63. Intrik

3.3K 355 16
                                    

Senandung malam membuaiku dalam tidur panjang, aku merasa sangat kelelahan. Saat terbangun karena mendengar tangisan X, aku menyadari kalau tuan muda memelukku dalam tidurnya. Aku memang bodoh, tapi aku rasa tuan muda lebih bodoh karena memilihku sebagai cinta dalam hidupnya. Sekalipun aku belum banyak memberinya selama menjadi istri, satu yang kujanjikan, mencintai dia selamanya.

"Apa X bangun?" Kudengar suara tuan muda lirih, saat aku kembali berbaring di atas ranjang. Tuan muda pernah berkata kalau dia tak pernah bisa tidur nyenyak, sebelum tidur denganku. Aku katakan, bisa saja aku membunuhnya. Lalu, tuan muda berkata lagi dia rela mati kalau aku yang membunuhnya. Cinta itu memang buta, apa yang dilihat tuan muda dalam diriku?

Aku mengangguk, "tidurlah lagi." Aku mendapat informasi kalau kondisi proyek di selatan semakin kacau, apalagi ada seorang anggota dewan yang berkicau kalau telah menerima suap dari bawahan tuan muda karena spesifikasi yang tidak sesuai. Tuan muda bilang bisa menyelesaikannya, tetapi aku tetap khawatir, karena sepandai-pandainya tupai melompat, sesekali bisa jatuh. Apalagi musuh utama tuan muda adalah ibu dan saudara tirinya, sedang ayahnya sedang tak berdaya. Itu artinya, tuan muda hanya memiliki aku sebagai istri. Apa yang harus aku lakukan?

Ketika menyiapkan makan siang, aku mendengar suara Reva dari luar. Aku meminta asisten rumah tangga melanjutkan masak. Di luar melihat Reva menggendong X dan Kela terpekik gembira. Rasa haru menyeruak, baru beberapa bulan tidak bertemu rasanya begitu bahagia. Aku heran bagaimana dia bisa masuk, bagaimanapun penjaga di gerbang rumah pastilah belum mengenalnya, karena dia orang baru.

"Halo kak." Reva tertawa melihatku. "Aku lapar, ada makanan apa?"

Dia pulang tidak bilang, ingin memberi kejutan katanya. Aku curiga kalau dia dijemput oleh Hu, padahal Hu harusnya mengawasi X di rumah. Pastilah, Hu juga yang meloloskannya masu. Sepertinya aku harus bertindak terhadap mereka berdua. Aku tertawa dalam hati.

"Aku dengar kakak sekarang menjadi asisten Kak Zola, kenapa hari ini nggak ke kantor?" Reva makan dengan lahap, berkali-kali berucap syukur bisa makan masakan tanah airnya lagi.

"Kak Zola mau makan siang buatan rumah."

"Sekarang aku tau kenapa Kak Zola tak mau melepaskan kakak, masakan kakak sangat cocok dengan perutnya," ejek Reva.

Aku tertawa, itu mungkin saja. Ternyata aku punya kelebihan.

"Kakak juga berhenti menjadi desainer? Bukankah itu cita-cita kakak, memiliki merk sendiri?"

"Setelah memiliki dua orang anak, cita-cita kakak berubah, kakak ingin yang terbaik saja untuk keluarga."

"Aku makin tidak ingin menikah dengan orang berkuasa. Melelahkan."

"Masa depan mana ada yang tau." Aku juga tak pernah berpikir dulu, kalau aku menjadi bagian dari keluarga Hadikusumo.

"Aku dengar kakak menemui Emmeric?"

Aku mendongak, bagaimana dia bisa tau?

"Apa Hu yang memberi tau?"

Reva mendengus, "Hu? Sampai matipun dia tak akan memberitahu soal tuannya."

"Terus, apa papa Kela dan X?"

"Ada di gosip bawah tanah." Reva memamerkan senyum khasnya.

Aku jadi tertawa, Reva melanjutkan. "Beritanya langsung hilang, mungkin campur tangan Kak Zola."

"Begitu."

"Kakak ini bodoh."

"Reva, kamu ngatain kakakmu."

"Kakak memang membutuhkan aku sebagai penasehat pribadi kakak. Liat aja, begitu aku nggak ada, kakak mulai melakukan hal aneh. Seperti bertindak sendiri, sejak dulu itu keanehan kakak."

Wounded Heart (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang