66.

23.1K 1.3K 90
                                    

Atas arahan yang diberikan oleh Erdem, ia tiba di salah satu apartemen milik teman Arlington. Luigene yakin jika ia pernah kemari tetapi ia melupakannya.

"Erdem dimana Arlington?" Pria tua dengan wajah yang datar dan selalu memakai pakaian formal di mana pun ia berada menatap Luigene dengan sama datarnya, tidak berubah sedikit pun, seolah ia memang dilatih untuk menjadi seperti itu.

"Dia masih di dalam bersama teman-temannya. Dia menyuruhku untuk menunggu di sini sampai dia keluar."

Baiklah, Luigene bukan Erdem yang akan selalu mematuhi perintah Arlington, karena Luigene selalu membangkang dan menentang pria itu. Ketika ia berhasil menerobos masuk, penciumannya langsung menangkap bau alkohol yang sangat menyengat, menusuk hidungnya.

Ia tidak menghiraukannya, karena memang itu bukan tujuannya sekarang.

"Arlington..." panggil Luigene, menghidupkan lampunya. Well, kondisi apartemen itu seperti mereka sedang mengadakan pesta lajang. Kekacauan di mana-mana.

"Luigene, kau di sini? Kau tidak bersama istriku?" Sayup-sayup Arlington masih bisa melihat kehadiran Luigene yang berdiri tepat di hadapannya.

"Arlington maafkan aku, tapi sebaiknya kita pulang dan membicarakannya di rumah, Abbey sudah menunggumu," ajak Luigene tetapi Arlington langsung menolaknya. "Oh tidak, tidak, dia menunggumu, dia tidak peduli kepadaku."

"You should join with us?" celutuk salah satu teman Arlington yang sudah terbaring di lantai. Untuk berdiri ke kamar mandi saja pria itu sudah tidak mampu, tapi dengan berani justru menawari Luigene untuk bergabung.

"Arlington kita pulang sekarang."

"Aku tidak mau."

"Ya kau mau."

"Tidak." Tawa Arlington menggema, bukan tawa penuh kesenangan melainkan tawa mengejek, mengejek dirinya sendiri. "Aku sangat menyukai bibir Abbey tapi kau malah menciumnya."

"Arlington, aku bilang kita akan membahas ini di rumah bersama Abbey dan aku minta maaf. Apa kau sudah minum terlalu banyak hingga kau mabuk?"

Astaga Luigene terlalu terburu-buru sehingga tidak menyadari fakta bahwa Arlington sudah mabuk.

"No! Aku tidak mabuk, Abbey benci alkohol."

Tentu, tidak ada orang gila yang mengaku jika dirinya gila, begitu juga dengan orang mabuk.

"Kau mabuk brengsek."

"Aku brengsek, tapi kau lebih brengsek Luigene! Ambil semua yang kau inginkan, aku akan memberikannya tapi tidak dengan istriku, sampai kapan pun aku bersumpah tidak akan melepaskannya!"

Luigene paham jika Arlington sedang marah dan mabuk oleh sebabnya, ia tak menghiraukan Arlington, meski apa yang pria itu katakan mungkin sebuah kejujuran karena Arlington sedang berada di bawah pengaruh alkohol. "Kau ingin hartaku? Ambil! Aku akan memberikannya, memberikan semuanya!"

"Aku tidak memiliki pilihan lain, kau memaksaku untuk melakukan ini." Tanpa aba-aba Luigene langsung melayangkan satu pukulan keras tepat di wajah Arlington, cukup keras hingga membuat pria itu pingsan. Setidaknya Luigene tidak memukul Arlington hingga wajah pria itu berdarah seperti wajahnya.

Dengan cekatan Luigene langsung menarik tubuh Arlington dan membawanya keluar, taak menghiraukan teman-teman Arlington yang dalam keadaan setengah sadar.

"Erdem kita pulang sekarang. Arlington akan pulang bersamaku, kau ikuti aku dari belakang." Erdem cukup terkejut ketika melihat Luigene yang memapah Arlington keluar, tetapi dengan cepat Luigene kembali meyakinkannya. "Jangan khawatir dia hanya mabuk ringan."

ReasonsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang