31. Pembunuh

10.1K 839 91
                                    

Dengan begitu terhuyung seakan seluruh tulang dalam tubuhku lenyap aku berjalan dan tersungkur.

"Kakak!" Reva berteriak saat melihatku. "Apa yang terjadi?"

"Emmeric...Dia..." Aku sudah tidak tau apakah suaraku saat ini masih ada.

"Kenapa dengan Emmeric?" Reva melihatku yang sangat kacau.

"Emmeric biadap! Aku akan membunuhnya!!"

Tuan muda bergegas keluar mendengar jeritanku, menarik tanganku. "Reva urus Kela." Dia memerintah. Aku meronta-ronta dalam gendongannya.

"Pembunuh!" Aku meneriakkan kata itu berkali-kali, tuan muda membawaku ke kamarnya dan mengunci pintu. Tuan muda menahanku di atas tempat tidur, air mataku mengalir deras bagai air sungai di musim hujan.

"Tenangkan dirimu!" Tuan muda berteriak, aku masih begitu sesak. Hatiku sangat sakit mengetahui kenyataan ini.

"Zolaa...kamu nggak mengerti!" Aku meraung dengan suara tenggelam dalam isakan.

"Tidak mengerti?" Dia memegang kedua pipiku. Mengatakan sekali lagi, "Tidak mengerti?"

Tangis dan isakanku menjadi pelan, tanpa aku sadari tuan muda menarik kepalaku ke dadanya. "Zola... Apa dosaku? Kenapa aku harus mengalami ini? Apa dosaku Zola?" Dengan tersedu aku menangis di dadanya. Dia memelukku erat, terasa kehangatan dan kenyamanan di sana.

"Aku juga menanyakan pertanyaan yang sama selama tujuh belas tahun." Suara tuan muda sangat tenang, menghentikan seketika derai air mata ini.

Mataku yang sembab basah terangkat, "Zola hatimu, apakah kamu juga merasa kesakitan?"

"Sangat."

Dengan terbata aku bertanya, "Kamu tidak ingin membalas dendam?"

"Awalnya begitu, hanya saja setiap ingin membalas dendam aku perlahan kehilangan diriku." Tuan muda diam sejenak, terasa belitan tangannya di tubuhku semakin erat. Dia melanjutkan, "Semakin jauh aku membenci semakin aku berubah menjadi monster."

"Zola aku ingin membunuh pria itu."

"Kamu tau, sebenarnya jauh di dalam hatiku. Terlalu banyak kebencian, aku membenci semua orang di sekitarku."

"Aku tidak menyalahkan kamu."

"Sampai bertemu denganmu..." Tuan muda menghentikan ucapannya.

"Bertemu denganku?" Tuan muda aku ingin membelai pipimu, Aku merasakan kesedihan dalam suaranya dan entah kenapa perasaanku ingin menghiburnya seperti saat ini dia sedang menghiburku.

"Setelah bertemu denganmu, dalam hati aku bersumpah akan melindungimu dengan nyawaku."

"Kenapa?" Aku bingung dengan ucapan tuan muda. "Saat di villa, apa kondisiku begitu menyedihkan?"

Aroma tuan muda membuat hatiku yang sakit perlahan sedikit membaik, aku sangat lelah. Tuan muda berbisik lagi. "Lebih lama dari itu."

"Kamu--kamu pernah melihatku di desa?"

Tuan muda mempererat pelukannya, membuat tidak ada jarak di antara kami. Dalam suasana seperti ini aku bahkan menginginkannya. "Kamu sudah tidak sedih lagi? Berbicara banyak sekali."

"Zola, tidak peduli apapun---aku---aku akan membunuh Emmeric. Kamu juga jangan melarang aku."

Aku ingin menangis lagi rasanya, kenapa aku jadi selemah ini. Tapi, aku merasakan detak jantung tuan muda, kemudian merasakan hembusan nafasnya yang membuatku merasa hangat di tengah guyuran hujan perasaan.

"Aku hanya tidak suka."

"Tidak suka?"

"Semakin membencinya, kamu semakin memikirkan dia." Tuan muda meraih tanganku. "Aku tidak suka kamu memikirkan pria lain selain aku."

Wounded Heart (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang