DEAR, AISYA

209 26 0
                                    

Hati mana yang tidak terpaku saat pertama kali mendapati keberadaannya? Rasanya tidak ada. Sebab Allah begitu baik menciptakannya dengan segala kelembutannya.

• Meisya Syahzeeqava •

¤¤¤¤

Jalanan cukup ramai sore ini. Sebab sore hari adalah waktu dimana banyak orang memakai jalan raya karena pulang kerja. Kini, Meisya sedang dalam perjalanan menuju rumah sakit untuk menjemput Aisya dan mamanya.

Sepanjang perjalanan, Meisya tersenyum. Ia mengingat saat-saat dimana ia berbincang dengan dosennya tadi. Ya, dengan Azzam. Sejujurnya Meisya masih bingung mengapa Azzam menanyakan soal Aisya sampai sedetail itu.

Tapi di samping itu, ada sedikit rasa senang di hati Meisya. Bukan, bukan karena Azzam bertanya soal Aisya. Memang Meisya senang akan hal itu. Tapi, bahagianya hari ini adalah karena hari ini, ia mengetahui mengapa Aisya bisa menjatuhkan rasa pada sosok Azzam.

Sosok Azzam yang ia kenal baik hati, lembut, sopan, dan peduli. Ya, Meisya pikir mungkin hal-hal itulah yang berhasil membuat Aisya jatuh hati pada sosok Azzam. Meisya yang selama ini hanya bisa mendengar cerita tentang Azzam dari Aisya, hari ini, ia bisa merasakan kepedulian Azzam secara langsung pada dirinya.

Sembari melihat langit sore yang menaungi jalanan yang ramai, Meisya tersenyum. Hatinya mendadak terasa hangat. Hari ini Meisya merasa dosennya yang baik hati itu bersikap peduli padanya. Entahlah, mungkin sosok Azzam memang peduli pada semua orang. Tapi lepas dari itu semua, Meisya merasa senang. Ada setitik bahagia atas sikap peduli itu.

"Aisy, sekarang gue tau kenapa lo bisa jatuh hati sama Pak Azzam."

"Perempuan mana yang nggak jatuh hati setelah tau sikap Pak Azzam? Atau setelah ketemu dan bicara sama Pak Azzam? Gue rasa nggak ada."

"Aisy, sekarang gue bisa bener-bener faham akan perasaan lo. Seakan-akan gue sedang merasakan hal yang sama."

Meisya bermonolog dalam hatinya. Ia menghela napasnya beberapa saat. Tak lama setelah itu, ia mendengar ponselnya berdering. Tertera nama Reyhan di sana. Meisya tersenyum tipis. Kemudian, ia mengangkat panggilan dari pacarnya itu.

"Hallo, Assalamualaikum."

"Waalaikumussalam, Mei."

"Ada apa, Rey?"

"Kamu lagi dimana? Udah pulang?"

"Ini lagi jalan pulang."

"Gimana? Udah bicara sama Pak Azzam?"

"Iya, udah."

"Pak Azzam kenapa tanya-tanya soal Aisya, Mei?"

"Aku juga nggak tau. Tapi, Pak Azzam tuh kayak lagi nyari tau sesuatu gitu, Rey."

"Oh, ya? Kenapa gitu?"

"Aku nggak tau. Sebelumnya belum ada orang yang tanya hal serius tentang Aisya kayak Pak Azzam tadi."

"Emang tadi Pak Azzam tanya-tanya apa? Soal sakitnya Aisya, kah?"

"Iya, Rey. Aku bingung deh kenapa Pak Azzam bisa tiba-tiba tanya soal itu."

"Jadi, Pak Azzam udah bener-bener tau soal Aisya?"

"Udah, sejak di rumah sakit waktu itu. Dokter nggak sengaja bilang kalau Aisya harus kemoterapi. Ya jadi Pak Azzam tau dan langsung tanya."

"Terus?"

"Ya akhirnya Aisya jujur waktu itu."

"Reaksi Pak Azzam gimana, Mei?"

Separuh ImankuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang