Pagi ini, suasana nampak sangat mendung. Beberapa awan hitam sudah menggumpal memenuhi langit pagi. Nampaknya, sebentar lagi hujan akan turun.
Di balik jendela kamar, sang gadis nampak sedang termenung sendirian. Hari ini, ia sedang malas pergi ke kampus. Pasalnya, hari ini tidak ada jam di kelasnya. Semua dosen yang mengisi kelasnya hari ini sedang tidak bisa hadir. Alhasil, ia diam di rumah. Selain itu, ia sendiri sedang tidak enak badan. Mungkin, ada sesuatu yang mengganggu gula darahnya.
Ya, Meisya Syahzeeqava. Gadis yang sedang dipeluk oleh kesendirian, dengan segala rasa sakit yang selama ini menghujamnya. Namun semua rasa sakitnya berhasil tertutupi oleh senyum. Ia menunjukkan seolah ia baik-baik saja. Padahal, ia menyimpan banyak luka.
Meisya menatap nanar glucometer yang terletak tak jauh dari tempatnya duduk. Ia berpikir, harus seberapa banyak lagi jarinya ditusuk-tusuk oleh jarum nan tajam itu. Hingga darahnya harus keluar dan menimbulkan rasa sakit yang tidak sebentar.
Lantas pandangannya beralih ke jari-jarinya. Sudah jalan beberapa bulan setelah ia divonis mengidap penyakit diabetes tipe 1, namun tetap saja kebenaran pahit itu sulit untuk diterima. Bahkan di setiap harinya, Meisya jarang mendapati suhu tubuhnya yang normal. Badannya selalu hangat, terkadang hingga demam. Sebegitu lemasnya, hingga ia lelah dengan semuanya.
Di jemarinya, terdapat banyak sekali bekas tusukan jarum. Hingga menyebabkan jari-jarinya memerah. Tak jarang juga masih banyak yang terasa nyeri. Namun, dengan semampunya, Meisya menahan semua rasa sakit itu. Ia ingin sembuh tentu saja. Namun, kesembuhannya tidak bisa diraih dengan cara yang mudah. Banyak perjuangan berat di baliknya.
Selain di jemarinya, terdapat banyak juga bekas suntikan insulin di bagian perutnya, atau di bagian yang lainnya. Begitu menyakitkan. Namun jika tidak begitu, lantas bagaimana? Semuanya memang harus dijalani dengan sabar, tabah, dan ikhlas.
Meisya menghela nafasnya. Sebelum akhirnya, ia berdiri dari duduknya dan mengambil glucometer yang terletak di atas nakas, di samping tempat tidurnya. Meisya berniat mengecek gula darahnya pagi ini. Sebenarnya, ia sudah bisa menebak bahwa gula darahnya sedang rendah. Sebab tubuhnya sedang lemas, dan ia belum memakan makanan apapun sejak ia bangun dari tidur.
Dan setelah jarum tajam itu menembus kulit jarinya, lantas ia meletakkan sampel darahnya di atas glucometer miliknya. Ternyata memang benar, gula darahnya sedang rendah. Sering kali Meisya mengalami hal yang sama seperti apa yang dialaminya pagi ini. Terkadang jika ia lelah, ia sering kali tidak memperdulikan gula darahnya. Jika sudah rendah seperti ini, barulah ia mencari cara supaya gula darahnya kembali normal.
"Hah, sarapan apa ya pagi ini,"
"Mana rendah banget lagi gula darahnya,"
"Ya ampun, pusing banget,"
Meisya mencoba berjalan perlahan-lahan menuju ke tempat tidurnya. Lantas ia kembali meletakkan glucometernya di atas nakas. Kemudian Meisya mengambil handphonenya. Terdapat satu pesan masuk di sana. Melihat nama yang tertera di layar ponselnya, Meisya tersenyum tipis.
Natasha
Mei, pagi ini gue ke rumah lo, ya? Lo di rumah, kan?
Rupanya Natasha yang mengirimkan pesan padanya. Natasha memang kerap kali berkunjung ke rumah Meisya. Entah untuk menginap selama beberapa hari, atau untuk sekedar menemani Meisya sebentar.
Setelah membaca pesan dari Natasha, Meisya pun segera mengetikkan pesan balasan. Jadilah mereka saling berbalas pesan.
Meisya Syahzeeqava
KAMU SEDANG MEMBACA
Separuh Imanku
SpiritualSequel "Sepertiga Malam Tentangnya" Baca dulu 👉🏼 "Sepertiga Malam Tentangnya" Ana uhibbuka fillah. Aku mencintaimu, karena kecintaanmu pada Allah. Kehidupan rumah tangga memang tak ada yang berjalan mulus. Pasti ada lika-liku yang mengiringi. Prob...