61. Kebohongan

2.9K 366 21
                                    

Pertikaian menerpa hidupku tiada henti, ada yang bilang kalau selama manusia bernafas, pasti ada masalah. Pertanyaannya? Bagaimana manusia mengetahui kalau tidak ada masalah sesudah kematian?

Akhirnya aku mengikuti keinginan tuan muda untuk mempekerjakan dua baby sitters, untuk Kela dan X, masing-masing. Tentunya kami tetap memantau dari CCTV, di zaman sekarang ini, sulit untuk percaya begitu saja pada orang lain. Aku berharap Reva segera pulang, setidaknya aku memiliki tempat untuk berbagi. Saat Kela lahir dulu, aku nyaris saja berpikir tidak mau memiliki anak lagi. Hanya saja manusia memang tidak bisa menentukan keinginan sendiri, seperti manusia tidak mampu mengendalikan hatinya. Aku seketika bersyukur ada X, di masa yang akan datang Kela akan memiliki tempat untuk berbagi cerita.

Aku melangkahkan kaki ke kantor pusat perusahaan keluarga Hadikusumo, setelah berdiskusi lama dengan tuan muda, aku memutuskan untuk ikut membantunya menjalankan perusahaan. Aku telah resign sepenuhnya dari pekerjaan sebagai desainer Merk Masa Lalu, Marwa tak mampu lagi menahan. Cita-citaku sekarang tidak terlalu penting.

Saat menuju ke ruangan tuan muda, aku berpapasan dengan Elysa. Wajahnya melengos tidak suka, dia menyindir kalau pada akhirnya aku tergiur juga oleh kekuasaan. Sejak lama aku katakan kalau aku tidak inginkan semua itu, mendadak sekarang aku ikut ambil bagian dalam perusahaan, tentu membuatnya semakin berpikir negatif. Sudahlah, aku tidak peduli, demi keluarga, aku bahkan rela mengorbankan nyawaku apalagi hanya sekedar prinsip kehidupan.

Melihat aku datang, tuan muda seketika memeluk dan mencumbuku penuh kasih sayang, di dalam hatiku seketika bertiup angin musim semi menggantikan badai kemelut. Di dalam rumah tangga kami, nyaris tidak pernah terjadi pertengkaran, kalaupun ada perselisihan, itu karena tuan muda ingin sarapan telur sedangkan aku melarang. Suamiku sudah terlalu banyak makan telur dalam kehidupannya.

Dia menatapku lama sekali, seperti penyesalan tak berhenti, kenapa dia membawaku ke dalam kehidupan bermasalah. Aku tegaskan lagi, mungkin tuan muda lupa, saat bertemu dengannya aku telah banyak membawa beban masalah. Aku bertanya soal Roy, dia adalah polisi teman tuan muda dulu, aku curiga diam-diam tuan muda menyelidiki kembali soal kecelakaan ayahku. Tetapi dia tak bicara banyak, karena dulu aku telah memutuskan ikhlas, mendoakan saja ayahku di surga, berhenti membalas dendam. Aku yakin kebenaran akan terungkap suatu saat nanti.

"Tadi Elysa menatapku dengan wajah mengerikan, aku rasa lima menit lagi aku akan hilang tertelan." Aku berkata sambil tertawa.

"Memiliki saudara, seharusnya menjadi kekuatan bukan? Sayangnya itu tidak berlaku di keluargaku."

Aku pergi membuatkan teh untuk suamiku, dia masih tidak minum kopi. Aku berkata, "tidak bisa memilih keluarga."

"Di masa yang akan datang, Kela dan X harus saling mendukung." Tuan muda terpekur. Benar juga, Kela dan X berlainan ayah, seperti dirinya dan Elysa berlainan ibu, tapi aku rasa sikap Elysa banyak dipengaruhi Nyonya Besar yang culas.

"Tentu, karena mereka punya papa yang hebat," jawabku.

Tuan muda mengambil teh dari tanganku, meletakkan di meja, seketika mengangkat tubuhku. Aku tertawa. Kemesraan aku dan tuan muda semoga untuk selamanya terjaga.

Aku mendengar dari pelayan wanita kalau dua orang pelayan di rumah utama telah ditangkap, aku rasa benar, mereka bermaksud mencelakakan X. Tetapi, aku tak mau membahas masalah itu. Aku cukup tahu saja, biarkan tuan muda bekerja dengan caranya.

"Apa kondisi papa masih buruk?" Tuan muda tak ingin membahasnya, tetapi kupikir sebagai menantu perempuan, aku juga memiliki kewajiban menjaga keharmonisan keluarga.

"Stabil." Tuan muda menjawab, dia masih beranggapan kalau tuan besar pura-pura koma. Tetapi, mengingat bagaimana tuan besar telah membagi-bagi warisan dan peta kekuasaan membuatku berpikir kalau kondisi beliau memang buruk. "Ayah mertuaku ...." Dia mendesah.

Wounded Heart (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang