64. Penarik Hati

2.7K 332 29
                                    

Seperti biasa aku menjalani rutinitas sebagai ibu rumah tangga, memasak dan mengurus rumah anak juga suamiku. Tuan muda tadi malam telah bertemu dengan wakil ketua dewan, tetapi hasil pertemuan mereka tidak sesuai dengan harapan. Beliau belum bersedia membantu, aku yakin ada campur tangan Nyonya Besar. Dia semakin culas saja, minggu depan Nyonya besar akan menggelar pesta di rumah utama, padahal Tuan besar belom sadar. Aku rasa, Nyonya besar ingin melakukan sesuatu yang di luar rencana.

Dalam hatiku, aku berpikir kalau Nyonya Besar sebenarnya tidak ingin Tuan Besar bangun. Bagaimanapun, keputusan tuan besar untuk mewariskan bagian terbesar kepada X tidak dapat dapat diganggu gugat. Apalagi, tuan besar adalah orang yang sulit dirubah pikirannya. Nyonya besar pasti merasakan kalau Tuan Besar bangun, gerak geriknya untuk merampas kekuasaan akan dibatasi.

Zola, aku teringat padanya lagi. Dibandingkan Nyonya Besar, tuan muda berhati lembut walau dia kadang melakukan hal-hal yang keras, dia mungkin tak mampu melawan Nyonya Besar. Bukannya aku meragukan kemampuan tuan muda, hanya saja, aku rasa itulah yang akan dimanfaatkan oleh Nyonya Besar. Hati nurani.

Bawahan tuan muda dibebaskan dengan jaminan yang sangat besar, saham keluarga Hadikusomo turun, karena pemberitaan media soal aparat hukum telah disuap oleh Keluarga Hadikusumo. Tuan muda pernah bilang, di dunianya, memberi upeti pada oknum adalah hal biasa. Aku kemudian mencari tau soal wakil ketua dewan di internet, saat melihat profilnya, seketika aku memikirkan sesuatu untuk membantu tuan muda. Paling tidak, sekalipun badai ini akan berlalu, aku bisa mempercepatnya agar tidak terlalu banyak yang porak poranda.

Dua hari kemudian, aku pergi dengan menggunakan pakaian casual dengan X dan Kela. Tentu saja membawa Reva, baby sitter dengan pengawal yang berjumlah lumayan. Mereka nanti akan mengawasi dari jauh, bahkan di film-film aku menyaksikan bagaimana seseorang yang diawasi dengan ketat juga dapat kecolongan kalau lawannya juga lihai. Dalam hal ini, aku pikir seandainya Emmeric mau berbuat sesuatu, tidak terlalu sulit baginya.

Setelah menelepon tuan muda dan berkata akan berjalan-jalan ke taman, aku bersama supir berangkat. Sebenarnya bukan taman tujuan utama kami, tetapi kebetulan di sana sedang ada acara amal. Pembagian makan siang untuk tuna wisma, aku telah menghubungi pihak panitia yang mengkoordinir kegiatan tersebut.

"Kak, sudah lama sekali sejak kita menyumbang untuk amal." Kela berkata.

Aku mengangguk mengiakan, di dalam hati sedikit merasa bersalah, karena memanfaatkan acara ini untuk suatu tujuan, juga memanfaatkan anak-anakku.
Tetapi, tidak mengapa, aku sekalian membawa mereka berjalan-jalan, rasanya sudah lama sekali tidak bepergian sejak Kela dibawa oleh Emmeric.

Pihak panitia menyambut kami, duduk di bangku depan. Aku katakan kalau tidak perlu memperlakukan kami dengan spesial. Aku membiarkan X dan Kela tetap di dekatku, bersama Reva. Berharap Emmeric tidak muncul mendadak dan membuat kepanikan lagi.

Acara sudah dimulai, beberapa tuna wisma mulai berdatangan mengambil makan. Cuaca begitu cerah, aku juga menyadari kehadiran wartawan dan terlihat mengambil foto.

"Ibu Tiza sudah datang." Aku mendengar salah seorang berkata, Reva tampak terkejut.

"Kak, bukankah itu----"

Aku meminta Reva untuk diam, kemudian pergi menyapa wanita yang bernama Tiza. Dia melihat kami, wajahnya tersenyum tetapi dia mengatakan kalau sangat jarang melihatku muncul di acara, mempertanyakan apa aku memiliki tujuan lain? Aku hanya tersenyum.

"Kita semua selalu memiliki tujuan masing-masing." Hanya itu yang dapat aku sampaikan.

Menjelang acara minum teh, setelah pembagian makan untuk amal. Aku duduk bersebelahan dengan Ibu Tiza. Kela dan X, aku minta agar Reva pergi membawanya.

Wounded Heart (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang