Langit sore hari ini begitu indah. Senja dengan cantiknya menaburkan rona merah dan jingga di atas sana. Sungguh memanjakan setiap mata yang memandangnya. Tak lama lagi, nampaknya matahari akan segera kembali ke tempat peristirahatannya.
"Lo yakin mau gue tinggal pulang? Nanti lo pulangnya gimana?"
Hari semakin petang, namun dua gadis ini masih berada di tempat yang sama. Ya, Meisya dan Natasha. Sekitar satu jam yang lalu, Azzam dan Hafidz sudah terlebih dahulu pulang. Sedangkan Meisya dan Natasha masih berada di Edzard Cafe ini.
"Iya. Nggak apa-apa. Nanti gue bisa pulang sendiri, Nat."
"Tapi, Mei, lo yakin mau sendirian di sini?"
"Gue nggak sendirian, Nat. Kan banyak orang-orang."
"Ya maksud gue, lo nggak ada yang nemenin."
"Udah, nggak apa-apa. Gue baik-baik aja kok."
"Lo pulang bareng gue aja, ya, Mei. Gue anterin sampai rumah lo. Gimana?"
"Makasih banyak, Nat. Tapi, gue masih pengen di sini. Lagian, bentar lagi udah mau maghrib loh. Lo harus pulang, sholat maghrib di rumah."
"Lah, lo sendiri gimana? Nggak sholat?"
"Gue lagi haidh. Ya gue nggak sholat. Makanya gue masih pengen di sini."
"Masa iya gue ninggalin lo di sini,"
"Gue udah gede kali, Nat. Gue udah biasa kemana-mana sendirian. Orang gue aja lagi tinggal sendirian sekarang. Hitung-hitung gue mau me time."
"Beneran? Tapi kan lo lagi sakit. Nanti kalau lo tiba-tiba lemes gara-gara gula darah lo turun gimana?"
"In Syaa Allah enggak, Nat. Gue baik-baik aja."
Natasha menghela nafasnya. Ternyata Meisya sulit untuk dibujuk juga. Padahal, Natasha benar-benar khawatir jika harus meninggalkan Meisya sendirian di cafe. Natasha tau apa yang sedang dialami Meisya. Terkadang, ia tidak tega. Namun, Meisya sendiri tipikal orang yang suka dikasihani. Gadis itu seringkali menunjukkan bahwa dirinya kuat. Meski sebenarnya, ia juga sedang rapuh karena luka.
"Lo tenang aja, Nat. Gue udah biasa di sini kok. Gue masih pengen di sini karena gue inget sama Aisya. Biasanya, gue selalu dateng ke sini bareng dia," Ucap Meisya kemudian.
Natasha yang tadinya berdiri hendak pulang malah duduk kembali. Ia menatap Meisya yang juga sedang menatapnya sembari tersenyum. Natasha memegang telapak tangan Meisya yang hangat.
"Lo jangan nutup-nutupin luka lo dari gue, Mei. Lo boleh kelihatan kuat di depan orang-orang. Tapi gue tau, kalau lo lagi menyimpan banyak luka."
"Gue beruntung banget punya sahabat kayak lo, Nat. Makasih banyak, ya. Dengan adanya lo, gue merasa ada Aisya juga."
"Gue kan udah pernah bilang, Mei, lo boleh anggep gue seperti Aisya selama Aisya nggak ada di sini. Kalau lo mau nangis, nangis aja sama gue."
"Makasih banyak, ya, Nat."
"Sama-sama. Gue tau, Mei, gue faham sama apa yang lo rasain sekarang. Kalau lo lagi rapuh, lo kasih tau gue. Gue siap untuk selalu ada buat lo."
"Iya, Nat."
"Jadi, sekarang lo beneran nggak apa-apa kalau gue tinggal?"
"Iya. Nanti gue bisa pesen ojek online buat pulang."
"Lo hati-hati, ya, Mei."
"Lo yang harusnya hati-hati. Kan lo yang mau balik duluan."
"Ya lo juga, nanti kalau lo mau balik juga."
![](https://img.wattpad.com/cover/189512600-288-k753227.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Separuh Imanku
SpiritueelSequel "Sepertiga Malam Tentangnya" Baca dulu 👉🏼 "Sepertiga Malam Tentangnya" Ana uhibbuka fillah. Aku mencintaimu, karena kecintaanmu pada Allah. Kehidupan rumah tangga memang tak ada yang berjalan mulus. Pasti ada lika-liku yang mengiringi. Prob...