Tuan muda, malam ini dia memintaku dan Kela tidur di kamarnya lagi. Apakah permintaan tuan muda itu dosa? Mengingat dia memandangi kami, berada dalam satu kamar dengan orang asing.
"Kak, kenapa kita tidak kabur saja sih? Kenapa menuruti keinginan tuan muda Zola untuk mengikutinya? Kita saja belum mencoba." Reva berkata.
"..."
"Bagaimana bisa tau kalau tuan muda Zola akan menghukum kita atau tidak? Apa selamanya kita akan menjadi tawanan? Tidak boleh pergi dari sini sama sekali?"
Kata-kata adikku tidak sepenuhnya salah, aku mengingat tawa tuan muda di meja makan tadi. Tawa yang menyimpan berjuta makna. Tidak dapat menyimpulkan apa yang ada dalam pikiran tuan muda.
Dengan membawa Kela aku masuk ke dalam kamar Tuan Muda, perabotannya sangat mirip dengan yang ada di kamar kami. Tirai-tirai jendela memantulkan cahaya lampu, tuan muda duduk di kursi.
"Zola, aku sedikit lelah. Aku..malam ini mau tidur lebih cepat." Dengan sedikit canggung aku berkata pada tuan muda.
"Ya." Sahut tuan muda.
Aku meletakkan bayi mungil yang menggemaskan di atas tempat tidur. Kela tidak pernah tidur di keranjang bayi. Selalu bersama di atas tempat tidur.
Sekalipun aku berkata ingin cepat tidur, aku masih kesulitan untuk bernafas. Berada dalam satu ruangan mencekam dengan tuan muda. Lampu kamar telah dimatikan, nafasku menjadi semakin tersengal.
"Balasan untuk yang tadi." Tuan muda bersuara, aku bahkan dapat melihat siluet tubuhnya yang sedang duduk. Apa dia tidak lelah tidur sambil duduk begitu? Apa yang mau dia katakan?"
"Katakan keinginanmu, aku akan mengabulkannya."
Tidak disangka tuan muda mengatakan itu, dia mungkin merasa bersalah telah mempergunakan aku untuk menyulut emosi ibu dan saudara tirinya. Belum lagi ada kata-kata ayahnya mengenai posisiku yang anak yatim piatu. Siapa sangka tuan muda cukup peka. Dia harusnya merasaka kesedihanku.
"Kalau aku mengatakan, aku ingin kembali ke rumah lamaku. Apa kamu setuju?"
"Baiklah. Tapi tinggalkan Kela di sini."
"Sama saja bohong." Tuan muda apa dia terobsesi pada bayi? Kalau dia ingin bayi, dia bisa saja memberikan spermanya ke rumah sakit. Kenapa harus menginginkan anak orang lain? Tubuhnya terbakar apa dia menjadi impoten? Aku jadi ingat saat melihat luka memanjang yang membelah punggung, seketika mematahkan asumsi tentang luka bakar di seluruh tubuh.
"Kalau kami pergi tanpa izin, kembali ke rumah lama? Hukuman apa yang akan kamu berikan, Zola?"
"Tidak ada."
"Seperti aku akan percaya saja."
"Kamu akan kembali ke sini." Suara tuan muda sekarang makin terdengar nyaman membelai telingaku.
Keyakinan tuan muda bahkan keluar menembus topengnya. Orang seperi Emmeric, ke ujung dunia juga dia akan mencari kami. Satu-satunya tempat dia tak bisa menyentuhku, Kela dan Reva adalah keluarga Hadikusumo. Apa itu benar?
"Tuan muda kalau mau tidur sambil melepas topeng lakukan saja, aku tidak akan melihat." Percuma berdebat soal kepulangan kami saat ini.
Kela terbangun menangis. Setelah menyusui dan membuatnya tidur kembali, aku segera terlelap. Aku termasuk orang yang mudah tidur, tidak masalah tidur sambil diawasi, mengingat aku pernah mendekam di tahanan selama dua minggu.
Perkataanku itu tidak ditanggapi olehnya. Tidur dengan menggunakan topeng dan pakaian lengkap bagaimanapun tidak nyaman.
***
Aku rasanya tidak ingin terbangun, hari yang melelahkan. Kalau berada di kamar tuan muda tidak bisa bergantian menggendong Kela dengan Reva. Pagi di saat aku terbangun, aku kembali melihat tuan muda menggendog Kela. Tuan muda mungkin sangat menginginkan keluarga yang utuh.
"Zola."
"Ya."
"Hari ini aku mau berkunjung ke makam ayahku, apakah kamu mau menjaga Kela?"
Tuan muda mengangguk tanpa menjawab.
Aku merasa keanehan, aku seperti menyuruh suami saja. Bergantian mengasuh anak. Buru- buru aku enyahkan pemikiran itu. Aku mengambil Kela dari gendongan tuan muda, terdengar suaranya sedikit berdecak.
"Mau memandikan dia dulu."
"Selma."
Selama perkenalan kami, baru kali ini aku rasa dia memanggil namaku.
"Pakailah supir."
Aku mengucapkan terima kasih, tetapi aku rasa tidak membutuhkan supir. Karena Reva yang akan membawa mobilnya.
Setelah menyimpan beberapa cadangan ASI di lemari pendingin aku dan Reva bersiap untuk mengunjungi makam ayah, juga rumah lama kami. Mungkin nanti pergi ke mall sebentar untuk membeli beberapa keperluan buat Kela, selama ini selalu membeli secara online rasanya ingin juga melihat baju-baju bayi yang mungil juga cantik.
Mobil kami, mobil suv biasa buatan Jepang. Tidak bisa dibandingkan harganya dengan milik tuan muda, Reva mengemudikan mobil dan menuju ke pemakaman. Karena terjebak macet kami sampai sudah hampir sejam. Makam ayahku rapi dan bersih, selalu terawat. Aku telah meminta saudara untuk memberi uang kepada penjaga makam. Sebenarnya tidak mau menangis, bagaimana lagi air mata menetes dengan cepat di wajahku dan adikku. Setelah berdoa, kami meninggalkan makam ayahku dan menuju rumah lama.
Rumah lama kami terlihat tak terurus, setelah hampir satu tahun di tinggalkan, bunga-bunga di dalam pot mati semua kecuali kamboja dan sansevieria. Kacanya juga berdebu tebal. Begitu kami sampai, ibu tetangga tampak kaget dan menghampiri.
"Selma dan Reva? Itu kalian?" Dia mendatangi kami dengan cepat. Kamu tersenyum dan menyalaminya.
"Ya Tuhan. Kalian ke mana saja?"
"Pergi ke rumah saudara, Bu." Aku menjawab.
"Kalian mau tinggal di sini lagi apa bagaimana?"
"Sepertinya tidak, kami menumpang di rumah saudara saat ini," jawabku lagi berbohong.
Ibu tetangga mengeluh, beliau memberikan kami nasehat kehidupan. Harus kuat dan tabah, tetap semangat. Masuk ke rumah ibu tetangga masih mengikuti, "Kalau kalian butuh orang untuk membersihkan rumah katakan saja, nanti ibu bilang sama mbak di rumah. Kasih aja uang jajannya sedikit."
Melihat kondisi rumah kami saat ini, rasanya itu cukup bagus. Akhirnya aku memutuskan untuk membayar bulanan dan meminta ibu tetangga mengurusi orang yang akan membersihkan rumah setiap hari. Jaga-jaga siapa tahu kami akan kembali lagi ke rumah ini.
Setelah memberikan duplikat kunci rumah, ibu tetangga pergi meninggalkan kami.
Dulu rumah ini sempat mau dijual, hanya saja polisi muda keburu pergi. Akhirnya tidak jadi.
"Ayo kak, kita cari belanjaan buat Kela. Nanti kelamaan dia bersama tuan Zola. Bagaimana kalau tuan muda tidak mau melepas ibunya?" Reva tersenyum penuh arti. Ada-ada saja, Kela yang ditinggalkan kenapa ibunya yang tidak mau dilepas.
Aku tertawa geli, "Bagaimana kamu selalu menjodoh-jodohkan kakakmu dengan pria lain?"
"Memang kenapa? Kakak cantik, pintar, berkepribadian menarik. Kalau ada laki-laki yang tidak suka berarti dia bodoh."
"Kamu mengatakan itu karena kakak adalah kakakmu."
"Kakak tau itu tidak benar, teman-temanku juga berkata demikian."
Kami masuk ke mobil dengan Reva berceloteh sepanjang jalan. Pergi ke mall terbesar di pusat kota.
Baru saja melangkahkan kaki keluar dari pintu mobil wajahku seketika pucat dan tubuku lemas. Sosok yang selalu menghantuiku muncul tepat di hadapanku. Sosok bertubuh tinggi dan berwajah mempesona.
"Emmeric?"
☘️
22/03/20
KAMU SEDANG MEMBACA
Wounded Heart (END)
RomanceHR #1 in Romance Kekasih dan cinta pertamaku, Emmeric dengan teganya memintaku menjadi istri kedua karena dia akan menikahi wanita pilihan orang tuanya. Setelah menolak keras, Emmeric menjebakku dan menghancurkan masa depanku, setelahnya kehidupanku...