Di pagi hari, tuan muda bersiap ke kantor. Aku seperti biasa menyiapkan keperluannya. Belakangan tuan muda kerap terpantau melamun, begitu melihatku dia seketika tersenyum. Aku bukannya ingin mencurigai suamiku, hanya saja mengingat kalau dia telah melakukan banyak hal untukku, di dalam hati ini aku merasa sekarang aku yang harus membantunya.
Aku memikirkan kalau tuan muda tak ingin memberitahukan masalahnya karena takut aku khawatir, tuan muda orang yang paling menyayangi aku setelah ayahku, ditambah lagi saat ini dia bersikap lain karena ada bayi dalam perutku. Dia pergi setelah mencium sayang perutku dan mengecup keningku juga.
Di dalam kamar aku berpikir, saat ini aku memiliki banyak uang juga. Tetapi seandainya aku mengirim orang untuk memata-matai suamiku, mungkin ada yang akan curiga. Aku sampai lupa mengatakan soal cek dari tuan besar.
Aku bersiap dengan pakaian kasual, saat ini pakaianku masih muat. Terdengar keributan dari depan, astaga apa lagi itu? Sekaan hidupku tak pernah ada kata damai. Aku bergegas menuju ruang tamu dan melihat Elysa seperti kuda betina liar dengan kaki menghentak-hentak.
"Ada apa?" Aku bersikap sopan, menghargai dia adalah saudara tiri dari suamiku. Tetapi tampaknya wanita itu sedikitpun tak mau menghargai aku. Jangan salahkan kalau nanti aku bersikap kasar.
"Wanita penyihir." Seketika dia mengata-ngatai aku. "Apa kamu pakai ilmu hitam biar Zola tunduk di bawahmu?"
Aku melihat Bibi Ana marah saat dia mengataiku, aku segera memintanya menahan diri.
"Tidak mengerti apa maksudnya itu."
"Sudah, nggak usah pura-pura, pikirmu tak ada yang tau kamu perempuan macam apa. Sekarang berusaha menguras harta keluarga Hadikusumo!"
Aku mendengar Elysa bicara saja lelah, apa dia tidak lelah?
"Jangan bilang kalau kamu nggak tau, Zola telah mengalihkan semua asetnya padamu!"
Aku menutup mata sebentar, perkara ini, aku sendiri baru saja mengetahuinya. Masalah harta dan harta, apa orang kaya tidak punya masalah lain untuk dipikirkan? Seperti dikejar-kejar mantan pacar misalnya?
"Elysa." Karena dia dan suamiku seumuran aku memutuskan memanggil nama saja. "Soal itu tanyakan saja pada suamiku."
Elysa berdecih, melirik perutku seperti tidak suka. "Jelas saja dia membelamu, entah apa yang merasuki dia, sampai berbuat begitu jauh untuk wanita sepertimu."
Aku tertawa, mungkin melihat itu wajah Elysa menjadi pucat pasi.
"Suamiku orang yang sangat hebat, dia mau melakukan apapun untukku. Jadi dengan kata lain, aku wanita yang sangat hebat juga bukan?"
"K-kau ...."
Elysa tampak tak percaya dengan ucapanku, wajahku juga tegas dan tubuhku tegak bagai gunung. Tapi bukan Elysa namanya kalau mulutnya tak berbisa.
Dia mencibir, "Kalau begitu lihat saja apa yang akan kamu lakukan untuk melindungi calon bayimu."
Seketika wajahku merah, "Kamu mengancam?!"
"Pikirkan saja kata-kataku," Elysa pergi dengan gaya biasa. Setelai menebar badai di rumah orang, bisa bersikap begitu santai. Mengherankan.
Bibi Ana memandangku dan segera meminta maaf karena membiarkan dia masuk, bukan salahnya juga. Mana dia tau sifat Elysa seperti itu.
Aku berusaha mengabaikan masalah dengan Elysa, karena hari ini aku bermaksud mengikuti suamiku, lebih baik tidak terpengaruh hal-hal omong kosong begitu. Aku pergi ke kamar dan kembali bersiap.
Di butik untuk berapa kalinya aku berkata pada Marwa untuk menjadi pegawai freelance, lagi-lagi dia belum menyetujui.
Marwa mengucapkan selamat dan berniat mengadakan baby shower. Aku sebagai pegawainya seolah memiliki hak istimewa, selain aku tidak fulltime di kantor, aku juga kerap meminta izin. Walaupun sejak awal Marwa berkata itu tidak masalah, aku merasa tidak enak saja.
![](https://img.wattpad.com/cover/213583859-288-k348433.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Wounded Heart (END)
RomanceHR #1 in Romance Kekasih dan cinta pertamaku, Emmeric dengan teganya memintaku menjadi istri kedua karena dia akan menikahi wanita pilihan orang tuanya. Setelah menolak keras, Emmeric menjebakku dan menghancurkan masa depanku, setelahnya kehidupanku...