Sebentar lagi, indahnya senja yang menghiasi langit sore akan dilahap oleh gelapnya malam. Pujian sebelum adzan terdengar dimana-mana. Lampu-lampu rumah telah dinyalakan oleh para pemiliknya.
Saat ini, Aisya baru saja selesai membersihkan diri. Ia duduk di depan cermin dan bersiap menyisir rambutnya. Sebelum menyisir rambut, Aisya menghela nafasnya. Ia tau bahwa ketika ia menyisir rambut maka akan ada rambutnya yang rontok. Aisya mencoba menerima apapun yang terjadi pada dirinya. Meskipun sebenarnya, hatinya hancur sebab semakin hari, ia semakin merasakan dampak dari penyakit yang diidapnya.
Saat Aisya mulai menyisir rambutnya, ia melihat dirinya di pantulan cermin. Tubuhnya yang semakin hari semakin kurus, wajahnya yang pucat, serta rambutnya yang sudah mulai menipis. Dapat beberapa sisiran, kini di sisirnya sudah banyak rambut yang rontok. Aisya mencoba kuat. Tapi nyatanya, ia belum benar-benar sekuat itu hingga air matanya jatuh untuk yang ke sekian kalinya.
Aisya memegangi dadanya. Patah hati terbesarnya saat ini adalah ketika dirinya yakin bahwa hidupnya tidak akan lama lagi. Sesaknya saat ini dikarenakan semakin lemahnya tubuhnya yang ringkih itu.
"Sampai kapan kayak gini terus," Ucap lirih sembari masih menyisir rambutnya pelan-pelan.
Sedangkan di sisi lain, Meisya sedang terduduk sendirian di halaman rumah. Tatapannya kosong. Matanya sembab karena akhir-akhir ini ia sering menangis tanpa ada satu orang pun yang tau.
Meisya teringat saat-saat ia masih bersama dengan Reyhan. Kenangan-kenangan itu masih tersimpan rapi di benak Meisya. Seketika Meisya berpikir sedang apa Reyhan saat ini. Biasanya, mereka saling bertukar kabar. Namun sekarang, keadaan sudah benar-benar berbeda.
"Kamu lagi apa, Rey," Gumam Meisya.
Renungannya berlanjut hingga matahari tenggelam dan adzan maghrib mulai berkumandang. Meisya memutuskan untuk masuk ke dalam rumah dan bersiap untuk melaksanakan sholat maghrib.
¤¤¤¤
Keduanya sama-sama diam di tempatnya masing-masing. Aisya yang terdiam di atas tempat tidur. Dan Meisya yang terdiam di pinggiran jendela. Keduanya larut dalam pikiran masing-masing. Keduanya sibuk menenangkan hati masing-masing. Hingga akhirnya, salah satu dari mereka membuka pembicaraan.
"Mei,"
Meisya yang dipanggil oleh Aisya menolehkan kepalanya. "Apa?"
"Lo kenapa?"
Menisya menghela nafasnya. "Gue nggak apa-apa."
"Tapi, lo kelihatan sedih."
"Enggak kok. Biasa aja."
"Mei,"
"Hm,"
"Lo masih mikirin Rey, ya?"
Lagi-lagi, Meisya menghela nafasnya. "Rasa gue ke dia belum bener-bener hilang. Gue masih belajar melupakan semua tentang dia. Untuk saat ini, berteman aja udah lebih dari cukup."
"Lo jangan maksain diri, Mei. Pelan-pelan aja."
"Iya."
"Respon Rey gimana emang? Dia marah sama lo?"
"Dia kaget. Dia bilang, dia nggak bisa nolak apa mau gue. Termasuk putus."

KAMU SEDANG MEMBACA
Separuh Imanku
SpiritualSequel "Sepertiga Malam Tentangnya" Baca dulu 👉🏼 "Sepertiga Malam Tentangnya" Ana uhibbuka fillah. Aku mencintaimu, karena kecintaanmu pada Allah. Kehidupan rumah tangga memang tak ada yang berjalan mulus. Pasti ada lika-liku yang mengiringi. Prob...