BAHAGIA

1K 82 10
                                        

Azzam POV

Aneh. Aku merasa ada yang aneh dengan Savierra. Sejak setelah shubuh, ia terlihat sangat lemas. Bahkan sehabis sholat shubuh pun ia tertidur. Tidak seperti biasanya.

Sinar matahari mulai memancar. Merasuk ke dalam kamar. Namun, Keisyaku masih tak kunjung bangun. Kulihat wajahnya pucat, matanya pun tertutup sayu. Aku khawatir, sangat khawatir. Aku pun mencoba membangunkannya perlahan.

"Keisya,"

"Astaghfirullah," Kuletakkan telapak tanganku pada keningnya. Dan, panas sekali.

"Sya, kamu kenapa? Sakit ya? Ke dokter ya Sya?" Ucapku lagi. Tak lama, ia menggeliat. Bisa kulihat ia mencoba membuka mata dengan memegangi kepalanya.

"Kak Azzam,"

"Iya? Kenapa? Kamu sakit Sya."

"Pusing."

"Tuh kan sakit. Kita ke dokter ya, badannya panas."

Namun, ia menggeleng. "Nggak kuat, mau tiduran aja."

"Jangan gitu Sya. Ke dokter aja ya, biar dikasih obat. Kamu panas banget ini, aku nggak tega jadinya. Aku gendong ya,"

"Nggak usah nggak papa. Aku mau istirahat aja. Mungkin cuma kecapean."

"Ya udah. Hari ini aku nggak kerja."

"Kenapa?"

"Aku mau jagain kamu Sya."

"Ini juga paling cuma masuk angin biasa Kak Azzam. Makanya demam. Udah nggak papa Kak Azzam berangkat aja."

"Nggak ah. Kamu lagi sakit Sya, masa iya aku tinggal. Udah ya, kamu istirahat. Hari ini aku mau jagain kamu aja."

"Iya udah terserah."

"Kamu tidur aja. Biar enakan."

Ia mengangguk. Kemudian matanya tertutup kembali. Keisyaku sedang sakit. Oh Ya Allah, aku paling tidak suka melihat penyemangatku sedang lemah.

"Kamu kenapa Sya, aku nggak suka liat kamu sakit. Syafaqillah humairahku sayang. Jangan lama-lama sakitnya. Aku rindu senyum kamu."

Aku berbisik lirih di dekatnya, seraya mengusap telapak tangannya. Di benakku terbesit sesuatu. Mengabari umi dan bunda. Siapa tau mereka dapat meyakinkan Keisya untuk diperiksa ke dokter.

Kuambil ponselku di atas nakas. Kemudian ku hubungi umi dan bunda. Meminta mereka untuk datang ke rumah untuk melihat keadaan Keisya.

Selagi menunggi umi dan bunda, aku mencoba membuatkan Keisya sarapan. Ia sedang sakit, jadi kubuatkan saja bubur ayam instan dengan segelas teh hangat sebagai pelengkap. Tak perlu bantuan pembantu di rumah, aku ingin menjaga Keisya sepenuhnya.

"Non Savierra sakit ya den?" Ucap Bi Siti, salah satu pembantu di rumahku.

"Lagi nggak enak badan bi, makanya dibuatin bubur."

"Iya bagus itu den. Mau bibi bantu?"

"Nggak usah bi, makasih. Ini udah jadi kok."

"Ya udah. Cepet sembuh ya buat non Savierra."

"Iya, makasih bi."

"Kayak masuk angin nggak den sakitnya?"

"Iya mungkin bi, katanya sih gitu."

"Oh, jangan-jangan pertanda tuh den."

"Pertanda apa bi?"

"Non Savierra hamil."

"Hah? Apa iya?"

"Biasanya tanda-tandanya sih gitu den. Cek aja langsung ke dokter. Kemungkinan besar Insya Allah lagi isi itu si non."

Separuh ImankuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang