaraya. Pria itu melakukannya dengan sadar—saat itu perempuan yang ia pukul adalah Anaraya-nya.

"I want you back."

"Pergi..."

Langkah pria itu terhenti, memandangi wanitanya yang sudah berada di ujung ranjang. Ia tidak ingin menyakiti perempuan itu.

"Please just leave me alone..."

Tatapannya beralih memperhatikan perut tersebut, entah sudah berapa usia kehidupan yang ada di dalam perut wanitanya, tetapi ia yakin itu adalah bukti cinta mereka.

Setelah lama tidak melihat wajah yang ia cintai, ia hanya bisa melihat ketakutan di wajah perempuan itu, bukan senyum hangat yang dulu selalu ada. Tak tau jika ia sudah menyakiti perempuannya begitu dalam.

"Pergi! Pergi! Aku bilang pergi!" Shaleeya mulai berteriak menangis histeris, tak memedulikan perutnya yang semakin sakit. Hanya ada rasa takut dan rasa sakit setiap kali ia melihat wajah itu.

Shaleeya ingin melemparkan bantal ke arah pria itu tetapi pandangannya justru menggelap, membuatnya hilang kesadaran.

Shaleeya ingin melemparkan bantal ke arah pria itu tetapi pandangannya justru menggelap, membuatnya hilang kesadaran

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Apa yang terjadi?" tanya Luigene kepada Erdem, ia langsung bergegas ketika mendapat panggilan dari Erdem. Pria itu membawanya ke sebuah rumah yang berada dekat dengan mansion Arlington.

"Maaf harus mengganggumu, tapi kami tidak bisa menghubungi Arlington. Sejak pagi Shaleeya menangis histeris dan tampak ketakutan, dia menolak untuk makan dan melarang kami untuk masuk ke dalam kamar, termasuk Sonam."

"Shaleeya?" mata Luigene melebar, terkejut bukan main berharap ia salah mendengar nama yang Erdem sebutkan barusan. Tapi anggukan mantap pria itu membuatnya yakin jika ia tidak salah mendengar.

ReasonsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang