Pria itu berlari tergesa-gesa. Pekerjaan telah ditinggalkannya karena kabar dari rumah. Setelah izin pada atasan, ia bergegas menuju rumah sakit. Dengan kecepatan yang tidak terlau tinggi, bibirnya terus menyeru nama Allah agar humairahnya baik-baik saja.
"Astaghfirullah,"
Macet. Masih harus terjebak dalam kemacetan. Ia sudah tidak tahu lagi bagaimana jalan agar cepat sampai di rumah sakit. Ingin meninggalkan mobilnya pun rasanya tak mungkin.
Drrtt... drrtt...
"Hallo, assalamualaikum,"
"...."
"Masih di jalan umi, ini macet banget,"
"...."
"Iya, sabar dulu. Insya Allah Azzam tetep hati-hati kok."
"...."
"Keisya gimana?"
"...."
"Bilangin ya mi, jangan nangis. Bentar lagi Azzam nyampe sana."
"...."
"Iya makasih mi,"
"...."
"Waalaikumussalam."
Frustasi. Pada saat keadaan genting ia malah terjebak pada kemacetan yang sama sekali tidak penting. Berkali-kali membunyikan klakson mobil, akhirnya jalanan mulai melenggang. Dan Azzam pun dapat secepat mungkin menuju ke rumah sakit.
Semerbak bau obat menyeruak menusuk hidung. Gedung putih tempat orang-orang berobat itu nampak ramai. Azzam bergegas menuju UGD. Di sana ia bertemu dengan abi dan ayahnya.
"Assalamualaikum,"
"Waalaikumussalam, lama sekali Zam." Ucap Abi Rasyid.
"Maaf bi, jalanan macet. Keisya dimana?"
"Di dalem,"
"Aku masuk ya,"
"Iya."
Azzam pun masuk pada ruangan intensif itu. Dilihatnya seorang Keisya, yang sedang terbaring sambil menangis memegang tangan sang bunda. Di sisi ranjang, Umi Zahrah terus mengelus kepalanya.
"Assalamualaikum,"
Semua orang menoleh, "waalaikumussalam."
"Kak Azzam,"
"Keisya,"
Azzam menggenggam tangan Savierra begitu erat. Menyalurkan semua kasih sayang. Tak sedikit pula Azzam mengecup lembut kening Savierra.
"Sakit ya?" Ucap Azzam.
"Iya," Ucap Keisya seraya kembali menangis.
"Kamu pasti kuat ya, sabar. Aku di sini kok, sama kamu." Ucap Azzam seraya memeluk Savierra.
"Hiks.. Kak Azzam, sakit." Beberapa kali Savierra memejamkan mata. Menggenggam erat tangan Azzam yang berada di sampingnya.
"Umi, ini masih lama kah?" Tanya Azzam pada uminya.
"Terakhir kali dokternya nge cek, katanya masih bukaan 5 Zam."
"Itu tandanya masih lama mi?"
"Lumayan,"
"Nggak bisa dipercepat aja?"
"Ya nggak bisa Zam. Aneh-aneh aja kamu ini."
"Keisya kesakitan mi, kasian."
"Ya emang gitu kodratnya wanita."
Azzam membuang nafas kasar. Jujur ia tak sanggup melihat malaikatnya lemah dalam kesakitan. Ia terus menyemangati Savierra.

KAMU SEDANG MEMBACA
Separuh Imanku
EspiritualSequel "Sepertiga Malam Tentangnya" Baca dulu 👉🏼 "Sepertiga Malam Tentangnya" Ana uhibbuka fillah. Aku mencintaimu, karena kecintaanmu pada Allah. Kehidupan rumah tangga memang tak ada yang berjalan mulus. Pasti ada lika-liku yang mengiringi. Prob...