Di kelas dua SMA setelah menjalani kehidupan sebagai Davio, pemuda dari pedesaan. Hidupku cukup menyenangkan, sebagai Davio aku memiliki sifat yang berbeda bagaikan kami memang seseorang yang berbeda. Aku bermain bersama teman sebayaku, menjalani kehidupan dengan amat sangat normal. Sampai aku mau melupakan kalau aku adalah tuan muda keluarga Hadikusomo. Di villa, ada seseorang yang menggantikanku memakai topeng agar mata-mata istri pertama tidak curiga. Bukannya aku tidak tau beberapa kali pelayan telah disuap olehnya. Membuat aku harus sesering mungkin mengganti mereka.
Di kelas sebelah, ada seorang pria berwajah muram bernama Hugo. Dia adalah anak yang sangat bermasalah, miskin, memprihatinkan dan kurang kasih sayang. Sebenarnya kehidupannya aku perhatikan tidak jauh berbeda denganku, kami adalah sama.
Suatu ketika, dia sedang duduk termenung memandangi lapangan basket dan aku sebagai Davio yang ramah mendekati dia. Hugo, tidak memiliki teman karena dia memang mengucilkan dirinya sendiri.
"Kamu liatin apa, bro?" Aku memulai kalimat basa basi.
Dia melirikku, "Menurutmu?"
"Mana aku tau, aku bukan dukun."
"Kamu Davio kan?"
"Jadi, diam-diam kamu mengenalku. Lumayan tersanjung, berandalan sepertimu mengenal aku."
Dia mendengus, "Kehidupan ini sangat menjijikkan."
Kalimatnya itu membuatku terperangah, aku menjadi penasaran dengan kehidupan Hugo. Apalagi ditambah aku tidak ada kerjaan.
Di suatu hari hujan turun dengan deras, aku sedang menangkupkan kepalaku dengan tenang ke meja. Suasana yang dingin dan memandang teman-teman sekolah, benar-benar kehidupan normal. Ketua kelas masuk dan mengatakan kalau kelas tiga telah kehilangan ponselnya dan Hugo adalah tersangka.
Karena berkaitan dengan Hugo, lelaki yang kupikir sedikit mirip denganku aku juga ikut dengan kerumunan. Melihat ke arah kelas.
Hugo telah di tangkap, dia mencuri ponsel.
Kehidupan ini sangat menjijikkan, tetapi dia mencuri ponsel. Aku melihatnya. Seorang guru menangis, Hugo adalah seorang atlet saat SMP dia pernah meraih beberapa medali. Tetapi ayahnya pemabuk dan dia punya adik yang sedang sakit. Hugo sering dipukuli, tetapi tidak bisa kabur karena adiknya. Aku sudah menyelidiki dia.
"Aku tidak mencurinya." Hugo berkata.
Kalau dipikir, kehidupan ini juga buruk bagi Hugo, aku lihat banyak siswi-siswi yang menyukai dia. Hugo bertingkah misterius dengan kehidupan menyakitkan, seperti sering ditemukan pada tokoh-tokoh utama novel. Mungkin memang ada yang iri. Tetapi, si pemilik ponsel, seorang pria jangkung yang tergabung di klub futsal memaki-maki dia. Membuatku sadar akan perbedaan status dalam kehidupan ini, dulu aku juga sering marah-marah pada pelayan kalau makananku kurang sesuai.
Hugo dikatakan mau dikeluarkan dari sekolah, aku saja heran kenapa bisa demikian. Seorang Hugo nantinya putus sekolah, apa tidak menjadi sampah masyarakat? Aku pikir seandainya saat aku dimusuhi oleh dunia, aku juga ingin seseorang datang membantuku. Aku akhirnya memutuskan menjadi pahlawan untuk Hugo.
Tidak perlu diceritakan bagaimana aku membantu Hugo, yang pasti dia kemudian lepas dari segala tuduhan, bahkan beberapa guru meminta maaf. Kepopuleran Hugo semakin melejit, melebihi kepopuleranku. Aku pikir aku cukup populer, karena aku memiliki banyak teman dan beberapa siswi berusaha ingin dekat denganku.
Hugo mengajakku berjalan kami saat pulang sekolah, entah apa maksudnya.
"Aku tidak butuh bantuan kamu, sebenarnya." Dia berkata begitu. Masih dengan sikap dinginnya.
Aku tertawa saja, "Siapa bilang aku membantumu? Aku cuma melakukan apa yang aku sukai."
Hugo tertawa kecil, aku pikir itu tawa pertamanya. Hugo mengajakku pergi ke rumahnya. Rumah itu sangat kecil sampai membuatku tercengang, aku pikir aku memang belum pernah pergi ke rumah teman-teman sekolah. Selama ini lingkaran pergaulanku berbeda, rumah-rumah yang aku datangi setidaknya memiliki rumah tamu atau semacamnya.
"Abang sudah pulang?" Seorang anak kecil dengan tubuh kurus datang menyambut kami. Rumah Hugo rapi walau perabotannya terlihat kusam.
Aku menyapu ruangan dengan mataku, melihat di dinding bergantung medali dan piagam. Jadi benar Hugo dulunya seorang atlet. Hugo pergi menggoreng telur yang dicampur dengan tepung, katanya supaya bisa cukup sampai malam. Aku seketika menjadi lebih kaget, dulu aku suka membuang makanan. Lebih tepatnya, aku disediakan begitu banyak makanan sampai tidak mampu menghabiskannya.
Hugo bilang ini pertama kali dia mengajak seorang teman ke rumah, dia bilang melihatku ada sedikit kesamaan. Walaupun secara kasat mata, aku dan dia tampak jauh berbeda, tetapi Hugo bilang setelah ibunya meninggal ayah mereka berubah menjadi orang gila. Ternyata kami sama, tidak memiliki ibu lagi.
Adik Hugo kira-kira berumur 10 tahun, dia anak lelaki yang manis. Tetapi kurus. Aku bilang pada Hugo untuk mengajariku bela diri, nanti aku akan membayarnya dengan uang jajan. Hugo menerima, karena dia butuh uang untuk obat adiknya, aku bertanya dia sakit apa. Tetapi Hugo tidak menjawab, hanya wajahnya terlihat sedih.
Begitulah awal, aku dan Hugo bersahabat. Suatu ketika aku pergi dengannya, aku menyuruhnya memakai topeng, awalnya itu hanya bercanda. Tetapi siapa sangka, sebuah peluru menembus tangannya. Lagi-lagi percobaan pembunuhan terhadapku.
Itulah awal mula Hugo tau kalau aku memiliki identitas lain, sebagai Zolandra Hadikusumo. Anehnya dia tak takut, dia malah tertawa, mengatakan sejak awal dia tidak kaget. Dia telah mengawasi kepribadianku yang aneh. Aku tanya kenapa dia menyebutku aneh? Dia bilang, aku berkata berasal dari desa di dekat gunung, tetapi tingkah lakuku seperti tuan besar. Aku berpura-pura bersikap ramah dan hangat, tetapi mengetahui apa yang dia pikirkan, pastilah kehidupanku cukup buruk.
Setahun kemudian, adik Hugo meninggal dan ayahnya di penjara karena memukul orang di jalanan. Hugo bilang mau mengakhiri hidupnya saja, karena tidak tau lagi apa arti kehidupan ini. Kemudian aku ceritakan kalau ibuku menyuruhku bahagia, aku rasa ibunya juga ingin begitu. Hugo menangis saat itu.
Aku berpikir mau menjadi polisi saja biar bisa menyelematkan orang-orang seperti Hugo. Lagipula, aku juga sudah tidak tertarik lagi memakai nama keluarga Hadikusumo yang terlalu terhormat itu.
Di akademisi kepolisian aku memang diperlakukan seperti biasa, walaupun ada beberapa petinggi yang mengetahui identitasku. Hugo tidak mau menjadi polisi, katanya dia benci nanti kalau terpaksa menjadi polisi korup. Hugo memutuskan menjadi pengawal pribadiku, padahal aku katakan kalau dia adalah sahabatku. Tetapi dia berkeras. Aku mengganti namanya menjadi Hu, agar dia meninggalkan bayang-bayang masa lalunya yang sedih.
Tahun-tahun berlalu, Hugo telah beberapa kali menyelamatkan nyawaku. Tetapi sejak di villa, istri pertama ayahku sudah jarang melakukan serangan. Aku tau dia akan terus begitu, selama aku masih akan mewarisi seluruh kekuasaan keluarga Hadikusumo yang sebenarnya tidak aku inginkan.
Ketika aku dan Hu duduk bersama saat malam hari, aku berkata sebenarnya sudah sangat bosan menjalani kehidupan. Dia bilang kalau kamu saja berkata begitu, aku pasti sudah mati.
Aku sudah merasa tenang, tetapi entah kenapa aku belum merasa bahagia.
"Mencari kebahagiaan itu ternyata sulit untuk sebagian orang." Aku berkata pada Hu.
"Ibuku dulu bilang, dia sangat bahagia sekalipun kehidupannya sederhana. Karena dia berbagi kehidupan dengan orang-orang yang dia cintai."
Aku menghela nafas, "Cinta?" Aku memang mencintai ayahku, tetapi entahlah. Tidak bisa hidup bersamanya juga. "Aku rasa di dalam kehidupanku, tidak akan pernah ada cinta yang seperti itu." Memang benar, saat bersama ibuku aku merasa bahagia, karena beliau mencintai aku dengan tulus dan aku selalu bersamanya.
"Mungkin, kita hanya belum menemukannya."
Aku menoleh ke arah Hu, dia memandang lurus ke depan tetapi lamunannya terasa jauh.
"Tidak menyangka, bisa keluar ucapan begitu dari seorang sepertimu."
Hu tidak menjawab, aku rasa dia juga heran dengan ucapannya sendiri. Kami menghabiskan malam dengan minum beberapa kaleng bir dan kentang goreng.
🌿🌿🌿
Siapa kemarin yang ngirain Hu itu hantu? 🤣😭
29/05/21
KAMU SEDANG MEMBACA
Wounded Heart (END)
Любовные романыHR #1 in Romance Kekasih dan cinta pertamaku, Emmeric dengan teganya memintaku menjadi istri kedua karena dia akan menikahi wanita pilihan orang tuanya. Setelah menolak keras, Emmeric menjebakku dan menghancurkan masa depanku, setelahnya kehidupanku...