4. Bertahan Hidup

16.1K 1.1K 41
                                    

Polisi muda mengunjungi kami. Dia membawakan buah dan makanan. Reva yang sekarang selalu bolos sekolah menatapku dengan kemarahan.

"Kakak menyetujui menikah dengan Emmeric." Dia sekarang tak memakai embel-embel memanggilnya.

"Bajingan, sudah menikah masih memaksa menikahi wanita lain. Kalau kakak menikah dengannya, aku tak akan menginjakkan kaki di rumah itu.

Aku seperti mau muntah.

"Kakak takut kalau anak yang kakak kandung tidak punya ayah? Apa kakak berpikir bagaimana kalau dia lahir? Dia akan menanggung derita, menjadi anak yang lahir dari istri kedua. Melihat situasi ini aku tak yakin Emmeric akan melindunginya."

Aku berlari ke kamar mandi, memuntahkan semua yang aku makan. Sampai air mataku keluar. Aku mengelap mulutku dengan tisu basah. Reva masih mengomel.

"Kalau dia punya kekuatan, kenapa tidak sejak awal menolak pernikahan? Memang ini yang dia inginkan." Reva menyerocos tanpa henti.

Polisi muda menatapku, lalu dia berkata. "Kakakmu akan mempertimbangkan yang terbaik."

"Belum tentu, manusia kadang salah memutuskan. Nanti setelah jadi istri kedua, kakak akan disiksa seperti sekarang. Menyesal pun tak bisa bercerai. Lihat saja bagaimana dia tega membiarkan kakak dikurung di tahanan selama dua minggu untuk mendapatkan keinginannya. Ayah pasti tak akan tenang di surga."

"Reva, kamu terlalu cerewat. Bisa menelpon kantor kakak?"

"Kakak mulai bicara sejak pria itu datang, kakak masih cinta sama bajingan pemerkosa itu? Makan tu cinta!" Sekalipun dia murka, dia mengambilkan ponsel juga.

Polisi muda hanya diam, dia memakan snack-snack yang dia bawa. Aku menelpon Bu Marwa.

"Selma, a-aku sangat berduka. Aku akan mentransfer gajimu."

"Bu, maaf aku sudah izin bekerja selama ini."

"Selma- bagaimana ya. Maafkan aku, kamu tidak perlu datang bekerja lagi."

Aku sudah cukup sengsara untuk mendengar kabar pahit apapun jadi aku hanya mendengar.

"Karena aku ditahan?"

"Aku tau ada kesalah pahaman tapi-Emmeric mengatakan agar aku-jangan katakan padanya, kalau aku mengatakan ini padamu. Kamu sudah aku anggap adikku."

"Ya bu."

"Dia bilang kalian mau menikah, dia mengancam akan membuatku bangkrut kalau masih menerimamu bekerja di sini. Maafkan aku, Selma."

Aku menutup sambungan telepon.

"Aku pengangguran yang sedang hamil." Aku berkata sambil menyandarkan punggung di sofa. Aku menutup mata. Tak ada lagi yang kurasakan saat ini.

"Keluarga Thomas memang berkuasa." Suara polisi muda, menyusup relung-relung hatiku.

"Aku harus membunuhnya!" Reva memekik, suaranya sudah habis. Tapi dia masih saja berteriak-teriak.

"Kakak lihat? Apa masih mau menikah dengan orang seperti dia? Lebih baik aku pindah ke pedalaman."

Polisi muda tertawa, aku rasa itu adalah suara tawa pertama yang muncul di rumahku sejak kejadian itu. Saat mataku kembali membuka, kuamati dalam-dalam wajah polisi muda yang ternyata sangat tampan. Alisnya sepasang bewarna hitam, matanya juga kelam dan indah. Hidung dan dagunya terukir dengan menarik.

"Kamu mau pindah ke pedesaan?" Aku mengalihkan wajah, berbicara dengan Reva.

"Lebih baik." Adikku menjawab dengan mantap. "Aku pun sudah bosan sekolah."

Wounded Heart (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang