Malam hari terasa begitu hening, aku meletakkan Kela yang telah terlelap di keranjang bayi. Tersenyum aku melihat pipinya yang bulat dan menggemaskan, apa mungkin dia tau kalau kedua orang tua kandungnya bertikai karena dia?
Aku merasa suara langkah memasuki kamar bayi, tubuhku di peluk dari belakang. Terasa juga dagunya di bahuku.
"Sudah pulang?" Aku bertanya.
Tuan muda hanya bergumam, "Cantik seperti mamanya."
Aku mengangguk, "Dia mirip ayahku."
Tuan muda diam, aku tau kalau dia pernah melihat ayahku sebelumnya. Mengingat bagaimana aku belum membalaskan kematiannya, menghukum orang yang bersalah, sedikit menyiksa hatiku.
"Lelah sekali hari ini, apa kamu berminat memberi adik untuk Kela?" Tuan muda tertawa.
"Katanya lelah."
"Ayo kita ke kamar." Tuan muda menarik tangannya menarikku, "Jangan sampai Kela terbangun." Dia berbisik.
Tuan muda membaringkan tubuhku di atas tempat tidur, "Papa bilang apa?"
"Tidak apa-apa."
Tuan muda tertawa, "Kamu lupa aku punya bayangan dan mata-mata di mana saja?"
"Zo--Zola." Aku tercekat, sebenarnya aku ragu, di satu sisi tidak mau meninggalkan tuan muda, di satu sisi mustahil menyerahkan Kela pada Emmeric. Apa dia mengetahui pembicaraanku dengan tuan besar?
Tuan muda tersenyum penuh arti, "Kamu sudah terjerat. Jadi, tidak ada jalan keluar."
"Zola, kamu bicara apa?" Aku merasakan hembusan nafasnya di leherku.
Menghabiskan waktu bersama tuan muda selalu membuatku terbuai, mungkin karena perasaanku penuh kepadanya. Sentuhannya terasa menggetarkan tubuh dan kami saling menyatu dengan berjuta perasaan yang tak pernah bisa aku ungkapkan, bahkan suara-suara yang muncul adalah suara-suara yang tak dapat dimengerti.
Tuan muda menjelajahi tubuhku dan aku pun begitu, dia berkata ingin memberikan Kela seorang adik. Aku rasa aku tidak boleh egois, keinginan tuan muda, aku harus mengusahakannya.
Bibirnya yang selalu mempesona mengecupi bibirku lembut, dia terengah di atasku saat kamu terkulai bersama setelah mencapai puncak. Bergulungan di bawah selimut, dengan kulit terbuka dan halus saling bersentuhan.
"Apa masih lelah?" Aku tertawa dan melingkarkan tanganku di dadanya.
"Hilang sama sekali."
Suara tawaku pelan memecah keheningan kamar, "Selalu begitu."
"Cantik." Tuan muda membelai dadaku.
"Apanya yang cantik, kenapa menyentuhnya di sana?"
"Semuanya, tentu saja."
Kami saling berpandangan, tuan muda menatapku dan aku melihat bayangan diriku di kedua bagian hitam matanya. Di matanya, aku terlihat seperti apa?
"Tidurlah, kalau Kela menangis. Aku yang akan mengurusnya."
"Bukankah kamu bilang tadi kamu lelah?"
"Tidak apa."
"Zola." Aku berbisik.
"Ya."
"Kamu tau tidak, sejak bertemu kamu aku merasa jadi lemah."
Tuan muda mengangkat daguku, "Kenapa bicara begitu?"
Aku juga tidak mengerti, "Aku seperti sesak."
"Aku membuat kamu sesak?"
"Bukan begitu," aku meraba dadanya yang bidang, dia memang terlalu mempesona. "Aku seperti tidak berdaya, menurut kamu kenapa begitu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Wounded Heart (END)
RomanceHR #1 in Romance Kekasih dan cinta pertamaku, Emmeric dengan teganya memintaku menjadi istri kedua karena dia akan menikahi wanita pilihan orang tuanya. Setelah menolak keras, Emmeric menjebakku dan menghancurkan masa depanku, setelahnya kehidupanku...