32. Wajah di Balik Topeng

10.8K 904 143
                                        

Mataku samar-samar membuka, aku merasa sinar matahari menelusup dari tirai. Aku bahkan tidak mengganti bajuku. Sesosok tubuh duduk di sampingku. Melihat alisnya yang hitam serasi dengan matanya, juga bibir dan hidung yang terpahat sempurna. Aku menangis sejadi-jadinya. Tangan tuan muda membelai pipiku yang basah.

Aku selalu berfirasat mengenai ini, hati kecilku sering memikirkannya. Sesuatu yang tidak mungkin, aku pikir itu karena jauh di dalam hatiku aku merasakan keinginan terpendam. Menginginkan kalau sosoknya masih ada.

"Kamu marah?" Suaranya melembut, bicara begitu tenang. Tanpa memakai topeng suaranya terdengar lebih merdu.

Aku bahkan tidak tau harus menjawab pertanyaan itu, marah? Apa yang aku rasakan saat ini apakah kemarahan atau kekecewaan? Aku memejamkan mataku, mengira kalau ini mimpi. Selimut di tempat tidur tuan muda membungkus tubuhku hingga ke dada.

"Kenapa hanya diam?"

Harus bicara apa? Bahkan lidahku kelu?

"Kamu aneh. Reaksi ini, bahkan tidak bisa aku duga."

Reaksi apa yang tuan muda harapkan?

Tuan muda meraih tanganku, menggenggamnya dengan hangat. "Aku memiliki alasan tersendiri."

Aku tau, aku tau...aku tidak perlu alasan apa-apa. Aku hanya...Aku hanya merasa mimpiku menjadi kenyataan. Aku pikirkan. Hatiku terasa lega. Aku memandangi setiap gurat di wajahnya, memang dia sejak dulu hangat mempesona. Aku menangis lagi semakin kencang, tuan muda terlihat sangat panik. Dia menatapku dengan wajah cemas.

"Maaf. Bukan bermaksud membohongi kamu."

Aku menarik bantal dan menutupi wajahku, tidak tau harus bicara apa tubuhku terasa lemas. Aku juga bingung. Aku merasa genggaman tangan tuan muda di tanganku.

"K--kenapa?" Aku tak yakin dia bisa mendengar suaraku yang tertutup bantal. Sejak awal sekali aku merasa aneh, sosok bertopeng yang katanya putra bungsu keluarga Hadikusumo tiba-tiba menjadikan putriku sebagai putri angkat, dipikir bagaimanapun juga apa mungkin ada hal begitu?

Kemudian...tetapi...melihat...selama beberapa waktu mengenalnya sebagai sosok Davio yang hangat, perhatian dan lembut terkadang sangat berbeda dengan sikap tuan muda yang penuh aura misterius, kaku dan diam. Hanya saja, bukankah terkadang tuan muda terasa begitu hangat dan perhatian?

Tuan muda sudah mengetahui semua yang terjadi padaku, bahkan kalau aku ingat sejak bertemu di villa sampai mengajak kami sekeluarga tinggal dengannya, dia tidak bertanya apapun soal latar belakang aku. Saat itu aku pikir karena tuan muda telah menyelidikinya.

Tuan muda menyingkirkan bantal di wajahku.

"Aku mulai memakai topeng sejak usia sepuluh tahun." Biarpun dia berkata begitu, selama beberapa bulan terakhir ini dia menyembunyikan dirinya, ada rasa ingin marah. Hanya saja mengetahui itu dia, seketika tidak ingin marah. Sangat mengobrak abrik perasaan.

"Menjadi polisi ada alasan sendiri, berbohong tentang kematian juga bukan sepenuhnya keinginanku." Matanya begitu indah menelusup sampai ke dasar hatiku. Aku hanya merasa tubuhku semakin lemas.

Tuan muda berdiri dan memakai topengnya, pergi keluar. Dia kembali membawa semangkok bubur. Melepas kembali topengnya.

Menyuapi aku? Tuan muda setelah membuka topeng, kembali menjadi sosok yang begitu hangat dan ramah. Seketika aura gelapnya hilang. Dia meniupi bubur di sendok dan menyuruhku makan.

"A--aku belum mandi." Dari semua kata-kata yang ingin aku ucapkan aku, malah mengucapkan kata-kata itu. Bibir tuan muda menyunggingkan senyum manis, sangat manis membuatku ingin mencakarnya. Selama ini dia tertutupi topeng dan setiap ingin melihat ekspresinya selalu ditutupi oleh topeng menyebalkan.

Wounded Heart (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang