Duka menyelimuti kami, Jane kehilangan nyawanya dalam tragedi kebakaran itu. Aku merasa tubuhku seperti dicabik-cabik beruang besar karena mengganggunya, seluruhnya sakit, pedih dan nyeri. Aku terdiam sendirian memandangi kolam ikan koi, polisi berkata itu terjadi karena hubungan jarak pendek arus lisrik. Sesuatu yang mustahil, berapa banyak nyawa lagi yang harus dikorbankan?
Aku berkata pada Marwa kalau aku ingin mengundurkan diri, agar tidak menimbulkan masalah lebih banyak lagi. Dia malah marah dan berkata, tidak mungkin itu kesalahanku. Rasanya aku ingin menangis sendirian. Hanya saja saking pedihnya dada ini, bahkan menangis sudah tidak mampu. Aku hanya melipat tangan dan menopangkan ke dagu. Berharap tarian ikan koi dan mulutnya yang bergerak-gerak dapat menghibur hatiku yang lara.
Reva mendatangiku dan berkata kalau ponselku sejak tadi berbunyi, Marwa yang menghubungi. Aku beringsut pelan dengan wajah tak bergairah. Marwa memintaku untuk datang, karena ada sedikit masalah. Aku menuju lokasi yang disebutkan oleh Marwa. Pagelaran kami memang ditunda karena kejadian itu, hanya saja tidak mungkin terus diam tanpa berbuat apa-apa.
Aku melihat Marwa dan berpelukan, tidak ada lagi tangisan. Karena air mata kami seperti sudah habis, Marwa menyewa sebuah tempat di komplek perkantoran secara temporary, untuk melanjutkan beberapa pekerjaan yang tertunda. Juga menyulapnya sedikit untuk menjadi butik mini.
"Bahan-bahan untuk membuat pakaian, sulit kita dapatkan dalam waktu singkat. Terutama untuk pakaian utama, kain yang digunakan harus dipesan minimal satu bulan."
Kami juga tidak mungkin membatalkan pagelaran, sekarang ini kami terjebak di atas seutas jembatan di atas jurang dalam tanpa bisa maju atau mundur.
Sebuah pesan masuk ke ponselku dari nomor yang tak dikenal, setelah beberapa kali mendapat pesan dari nomor tidak dikenal, aku bisa mengetahui ini adalah Emmeric. Aku membuka pesan.
Minum kopi denganku, aku bisa membantu.
Membantu? Membantu apa? Emmeric bahkan sampai menyelidiki apa yang terjadi di butik.
"Emmeric menawarkan bantuan." Aku berkata pada Marwa, dia menatapku. Keluarga Emmeric memiliki bank, mall dan beberapa merk pakaian ternama. Juga beberapa anak perusahaan lain, tentu tidak sulit baginya mencari supplier bahan pakaian yang langka.
"Selma, kamu tidak perlu melakukannya." Marwa mendesah.
Benarkah? Walaupun Marwa berkata begitu, aku mengetik pesan balasan. Aku sudah tidak takut pada Emmeric
Dimana?
Aku pergi ke salah satu coffeshop tempat dulu kami sering berkencan, saat aku masih mahasiswi. Bahkan pemilik kafe ada di sana dan mengingatku.
Emmeric dengan wajah begitu rupawan dan tubuh yang menggoda, berdiri menyambutku. Dia mengenakan kemeja bewarna gelap, dan rambutnya tertata dengan baik. Aku menghembuskan nafas. Duduk di hadapannya.
"Selma." Mendengar dia memanggil namaku dengan begitu lembut membuatku gelisah.
"Apa mau kamu?"
"Tidak. Aku cuma ingin membantu, aku tau kalian sedang kesulitan."
"Aneh juga, kamu dulu pernah mengancam Marwa untuk memecatku. Sekarang mau membantu, apa sih niatmu sebenarnya?"
Dengan enggan aku memandangnya, terluka. Karena menyadari pria yang dulu aku pernah cintai di setiap detik hidupku telah berpindah ke pelukan wanita lain. Mataku berkaca. Melihat itu Emmeric memucat, dia menjulurkan tangannya. Aku segera menarik dengan keras.
"Selma...tunggu satu bulan lagi. Satu bulan lagi."
"Emmeric, dulu aku sangat mencintaimu. Aku percaya semua janjimu, setelah kamu membuangku demi ambisi kamu, detik itu juga aku berhenti mencintai kamu. Sekarang aku sendiri tidak paham kenapa menemui kamu."
![](https://img.wattpad.com/cover/213583859-288-k348433.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Wounded Heart (END)
Roman d'amourHR #1 in Romance Kekasih dan cinta pertamaku, Emmeric dengan teganya memintaku menjadi istri kedua karena dia akan menikahi wanita pilihan orang tuanya. Setelah menolak keras, Emmeric menjebakku dan menghancurkan masa depanku, setelahnya kehidupanku...