Entahlah, atmosfir di sekitar terasa canggung seketika. Masing-masing dari mereka saling bungkam. Tidak ada yang berkenan memulai pembicaraan kembali. Semuanya larut dalam pikiran masing-masing.
Ya, masih berada di tempat yang sama, dengan suasana canggung yang mendominasi di antara mereka. Rasa ingin membuka pembicaraan itu ada. Namun mereka bingung ingin membuka pembicaraan dengan topik apa supaya suasana tidak kembali canggung.
"Eh, Mei, ibu mau bilang sesuatu, deh." Ucap Hafshah mengusir kecanggungan.
"Apa, bu?"
"Kamu main-main ke rumah ibu lagi dong. Ibu ada tanaman baru. Nanti kita menanam bareng lagi kayak waktu itu."
"Em, boleh aja, sih, bu. Udah lama juga nggak menanam."
"Nah. Kamu bisanya kapan? Kayaknya nunggu kamu bener-bener sehat dulu, deh."
"Aku udah baik-baik aja kok, bu."
"Hm, Fairel bilang kamu masih harus banyak istirahat."
Lantas, Meisya menatap Fairel sejenak. "Dokter, nih."
Mendengarnya, Fairel terkekeh pelan. Beruntungnya, suasana sudah tidak canggung seperti beberapa menit sebelumnya.
"Saya kenapa memangnya?" Tanya Fairel pada Meisya.
"Saya udah baik-baik aja, dok. Berapa hari lagi saya harus istirahat?"
"Ya sampai sembuh total, Mei."
"Tapi kan saya udah sembuh,"
"Belum."
"Udah, dokter. Orang udah baik-baik aja."
"Beberapa hari lagi, Mei. Minggu depan mungkin kamu udah jauh lebih baik."
Meisya mendengus sebal. "Huh, Dokter Fairel selalu nunda-nunda waktu saya buat beraktifitas. Padahal kan saya bosen diem-diem mulu."
"Ya kan demi kebaikan kamu. Nanti kalau kenapa-kenapa gimana? Saya lagi yang repot,"
Mendengarnya, Meisya membelalakkan matanya. "Oh, dokter nggak ikhlas, ya?"
"Ikhlas lillahi ta'ala saya mah,"
"Terus kenapa bilang begitu tadi?"
"Saya cuma minta kamu lebih banyak istirahat aja. Selain pemulihan setelah kecelakaan, kan kamu juga perlu jaga gula darah juga. Jangan sampai komplikasi. Udah, nurut aja."
Meisya memutar bola matanya malas. Yang dikatakan Fairel memang benar. Ia masih perlu banyak istirahat untuk memulihkan kembali badannya. Tapi di sisi lain ia juga bosan jika harus terus beristirahat dan diam di rumah sendirian. Apalagi, Azzam sendiri sebagai suaminya juga tidak bisa selalu berada bersamanya dan menemaninya.
Di sisi lain, Hafshah yang melihat perdebatan kecil antara Fairel dengan Meisya hanya bisa menatapnya dengan tatapan sendu. Seandainya saja, dulu Fairel mau untuk segera mengkhitbah Meisya, pastilah sekarang tidak akan ada jarak di antara mereka. Namun sayangnya, pada saat itu Fairel sendiri masih belum menetap dengan perasaannya. Ia masih bingung terhadap perasaannya sendiri. Hingga akhirnya ia harus kehilangan seseorang yang namanya telah mengisi hati.
"Mei, yang Fairel bilang itu bener, nak. Harusnya memang lebih banyak istirahat dulu." Ucap Hafshah sembari memegang telapak tangan Meisya.
"Ibu jadi ikut-ikutan dokter juga,"
"Ya iya. Anak ibu bener kok. Kan ibu juga nggak mau kamu kenapa-kenapa."
Meisya menghela nafasnya. "Ya udah iya."
![](https://img.wattpad.com/cover/189512600-288-k753227.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Separuh Imanku
SpiritualSequel "Sepertiga Malam Tentangnya" Baca dulu 👉🏼 "Sepertiga Malam Tentangnya" Ana uhibbuka fillah. Aku mencintaimu, karena kecintaanmu pada Allah. Kehidupan rumah tangga memang tak ada yang berjalan mulus. Pasti ada lika-liku yang mengiringi. Prob...