Azzam POV
Pagi ini, aku melihatnya begitu semangat sekali menyiapkan sarapan bersama umi. Ya, setelah membeli rumah beberapa bulan yang lalu, kini aku dan Savierra tengah menginap di rumah abi dan umi untuk melepas rindu. Sekaligus memberitahukan kabar gembira. Samar-samar kudengar pembicaraan mereka.
"Jangan terlalu capek ya, banyak-banyakin istirahat." Ucap umi.
"Iya umi. Minta doanya aja supaya lancar sampai waktunya."
"Umi selalu doain sayang. Ah jadi gak sabar, habis gini ada anggota baru di keluarga kita."
"Alhamdulillah,"
"Kasih tau Azzam ya, jangan suka repotin kamu. Nanti kewalahan. Dia harus pinter-pinter tuh jagain kamu."
"Hehehe, iya umi. Kak Azzam selalu jagain kok, dia kan suami siaga."
"Hahaha iya iya bener juga."
Mendengarnya, aku tersenyum. Ah tidak sabar memang rasanya. Hal yang kunanti-nantikan bersama Savierra akhirnya tiba. Aku, akan segera menyandang dua gelar dalam keluarga kecilku. Sebagai suami, juga sebagai seorang abi.
Masya Allah Tabarakallah. Nikmat Allah selalu ada bagi hamba-Nya yang berkenan untuk bersabar. Sudah sepatutnya kita bersyukur atas nikmat-nikmat Allah yang telah diturunkan. Sebagaimana tertera dalam Al-Qur'an yakni pada surat Ar-Rahman ayat 13 :
فَبِأَيِّ آلاءِ رَبِّكُما تُكَذِّبانِ
Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan. (Q.S Ar-Rahman ayat 13)
Ketika kita merasa bahwa doa kita telah dikabulkan, maka jangan berhenti sampai di titik itu. Teruslah berdoa, agar selalu diberi rahmat. Karena sejatinya doa itu bukan seperti obat yang dibutuhkan kala ada perlunya saja, namun doa itu seperti udara yang selalu dihirup untuk bertahan hidup.
Aku masih saja tersenyum, sampai saat ini. Sampai akhirnya, Savierra menoleh dan mendapatiku tengah duduk di kursi ruang makan seraya menatapnya. Ia tersenyum seraya membawa sepiring nasi goreng dengan telur mata sapi di atasnya.
"Pagi-pagi udah senyum-senyum aja." Ucapnya seraya meletakkan sepiring sarapan di atas meja.
"Umi panggil yang lainnya dulu ya," Ucap umi, kemudian umi beranjak pergi meninggalkanku bersama Savierra.
"Pasti enak nih ya, masakannya calon umi," Ucapku.
"Hahaha, jangan lupa doa dulu."
"Iya. Nanti aja nunggu yang lain. Kamu nggak makan juga?"
"Iya. Nanti bareng sama yang lain juga. Khusus calon abi makanannya langsung tersaji di piring, jadi istimewa. Hehehe."
Aku tersenyum, menatapnya penuh kasih sayang. "Makasih ya. Semoga mereka mirip sama uminya."
"Emang gak boleh kayak abinya?"
"Boleh banget. Separuh-separuh aja deh ya. Kan anak aku juga."
"Hahaha ada-ada aja sih,"
"Kamu kenapa makin gini aja sih Sya,"
"Maksudnya?"
"Aku suka senyumnya,"
"Dulu aja pas awal-awal bilang suka matanya. Sekarang suka senyumnya. Modus ah."

KAMU SEDANG MEMBACA
Separuh Imanku
SpiritualSequel "Sepertiga Malam Tentangnya" Baca dulu 👉🏼 "Sepertiga Malam Tentangnya" Ana uhibbuka fillah. Aku mencintaimu, karena kecintaanmu pada Allah. Kehidupan rumah tangga memang tak ada yang berjalan mulus. Pasti ada lika-liku yang mengiringi. Prob...