Semalaman berbaikan dengan Savierra, hingga menunggu shubuh tiba. Kini, Azzam tengah terduduk di taman sendirian. Meskipun Savierra sudah memafkannya, tapi Azzam yakin masih ada titik kecewa dalam diri Savierra. Hanya saja, istrinya itu pandai sekali menyembunyikan rasa. Jujur, Azzam masih merasa sangat bersalah.
"Zam,"
"Eh, Azka."
"Ngapain lu diem-diem di sini? Sendirian lagi."
"Nggak papa, Ka."
"Apaan?"
"Nggak papa."
"Kaya cewe aja lu, Zam."
"Maksudnya?"
"Ya gitu. Kalo ditanya kenapa jawabnya nggak apa-apa. Padahal lagi ada apa-apa."
"Gua lagi bingung, Ka."
"Kenapa?"
"Savierra udah maafin. Tapi gue masih ngerasa bersalah banget sama dia."
"Wajar aja sih."
"Menurut lu gimana, Ka?"
"Nissa udah cerita semuanya, Zam. Lo udah bener kok. Lo udah kenal Savierra dari lama. Dari kalian masih mondok, sampai sekarang udah jadi satu keluarga. Dia nggak akan bisa marah lama-lama sama lo, Zam."
"Oh ya?"
"Yang suaminya tuh elu. Ngapa jadi ragu gini?"
"Azka, dia kecewa karena gue."
"Lo udah minta maaf, Zam. Terus salahnya dimana?"
"Nggak tau. Pusing banget gue."
"Zam, sebenernya, kemaren kenapa pulang telat? Ampe larut malem gitu."
"Sibuk, Ka."
"Sesibuk-sibuknya gua, nggak pernah pulang selarut itu, Zam. Emang dari mana?"
"Rapat, Ka. Lama banget. Kalo boleh pulang duluan mah udah pulang gue. Gue juga nggak mau bikin Savierra nunggu sampe ketiduran."
"Zam, seenggaknya kabarin dia. Gue liat sendiri, Zam. Dia semangat banget siapin makan malam buat elu."
"Asal elu tau nih ya, hp gue nih lowbat. Mati gitu aja pas mau kabarin dia. Ka, gue juga nggak mau bikin istri gue kecewa. Gimana sih lu."
"Ya Allah. Maaf sih, gue nggak tau, Zam."
"Gue merasa bersalah banget, Ka. Savierra tuh pengertiannya Masya Allah sama gue. Ya gimana ya, gue merasa kecil banget di hadapan dia."
"Gak boleh gitu, Zam. Lu kan suami Savierra. Jangan anggep gitu ah."
"Gue belum bisa bahagiain dia sepenuhnya, Ka."
"Zam, gue yakin lu bisa."
"Aamiin. Insya Allah."
"Gue sih liatnya, Savierra udah seneng banget sama elu, Zam. Jangan pesimis gitu. Sama aja lu su'udzon sama diri sendiri. Istighfar, Zam."
"Dia pinter nutupin perasaannya, Ka."
"Kalo gitu ceritanya, ya berarti lo su'udzon sama Savierra juga. Masa iya lo su'udzon sama istri lo sendiri, Zam."
"Bukan gitu. Gue tuh cuma nebak aja gitu. Gue juga nggak mau su'udzon. Gue nggak mau bikin dia kecewa lagi, Ka. Gue takut gue bakalan ngelakuin hal yang sama lagi."
"Janji sama diri lo, kalo lo gak bakalan ngelakuin hal yang sama."
"Iya. Gue janji sama diri gue sendiri."
KAMU SEDANG MEMBACA
Separuh Imanku
EspiritualSequel "Sepertiga Malam Tentangnya" Baca dulu 👉🏼 "Sepertiga Malam Tentangnya" Ana uhibbuka fillah. Aku mencintaimu, karena kecintaanmu pada Allah. Kehidupan rumah tangga memang tak ada yang berjalan mulus. Pasti ada lika-liku yang mengiringi. Prob...