5. Kebencian

14.8K 1K 23
                                    

Kondisiku sudah sangat pulih sekalipun aku sering menderita morning sickness. Aku melihat berita tentang keluarga Emmeric. Penuh dengan foto-foto mesra dia dan istrinya. Tersenyum begitu gembira mereka berdua.

"Kenapa kakak melihat-lihat berita itu?" Reva mengeluh.

"Tidak apa."

"Pria semua menjijikkan. Tapi Kak Davio tidak begitu."

"Kamu menyukai Kak Davio?"

"Tentu saja. Dulu aku tidak menyukai polisi, tapi Kak Davio berbeda. Dia seperti abang yang baik."

Aku melihat pada adikku, bibirnya maju dan matanya melotot. Dia terus mengomel, semakin cepat. Aku merasa dia begitu karena takut kalau berdiam diri dia akan mengingat ayah.

"Kalau kakak, bukan kakak yang baik?" Aku bertanya padanya.

"Kakak selalu yang terbaik, kecuali kalau mau menikah dengan Emmeric."

Aku mengabaikan ucapan adikku, "Kamu sudah mengurus surat-surat ayah?"

Reva mengangguk. Kami menghitung uang yang kami miliki semua ada lima puluh juta di tabungan.

"Sangat ironis." Reva mengeluh, kepalanya menggeleng-geleng.

"Apanya?"

"Bagaimana tabungan kita selama bertahun-tahun setara dengan uang yang dikasih cuma-cuma oleh Emmeric?"

Kami telah menghabisnya cukup banyak tabungan untuk melakukan renovasi rumah kemarin. Lagipula tidak bisa membandingkan keluarga kami yang sederhana dengan keluarga Thomas yang merupakan keluarga berkuasa.

"Kamu mau kakak memerasnya?" Aku mencairkan suasana dengan sedikit tertawa.

"Boleh saja, orang baik tidak akan hidup nyaman di dunia ini bahkan semakin teraniaya, sementara orang jahat semakin berkuasa."

Pintu kamar terbuka, aku melihat Linda masuk dengan seorang pria bertubuh hitam besar.

"Lihat jalang ini, enak sekali bersantai-santai di sini." Dia mendesis bagai ular piton melihatku. Aku hanya memandanginya. Reva segera memencel tombol memanggil perawat. Pria bertubuh besar mendorong Reva sampai terjerembab di lantai. Reva berteriak minta tolong.  Dia bangkit dengan murka.

"Silahkan berharap menjadi istri muda!" Wanita itu berteriak marah. Pria bertubuh hitam besar datang menamparku dengan kuat sampai kepalaku berdenging. Dia mau menamparku lagi, tapi aku tahan dengan tanganku. Telapak tangannya sebesar kepalaku, mana mungkin aku bisa menahannya. Dia terlalu beringas. Wajahku telah ditampar dikedua pipi.

Linda melihat beberapa buket bunga termasuk dari polisi muda. Dia membanting semuanya ke lantai dan menginjak-nginjaknya. Pria hitam besar mencekik leherku, aku nyaris tak bisa bernafas. Reva memukul kepalanya dengan nampan rumah sakit. Tapi kurasa itu cuma seperti belaian bagi dia. Dia mendorong Reva sekali lagi. Tubuh Reva terbentur tempat tidur. Aku menggapai-gapai dan berjuang membuka tangan pria hitam yang mencekikku. Air mata jatuh mengalir dari kedua mata ke pipiku, aku selangkah lagi menuju kematian.

Perawat masuk dan terpekik, pria hitam segera melepaskan tangan. Dia dan Linda pergi dengan cepat setelah keluar ancaman dari mulutnya, aku merasa ujung bibirku berdarah.

"Manusia iblisss!!!" Aku mendengar adikku berteriak, tapi dia pun lemas bergetar karena ketakutan. Dia memelukku sambil menangis.

Direktur rumah sakit tergopoh-gopoh datang dan meminta maaf karena tindak penganiayaan yang aku alami. Aku cukup kaget, direktur rumah sakit sampai datang sendiri. Dia bilang, Emmeric sudah menitipkan aku untuk dijaga dengan baik malah kecolongan seperti ini.

Wounded Heart (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang