BEGITU LEMBUT HATINYA

166 23 0
                                    

Aku mencintaimu hingga akhir nafas. Aku mencintaimu sampai Allah menghendakiku untuk kembali pada-Nya. Aku mencintaimu begitu dalam. Biarkan tasbih cinta kita terus berputar, hingga nanti kita bawa bersama menuju surga.

• Achmad Azzam Firdian Maulana •

¤¤¤¤

Mobilnya sudah terparkir rapi di garasi rumah. Namun nampaknya, ia masih tidak siap bertemu dengan Savierra. Ia meletakkan kepalanya di setir mobil. Pusing sekali rasanya.

Beberapa saat kemudian, Azzam membuka ponselnya. Betapa terkejutnya ia kala melihat notifikasi di layar ponselnya. Ada banyak sekali panggilan tak terjawab dari Savierra. Azzam mengaktifkan mode hening di ponselnya. Karena itulah ia tidak mengetahui jika ada panggilan masuk.

"Astaghfirullah, Savierra."

Azzam terkejut bukan main. Ia semakin tidak berani bertemu dengan Savierra. Ia khawatir. Ia tidak siap melihat wajah Savierra yang kecewa. Hari sudah sangat malam dan saat ini ia baru saja sampai rumah. Sudah pasti sedari tadi Savierra menunggunya.

"Ya Allah, aku harus bilang apa,"

"Aku nggak sanggup ketemu dia,"

"Allah, aku udah buat Savierra kecewa berkali-kali,"

Azzam memukul setir mobilnya. Ia merasa benar-benar tidak sanggup bertemu dengan Savierra malam ini. Azzam merasa sudah mengkhianati pernikahan mereka. Padahal, semua yang terjadi hari ini juga bukanlah kemauannya.

"Astaghfirullahal'adzim,"

Azzam mengusap wajahnya kasar. Nafasnya memburu. Ada air mata yang menetes dari pelupuk matanya. Bahkan saat ia belum memberitahukan semuanya pada Savierra, ia sudah membayangkan betapa Savierra akan tersakiti hatinya.

Azzam mengucap banyak istighfar dalam hatinya. Malam ini, ia hampir kalah dengan emosinya. Ia tidak mau dikuasai syaitan hingga meledak-ledak amarahnya.

Sebisa mungkin Azzam berusaha tenang. Meski sejatinya, hatinya tengah bergemuruh hebat. Azzam memegang sebuah prinsip, yakni seberat apapun masalahnya, ketika kita melibatkan Allah di dalamnya, maka Allah akan memberikan jalannya.

Azzam menarik nafas dan membuangnya. Lantas, ia turun dari mobil dan segera masuk ke dalam rumahnya. Saat ia masuk ke dalam rumah pun, rumah nampak sunyi. Ia tau Savierra pasti sudah berada di kamar. Mengingat hari sudah semalam ini.

Azzam pun melangkahkan kakinya menaiki tangga. Lantas tibalah ia di depan kamarnya. Pintu kamarnya tertutup rapat. Dengan ragu, Azzam memegang knop pintu dan membukanya.

Setelah pintu terbuka, dengan menunduk Azzam memasuki kamarnya. Azzam merasa tidak siap bertemu dengan Savierra. Ia merasa begitu rendah ketika bertemu dengan wanita shalihahnya itu. Azzam pun menutup pintu dan bersiap membalikkan badan untuk bertemu dengan Savierra.

Perlahan-lahan Azzam membalikkan badannya. Namun yang ia dapati adalah Savierra yang tengah ketiduran dengan masih memakai mukenah di atas sajadah. Di tangannya, ia memeluk sebuah foto.  Foto yang di dalamnya terdapat dirinya bersama Azzam.

Azzam berjalan mendekat. Menghampiri Savierra yang tertidur di atas sajadah. Azzam mendudukkan dirinya di dekat Savierra. Lagi dan lagi, air matanya menetes begitu saja kala menatap wajah teduh Savierra.

Azzam mengusap kepala Savierra dengan lembut. Takut istrinya itu terbangun. Azzam mengambil foto yang di peluk oleh Savierra. Lantas ia menatap foto tersebut. Ia tersenyum tipis. Betapa indah hari-harinya bersama Savierra. Namun kini, hari-hari yang indah itu akan menjadi hari-hari yang berat. Mungkin tidak lama lagi. Namun entahlah, skenario hidup sudah ditulis dengan sutradara terbaik, ialah Allah.

Separuh ImankuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang