12. Menyimpan Rahasia

10.5K 852 29
                                    

Aku turun ke bawah, menuju kamarku untuk mengganti piyama bewarna oranye seperti langit saat sore hari. Bagaimana bisa tidur dengan seorang asing di dalam kamar yang sama menggunakan piyama berbentuk terusan, di malam hari bisa saja tanpa sengaja memperlihatkan sampai ke dalam.

Reva menganga mendengar ucapanku yang mengatakan akan tidur di kamar tuan muda.

"Kakak, sudah aku duga. Kakak seperti bunga yang mencolok, membuat semua kumbang-kumbang berebut." Dia memandangku dengan tatapan sedikit pucat. Reva selalu mengatakan sesuatu semacam itu sejak dulu.

"Nanti apa dia akan mengajak kakak melakukan hal aneh?" Dia melanjutkan. "Kakak jangan sampai terjebak, seandainya dia kabur, kita tidak bisa mencarinya. Bahkan mukanya saja tidak tahu."

"Jangan berkata yang bukan-bukan."
Walaupun berkata begitu, tidak bisa menyalahkan Reva sepenuhnya, siapa yang tidak berpikir demikian. Berjalan di atas es yang menutupi danau sepertinya masih lebih baik dari kondisi ini.

"Seorang pria mengajak tidur di kamarnya, pasti ada sesuatu. Kak, saat tuan muda tertidur, kakak segera membuka topengnya. Kalau wajahnya masih mirip manusia, tidak apa. Kakak menikahi putra bungsu keluarga Hadikusumo sangat baik. Setidaknya bisa memberi Kela masa depan yang cemerlang." Reva mengatakan itu dengan serius, padahal dia sedikit bergidik.

"Kakak pergi ke atas. Kamu-" Agak bingung mengatakan pada Reva. Kami sudah bersembunyi di bawah celah bebatuan, sekarang mau keluar melihat matahari. Apa tidak langsung diserang oleh predator?

"Besok tuan muda menyuruh kita berkemas, mau pergi ke rumah keluarganya."

"Jadi kita akan kembali kak. Pantas saja tadi tuan muda menyuruh kita membereskan barang-barang di rumah." Dari nada suaranya, aku memahami ketakutan Reva. Kami sebelum kabur, banyak ditimpa kemalangan. Siapa berani menjamin kalau kemalangan itu tidak sedang menunggu kami di sana.

"Sementara kita ikuti keinginanya dulu, walau tampak mengasingkan diri, yang namanya pewaris keluarga berkuasa pasti memiliki kaki tangan di mana-mana."

"Tuan muda sangat menakutkan." Reva mengeluh lagi, kadang mengatakan tuan muda menakutkan, kadang tidak menakutkan. Setelah dipikir Reva masihlah anak remaja. Jadi wajar pemikirannya berubah dengan cepat. Sungguh berharap dia melanjutkan pendidikannya dengan baik nanti.

Aku segera memasuki kamar tuan muda lagi, aku merasakan aroma parfumnya semakin kentara. Aku mengetahui parfum dengan wangi woody yang maskulin, karena sebagai desainer yang kerap mempersiapkan fashion show, model-model pria memiliki wanginya masing-masing. Bisa membedakan wangi lembut, segar, maskulin dan yang lain.

Di dalam kamar, diam-diam aku merinding. Hal semacam ini jelas wajar, aku sudah cukup lama tidak berdekatan dengan pria. Terutama pria dengan wajah yang tidak aku ketahui bentuknya.

"Tuan muda. Itu-" Tuan muda masih duduk di kursi, sama seperti posisi tadi. "Apa tuan tidur di kasur juga?"

Dia menggeleng. Semakin aneh, jadi dia akan bersikap seperti seorang pengintai? Aku merasa tuan muda di dalam tahun-tahun kehidupannya merasa bosan, ingin mengawasi seorang anak bayi dan ibunya tidur berdua. Mengingat kalau manusia seharusnya begitu.

Aku naik ke tempat tidur dan membelakangi tuan muda untuk menyusui Kela, seluruh bulu di tubuhku berdiri. Aku mengikat rambutku, sekalipun udara sangat sejuk. Tadi telah mengganti piyama lengan pendek dengan celana panjang. Setelah Kela kenyang, aku membalikkan tubuh. Tuan muda mengawasi kami seperti seekor elang. Menahan rasa takut, dengan berani aku berhadapan dengannya.

"Tuan muda bisa tidur di sebelah sana, tapi jangan berbuat yang tidak-tidak."

Aku merasa tuan muda tertawa dari balik topengnya, tapi tubuhnya tidak bergerak sama sekali. Mungkinkah itu hanya halusinasiku saja?

Wounded Heart (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang