REMUK REDAM

169 22 1
                                    

Lagi dan lagi, rumah sakitlah yang menjadi tempatnya saat ini. Kabar berita sudah menyebar dimana-mana. Ada banyak hati yang mencelos iba sebab peristiwa yang tak pernah disangka tiba-tiba terjadi begitu saja.

Di gedung tempat orang berobat itu, matanya masih setia terpejam tanpa terbuka sedikitpun. Di lengannya terdapat banyak sayatan luka. Di kepalanya terdapat perban yang menutupi luka akibat benturan keras. Banyak orang-orang yang berada di sekitarnya dan menanti dirinya membuka mata. Namun, raganya masih saja tak bergerak dan matanya tetap terpejam sempurna.

"Mei, kapan lo sadar,"

Seseorang menggenggan tangannya yang terkulai lemas. Benar-benar tidak ada tenaganya.

"Nat, sabar. Mungkin memang belum pulih dia."

"Rey, lo nggak khawatir apa lihat Meisya begini? Dari tadi dia nggak sadar-sadar loh."

"Gue khawatir lah. Lo pakai nanya lagi,"

"Ya ampun, Mei, lo kapan sadarnya,"

"Gue juga mikir, gimana reaksi Meisya kalau dia tau semuanya pas dia sadar nanti. Pasti lebih sakit rasanya dari luka-luka dia sekarang."

Natasha memejamkan matanya dengan masih menggenggam tangan Meisya. "Meisya pasti sedih banget kalau dia tau nanti."

"Tapi kita harus tetep kasih tau."

"Gue harap Meisya nggak sampai melakukan hal yang nggak seharusnya dia lakuin."

"Gue harap juga sama. Setelah ini, lo selalu temenin dia, ya, Nat. Gue nggak tega lihat dia sendirian."

"Iya. Lo tenang aja."

"Di sini, nggak ada saudaranya yang deket gitu?"

Natasha nampak berpikir sebelum menjawab pertanyaan Reyhan. "Meisya pernah bilang, kalau saudara-saudara dia memang jauh semua. Makanya dia kalau mudik selalu jauh. Orang saudaranya di luar pulau tinggalnya."

"Nenek atau kakek dari orang tuanya?"

"Udah pada nggak ada, Rey."

"Ya Allah, nanti dia sama siapa," Lirih Reyhan.

"Ada gue. Gue akan selalu nemenin Meisya."

"Gue minta tolong jagain Meisya, ya, Nat." Ucap Reyhan sembari menatap Meisya penuh arti.

Seperti halnya Reyhan, Natasha juga menatap Meisya begitu dalam. "Lo masih cinta, ya, sama dia?"

Reyhan menghela nafasnya. "Perasaan yang udah jatuh dalam nggak semudah itu bisa hilang begitu aja, Nat. Gue masih berusaha lepas dari dia,"

"Itu berarti lo masih ada rasa sama sahabat gue ini,"

"I-iya. Gue memang masih sayang sama dia. Tapi gue hargai keputusan dia. Gue juga sadar, yang dia ambil buat gue dan dia adalah memang jalan yang terbaik."

"Kenapa lo nggak memperjuangkan Meisya aja, Rey? Biar lo bisa jaga dia sepenuhnya. Itu kan yang lo mau?"

Reyhan terdiam. Tidak mampu menjawab ucapan Natasha. Ia menatap Meisya begitu dalam. Ada banyak luka di balik matanya yang terpejam. Ada banyak luka di balik bibirnya yang bungkam.

"Gue, gue belum siap, Nat. Gue khawatir nggak bisa bikin dia bahagia."

"Kalau dia bahagianya sama lo gimana?"

"Ya--ya gue--gue nggak tau bahagianya dia sama siapa. Lagian, belum lulus kuliah juga. Ada banyak harapan yang belum berjalan sesuai keinginan gue. Gue masih belum bisa ngasih sesuatu yang berharga buat Meisya,"

Separuh ImankuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang