14. Makan Malam Keluarga

10.3K 831 17
                                    

Tuan muda tidak keluar dari kamarnya sejak kami sampai tadi siang. Entah apa yang dia lakukan di dalam kamar, sangat betah sekali. Aku membawa Kela duduk di ruang tamu, sedangkan Reva membaca berita di ponselnya. Pelayan wanita sedang menyiapkan makanan di dapur dan pelayan pria membersihkan taman di sekitar bungalow.

"Kak, aku sedang meneliti keluarga Hadikusumo, luar biasa ternyata mereka orang yang sangat berkuasa."

"Meneliti?" Aku tertawa mendengar istilah Reva, "Dek, kamu selagi di sini pergilah melanjutkan sekolahmu. Saat ini mungkin kamu tidak merasakannya, tapi nanti bagaimana?"

Reva meletakkan ponselnya, "Belajar sangat membosankan."

Sejak dulu aku tidak bisa memaksa Reva, dia baik dan penurut tapi untuk hal-hal tertentu, cuma ayah yang bisa mengaturnya.

Pelayan wanita pergi mengantar cemilan sore ke kamar tuan muda, dia kembali menemui kami.

"Nona Selma, nanti jam tujuh bersiaplah untuk menemani tuan muda makan malam dengan keluarga besar."

Sekalipun kaget aku mencoba menenangkan diriku, pelan-pelan aku memberikan Kela ke Reva.

"Apa yang tuan Zola katakan?"

"Menyampaikan pesan kalau Nona Selma akan pergi dengan Tuan untuk makan malam nanti malam."

Benar-benar, aku bukannya disuruh datang ke sini untuk mengurusinya? Dalam kepalaku berpikir, Tuan Zola mau mencari calon istrikah? Aku masuk kandang harimau. Saat memandang Reva, dia juga tak tahu harus berkata apa.

Aku tidak membawa banyak gaun, karena tuan muda juga tidak memberikan informasi mengenai keluarganya, tidak tahu bagaimana tipikalnya. Pernah bertemu dengan kakak keduanya yang bernama Melly juga bersikap aneh dan berubah-ubah. Aku keluar kamar dan mengetuk pintu tuan muda. Di villa, tidak bisa mengetuk pintu kamarnya karena harus naik ke lantai dua. Tapi di sini, kamar kami bersebelahan.

Tuan muda membuka pintu.

"Aku tidak mau pergi." Aku berkata padanya. Tuan muda menahan sebelah tangannya di kusen pintu, tubuhnya yang tinggi memakai topeng dan pakaian serba hitam membuatku mundur selangkah.

"Kenapa?"

"Tidak tau untuk apa. Lagipula aku tidak memiliki pakaian yang cocok."

"Jadi pakaian yang sedang dipakai saat ini?"

Daster rumahan yang aku pakai berlengan pendek dengan motif batik di bagian lengan dan bawahnya.

"Ini pakaian rumahan."

"Pakai itu saja." Tuan muda menutup pintunya di hadapanku. Arogan, sangat arogan. Mengatakan agar aku memakai daster saja? Itu hanyalah pemaksaan kekuasaannya. Aku kembali ke kamar dengan sedikit kesal, memutuskan untuk mengenakan terusan polos bewarna biru tua modelnya biasa saja, tapi itu adalah dress satu-satunya yang mungkin layak untuk makan malam keluarga. Selain tidak bisa membaca hatinya ditambah dengan tidak bisa membaca raut wajahnya.

Ketika keluar kamar aku melihat tuan muda memakai kemeja hitam lengan panjang dan sarung tangan bewarna putih, dia mengenakan celana bewarna hitam juga dan sepatu hitam. Melihat penampilannya yang rapi dan formal, aku mulai mempertanyakan penampilanku, sampai Reva datang.

"Aku ngeri mau mengatakan ini kak, tapi kalian terlihat serasi." Reva bahkan tidak tersenyum saat mengatakan itu.

Tuan muda, biar bagaimana pun tetap berpakaian rapi saat mau makan malam bersama keluarga. Dia tentu masih menghargai. Aku melirik ke arahnya. Kalau dipikirkan lagi, setahun terakhir hidupku tiba-tiba berubah 180 derajat.

Wounded Heart (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang