11. Bersikap Licik

11.1K 888 34
                                    

Hanya satu hari tuan muda memberiku dan Reva izin kembali ke rumah, sedangkan Kela ditahan di sana. Sudah menyetok ASI di lemari pendingin, tapi tetap saja tidak bisa bernapas karena teringat pada Kela. Aku dan Reva membereskan barang-barang penting, yang lain ditinggalkan. Berpamitan pada bulek dan makam polisi muda juga Pak Kepala Desa. Mereka telah mengetahui kalau aku menjadi pengurus villa putra bungsu keluarga Hadikusumo yang termahsyur. Mendengar kata pengurus villa membuatku sedikit tertawa. Aku seorang desainer setelah melahirkan anak beralih profesi menjadi pengurus rumah.

"Kak, menurut kakak. Keluarga Tuan Zoya dan Emmeric siapa yang lebih hebat?"

"Tidak tau." Aku memang tidak tau, kami tidak mengikuti perkembangan kaum berkuasa, sejak dulu hidup dengan tenang. Aku juga berpacaran dengan Emmeric tidak pernah menanyakan mengenai mengenai kekuasaan dan kemasyuran keluarganya. Seandainya Emmeric bukan orang kaya, sebagai senior di kampus dulu, aku rasa aku akan tetap jatuh cinta padanya.

Sejak dulu banyak kupu-kupu selalu berusaha menarik perhatiannya, tapi dia seperti kumbang beracun. Saat berpacaran denganku mengusir semua kawanan itu. Hatiku sesak. Bagaimanapun juga sekarang aku dan dia terikat selamanya karena Kela, sekalipun aku memutus hubungan dengannya, ikatan darahnya dengan anak kandung tidak akan terputus. Aku harus bersiap seandainya itu terjadi suatu saat di masa depan.

"Kak, menurut kakak Tuan Zola menyukai kakak?"

Aku tidak pernah memikirkan itu, mana bisa mengetahui isi hati orang yang wajahnya saja tidak bisa kelihatan.

"Tuan Zola katanya kejam dan seram, tapi dia mengizinkan kita tetap tinggal di sana. Sudah hampir sebulan, tidak pernah diperlakukan buruk."

"Reva, seandainya gerakan kamu secepat mulutmu bicara. Kita sudah selesai sejak tadi." Aku memarahinya, bagiku tidak peduli berapa banyak pria yang tertarik padaku, aku hanya perlu Reva dan Kela dalam hidupku saat ini. Itu sudah cukup.

Aku menitipkan kunci rumah pada bulek dan memasukkan barang-barang ke koper, entah kapan kami akan kembali. Tujuh bulan kami hidup dalam ketenangan di sini, apa mungkin bisa mendapatkan ketenangan lagi? Aku merasa tidak yakin sekalipun masa depan tak ada yang tau. Mobil kami telah diperbaiki oleh pesuruh Tuan Muda. Tidak tau kapan dia memanggilnya, dia bekerja diam-diam dan senyap sampai tak ada yang tau.

Di dalam mobil aku tertidur, ketika bangun sudah sampai di villa peristirahatan putra Hadikusumo. Pelayan wanita menyambut kami dengan gembira, dia berkata sejak kami pergi tuan muda sangat gelisah. Dia mondar mandir naik turun bahkan menggendong Kela dan membawa Kela ke kamarnya. Saat aku dan Reva melihatnya, dia menghilang.

"Mana Kela, Bu?" Aku bertanya pada pelayan wanita. Pertama kali masuk ke kamar yang kucari tentu saja Kela, bukan yang lain.

"Nona, bukankan sudah saya bilang kalau Tuan Zola membawa Kela ke kamarnya."

Bagaimana ini, aku mau segera menggendongnya. Tuan muda tidak terlihat dan lantai dua adalah wilayah terlarang, tidak mungkin naik ke atas untuk melihat Kela.

"Bu, nanti saat mengantar cemilan sore. Katakan pada Tuan Muda kalau Kela perlu minum susu. Kasihan dari tadi pagi minum susu yang tidak segar."

Pelayan wanita mengangguk. Aku dan Reva membersihkan diri, kemudian membereskan barang-barang kami.

"Tuan Zola itu kak, aku rasa hanya tubuhnya yang terbakar. Usia segitu dia pasti ingin memiliki istri. Jangan-jangan dia bermaksud menjadikan kakak istrinya. Aduh bagaimana ini, setidaknya kakak harus melihat mukanya bukan kalau kalian menikah?"

"Reva, jangan melantur kamu."
Aku terus memikirkan Kela, ingin rasanya pergi ke lantai atas dan menerobos masuk ke kamar tuan muda.

Pelayan wanita datang lagi, "Nona Selma, tu-tuan memintamu ke kamarnya." Wajah pelayan wanita sangat shock saat menyampaikan hal itu, seakan mengabarkan seekor  telur ular menetaskan anak burung.

Wounded Heart (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang