"Hiperglikemia?"
"Iya. Kadar gula darah kamu terlalu tinggi, Mei. Dan dosis insulin kamu kurang."
Ya, Fairel datang ke rumah Meisya dan sedang memeriksa keadaan Meisya saat ini. Tadi, saat pulang dari kampus, Meisya langsung pulang ke rumah dan langsung menghubungi Fairel untuk memeriksanya. Tubuhnya masih sangat lemas. Karenanyalah ia tidak langsung datang ke rumah sakit.
"Kenapa bisa gitu, Dok?"
"Bisa terjadi karena makanan yang kamu makan mengandung karbohidrat yang berlebih. Bisa juga, karena kamu sednag stres dan banyak pikiran."
"Gitu, ya, Dok?"
"Iya. Kamu kenapa? Lagi banyak pikiran?"
"Gimana nggak banyak pikiran, orang Aisya masih belum baik-baik aja di sana." Ucap Meisya sembari menunduk
Fairel menghela nafas mendengarnya. "Jujur aja, saya juga khawatir sama keadaan Aisya di sana. Tapi, saya lebih khawatir sama keadaan kamu di sini,"
Mendengarnya, Meisya menoleh ke arah Fairel. "Kenapa begitu?"
"Entah. Saya merasa, di sana Aisya sudah mendapat penanganan yang terbaik. Kita tinggal sambung doa aja di sini. Sementara kamu, kamu sendirian di sini, Mei. Pola makan dan kegiatan kamu harus bener-bener dikontrol. Itu yang kadang membuat saya khawatir."
Meisya tersenyum tipis mendengarnya. Dokter Fairel memang orang yang sangat peduli. "Dokter tenang aja. Dokter kan udah banyak ngajarin saya. In Syaa Allah saya bisa mengontrol semuanya."
"Iya, saya harap juga begitu. Melihat kamu komplikasi seperti tadi, membuat saya kaget."
"Kenapa?"
"Kamu sendirian di rumah, Mei. Kamu pasti kesusahan waktu menghubungi saya. Untungnya saya cepat datang. Saya nggak mau kamu kenapa-kenapa,"
Meisya tersenyum mendengarnya. Hatinya terasa menghangat. "Saya seneng, dokter udah sepeduli itu sama saya. Sejauh ini, Dokter Fairel sudah memberi penanganan yang terbaik untuk saya. Yang terpenting, sekarang udah tertangani, Dok."
"Sejauh ini, sudah berapa kali kamu mengalami komplikasi?"
"Nggak terlalu sering juga. Cuma, beberapa kali memang pernah. Tapi nggak separah tadi, Dok."
Mendengarnya, Fairel menghela nafas. "Kamu di sini sendirian, Mei. Kalau ada apa-apa siapa yang mau kasih pertolongan pertama,"
Meisya tersenyum singkat. "In Syaa Allah semuanya baik-baik aja, Dok. Kalau saya ngerasa gak enak sama badan saya, nanti saya hubungi Dokter Fairel."
"Saya mau-mau aja selalu dateng untuk lihat kondisi kamu. Tapi, saya juga nggak akan bisa datang secepat itu, Mei."
"Dokter tenang aja. Saya nggak akan nunggu parah kok. Kalau saya udah ngerasa ada yang aneh atau nggak enak sama badan saya, pasti saya langsung kasih tau dokter."
"Em, sejauh ini, apa hanya kamu dan saya aja yang udah tau tentang kamu? Maksud saya, apa ada orang lain yang udah tau juga?"
Meisya terdiam sejenak. Lalu menyandarkan tubuhnya di sofa. "Ada, Dok."
"Oh, ya? Siapa?"
"Temen saya. Sama salah satu dosen saya juga."
"Kamu cerita sama mereka?"
"Enggak. Mereka tau sendiri, Dok."
"Gimana caranya mereka bisa tau sendiri?"
"Ya mereka taunya pas saya pingsan tadi. Mereka nemuin glucometer sama suntik insulin saya di tas. Kayaknya mereka mau ambil minyak angin, tapi malah nemuin alat-alat medis saya."
![](https://img.wattpad.com/cover/189512600-288-k753227.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Separuh Imanku
SpiritualSequel "Sepertiga Malam Tentangnya" Baca dulu 👉🏼 "Sepertiga Malam Tentangnya" Ana uhibbuka fillah. Aku mencintaimu, karena kecintaanmu pada Allah. Kehidupan rumah tangga memang tak ada yang berjalan mulus. Pasti ada lika-liku yang mengiringi. Prob...