16. Gangguan

9.5K 778 30
                                    

Aku melihat tubuh Reva dengan segera menegang, kemudian menghadang aku yang seketika menggigil gemetaran. Takut saat melihat Emmeric.

"Selma. Selma aku mencari kamu sayang." Wajah Emmeric tampak berubah gelap saat aku mejauhinya seperti ketakutan.

"Kak Emmeric! Menyingkir dan jangan ganggu Kak Selma!" Mata Reva membulat menyimpan amarah.

"Aku mau bicara." Dia melirik pada Reva. "Berdua saja dengan kakakmu."

"Tidak bisa. Jangan ganggu kakak lagi."

"Reva, tunggu kakak di dalam." Aku berkata. Menghindari Emmeric juga percuma, di keramaian begini dia juga tak bisa melakukan sesuatu.

"Kak!" Reva memprotes.

Emmeric segera menarik tanganku, terasa kehangatan menjalari tangan ini. Aku membencinya. Harusnya tangan itu menjadi tangan suamiku di masa depan, nyatanya? Dia sekarang milik orang lain bahkan sedang menunggu kelahiran anak mereka.

Pria itu terus menarikku, aku menduga dia masih terus mengawasi rumahku menunggu aku kembali. Emmerick memaksaku duduk di sebuah cafe di dalam mall. Dia memesan makanan dan minuman yang dia tau akan aku pilih, langsung mengeluarkan kartu untuk membayar.

"Sekarang katakan apa yang terjadi sampai kamu meninggalkan aku?"

"..."

Ingin menyumpah tapi bibirku terasa kelu, bahkan gurun sahara masih lebih lembab ketimbang bibirku saat ini. Aku mengalihkan pandangan. Suara Emmeric tenang dan lembut.

"Kamu keguguran? Kenapa langsung pergi, kita bisa mencoba lagi sayang?"
Emmeric meraih tanganku, seketika aku menariknya. "Selma."

"Aku tidak mau menikah denganmu." Dengan wajah tegas aku memandang dia.

"Selma." Emmeric menatap ke dalam mataku, aku menunduk. Ingin rasanya menangis. Enam tahun mencintai, mana bisa begitu saja melenyapkan rasa. "Selma."

"Emmeric, aku tidak bisa menjadi yang kedua."

"Bertahanlah sebentar saja, ini cuma status. Kamu tetap satu-satunya bagiku Selma. Kamu tau bagaimana aku begitu mencarimu selama ini?"

"Istri kamu bukankah sedang hamil?"
Aku melihat wajahnya menjadi gelap mendengar ucapanku.

Dia memilih untuk mengabaikannya, "Makanlah dulu, kamu sangat kurus."

"Aku tidak makan lagi denganmu. Apa kamu melupakan apa yang terjadi saat terakhir kali kita makan bersama?"

"Selma. Kamu tau kenapa aku melakukan itu?"

"Kamu bajingan brengsek."

Dia memejamkan mata, "Jangan membuat aku marah, sayang."

Sekarang dia mulai tidak sabaran, "Aku mau lihat kemarahanmu. Kenapa? Mau menggugatku lagi? Membuatku memdekam di tahanan?"

Emmeric memasang wajah penuh kesedihan yang tak bisa aku percaya dia bisa berekspresi begitu.
"Begini. Pindahlah ke rumah yang aku belikan untuk kamu. Di sana nanti aku akan terus bersama kamu."

"Supaya istrimu bisa membunuhku?" Aku tertawa, bisa saja dia membakar seiisi rumah seperti yang dilakukan oleh ibu tiri tuan muda. Mengingat itu membuat bulu di tubuhku berdiria semua, seketika juga mengingat tuan muda.

"Selma, sejak awal kami telah melakukan perjanjian. Ini cuma sekedar kontrak."

"Aku rasa dia tidak berpikir begitu. Oh, menurutku dia itu wanita yang menyukai kamu sejak dulu bukan?"

Emmeric diam lagi, rahangnya yang keras dengan bulu-bulu tipis memang sangat tampan. Belum lagi mata kelabunya, dulu setiap dia memandangku dengan mata indahnya itu, aku selalu tersipu malu. Betapa tampan kekasihku.

Wounded Heart (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang