67. Bias

1.6K 234 18
                                    

Aku merapikan jas suamiku, mengusap-ngusap dadanya yang bidang. Dia masih tetap tampan dan keren, di mataku akan selalu begitu. Aku merasa daguku disentuh.

"Jangan terlalu dipikirkan." Dia berujar, tapi aku tahu kalau sebenarnya tuan muda jauh lebih banyak pemikiran dan kekhawatiran ketimbang aku. Sebagai seorang suami, tuan muda selalu sangat hebat, dia menyayangi istri dan kedua anaknya. Di tengah kesibukan, selalu berusaha menyempatkan waktu untuk memperhatikan Kela dan X. Bisa dikatakan keluarga kecil kami bahagia dan hangat, terlepas dari banyaknya permasalahan eksternal.

"Selma." Tuan muda berbisik, kemudian menggenggam kedua tanganku.

"Ya, sayang?"

"Seandainya terjadi sesuatu yang tidak diinginkan ...." Tuan muda menghela nafas.

"Zola. Kenapa kamu bicara begitu?"

"Aku pernah bilang, terkadang sekalipun kita berjuang untuk sesuatu. Adakalanya itu gagal."

Tuan muda jarang bersikap begitu, dia harusnya optimis. Tapi, mungkin kisah masa lalu membuatnya berkata demikian. Dia melanjutkan, "Seburuk apapun itu, aku ingin kita bersama menghadapinya."

Aku mengerti, mungkin tuan muda hanya mengantisipasi seandainya terjadi hal-hal yang tidak kami inginkan. Agar tidak menyalahkan satu sama lain. Aku memeluk tubuhnya.

"Selama kamu ada di sampingku, aku nggak takut apapun." Aku berkata.

Kemudian aku merasakan tuan muda mengecup kepalaku, kasih sayangnya kepadaku semoga untuk selamanya.

"Gaunmu nanti kusut." Dia berkata.

Aku tersenyum. "Ayo berangkat."

🌿🌿🌿

Aku sendiri tidak tahu berapa bodyguard yang dikerahkan untuk menjaga X. Tadinya, aku berpikir untuk tidak muncul pada pesta ini. Mungkin pergi dengan Kela dan X berlibur ke suatu pulau tak berpenghuni, jauh dari carut marut duniawi. Hanya saja, belakangan keluarga Hadikusumo disorot soal perebutan bisnis antara Nyonya Besar dan Putra Tirinya, takutnya ketidakhadiranku semakin memperuncing persoalan.

Dengan gaun rancangan Marwa, aku berjalan anggun dengan kedua anakku dan suamiku juga Reva ke aula utama. Zola berkali-kali memuji betapa mempesonanya istrinya, itu aku. Heran, dia selalu memperlakukan aku bagai ratu. Padahal aku sadar bahkan seluruh dunia sadar, aku hanyalah wanita biasa.

Gaun rancangan Marwa bewarna biru gelap berlengan pendek, dia juga sedikit mengembang di bawah. Putaran hidup lagi-lagi aku sadari, dulu aku hanyalah karyawannya, sekarang aku seperti papan iklan untuk Marwa. Setiap aku mengenakan busana miliknya, omset penjualan butik 'Masa Lalu' meningkat.

Dari kejauhan aku melihat Ibu Tiza sedang mengobrol bersama beberapa orang penting, lampu kristal berukuran besar di tengah ruangan semakin menyinari wanita itu. Aku rasa dialah yang lebih cocok menjadi ratu. Aku cukup senang, setelah memiliki beberapa teman untuk diajak berbincang sekarang. 
Kalau dipikir, sejak menjadi bagian keluarga Hadikusumo, lingkup pergaulanku menjadi kecil.

Melihat kehadiran kami sekeluarga, seketika semua pandangan tertuju ke arah kami. Menjadi pusat perhatian bagi orang lain mungkin menyenangkan, tapi bagiku agak menyusahkan.

Kela dan X juga Zola berpakaian senada denganku berwarna biru gelap, suamiku memanglah sangat tampan. Aku rasa mataku benar-benar dibutakan olehnya. Bahkan, beberapa wanita di ruangan itu tampak tak malu-malu memandangi suamiku.

Tapi, saat ini, wanita penggoda bukalah suatu hal yang aku pikirkan. Aku melihat sekeliling berkali-kali, awas terhadap hal yang mencurigakan. Juga memandangi X yang tangan mungilnya erat menggenggam tanganku, betapa mengerikan kalau tangan mungil itu terlepas.

Wounded Heart (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang