SUARA HATI

175 27 21
                                    

Kehilanganmu adalah sebuah rasa yang menyakitkan. Bahkan meski hanya dalam angan yang tak ku inginkan. Katakan, bagaimana aku mampu bertahan jika kamu meninggalkanku sendirian?

• Keisya Savierra Assalafiyah •

¤¤¤¤

Hari sudah mulai petang. Jam dinding menujukkan pukul 5 sore. Matahari sudah berada di ufuk barat rupanya. Cahayanya masih terlihat terang. Namun tak lama ia akan kembali pulang. Digantikan oleh sang senja. Lantas dipungkas oleh gelapnya malam.

"Makasih udah nemenin seharian ini, ya, mbak."

"Sama-sama, Mei."

Savierra tersenyum. Lantas memeluk Meisya begitu hangat. Azzam baru saja sampai untuk menjemputnya. Pria itu berdiri di depan pintu menyaksikan kedekatan dua wanita yang kini menjadi tanggung jawab besarnya.

"Mereka berdua akrab banget. Baru juga ketemu beberapa kali," Batin Azzam terheran-heran.

"Kapan-kapan main lagi, ya, mbak. Ajak Arsy sama Arsyad juga. Pengen banget main sama si kembar. Berasa main sama ponakan. Hehehe." Ucap Meisya setelah pelukan keduanya terlepas.

"Iya, In Shaa Allah, ya. Nanti cari waktu yang pas." Jawab Savierra sembari mengangguk dan tersenyum.

"Hati-hati di jalan, mbak."

"Iya. Kalau gitu aku pamit, ya. Kak Azzam udah nunggu itu."

Meisya nampak melirik Azzam sebentar. Pria itu berdiri tanpa mengeluarkan suara. Meisya memahami kondisinya. Meisya menerima saja, tidak apa-apa pikirnya. Saat ini mungkin memang belum saatnya. Tapi, semuanya sudah ada waktunya, bukan?

"Mei, kalau ada apa-apa, bisa kasih tau aku, ya." Ucap Savierra kemudian.

"Hm, aku ngerepotin banyak banget, ya, mbak."

"Enggak kok. Nggak repot sama sekali."

"Iya, mbak. In Shaa Allah nggak ada apa-apa, baik-baik aja."

Savierra tersenyum dan mengangguk untuk yang ke sekian kalinya. "Pulang dulu, ya."

"Iya, mbak." Jawab Meisya dengan senyumnya.

"Assalamualaikum."

"Waalaikumussalam."

Meisya mengantar Savierra dan Azzam sampai depan pagar. Dua pasutri itu nampak memasuki mobil. Lantas membuka jendela mobil kala mesin mobil mulai menyala. Kemudian Savierra melambaikan tangan pada Meisya kala mobil mulai berjalan. Meisya pun membalas lambaian tangan tersebut.

Meisya hanya menatap sendu kepergian keduanya. Kini, mobil yang dikendarai oleh Azzam sudah benar-benar menghilang dari pandangannya. Rumahnya kembali sepi. Ia kembali sendiri saat ini. Berteman sunyi, ia mulai melangkahkan kaki. Kembali masuk ke dalam rumah dan menyalakan lampu-lampu untuk menerangi. Sebentar lagi, malam akan kembali menghampiri, menemani sang gadis yang hatinya sedang sunyi.

Meisya masuk ke dalam kamarnya. Lantas ia merebahkan tubuhnya di atas kasur sejenak. Ia menatap langit-langit kamarnya. Beberapa menit yang lalu, ia masih mempunyai teman untuk berbagi cerita. Namun detik ini, ia benar-benar kembali sendirian. Ingin berbicara tapi pada siapa?

Meisya menghela nafasnya kemudian. Hari ini, hari yang tak pernah ia duga akan semengasikkan ini. Sosok Savierra yang begitu baik dan bijak, sikap-sikap wanita itu masih sangat membekas di benak Meisya.

Separuh ImankuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang