43. Kehangatan

7.9K 604 54
                                    

Aku bangun dalam dekapan tuan muda, syukurlah masih pukul lima pagi. Aku diam-diam keluar setelah mendaratkan sebuah kecupan di pipinya. Pergi menuju dapur tercium aroma masakan pelayan wanita. Dia menyunggingkan senyum padaku. Setelah melihat kegiatan pelayan wanita, aku kembali ke kamarku. Menggendong Kela si bayi gendut, tak terasa waktu bergulir begitu cepat. Setelah menyusui Kela sampai dia kenyang, aku mandi dan pergi menyiapkan sarapan tuan muda.

"Selma," pelayan wanita membuka pembicaraan.

"Ya bu?"

Dengan telaten pelayan wanita menghidangkan omelet dan sup jamur di meja.

"Segeralah menikahi tuan muda."

Aku menoleh sambil tertawa, "Ucapan itu salah."

"Tuan muda Zola pastilah ingin segera menikahi kamu, tetapi dia cemas. Wanita begitu cantik mau menikah dengan dia, pastilah ada ragu."

"Ibu sudah lihat dia bukan? Bagaimana mungkin orang setampan itu bisa cemas mau menikah denganku."

"Selma, sebenarnya sudah curiga kalau tuan muda hanya berbohong tentang luka bakarnya sejak dulu. Tetapi dia melakukan itu, juga mengasingkan diri sekian lama tanpa mau identitasnya terungkap, pastilah ada rahasia. Bisa saja dia menyimpan ketakutan. Kamu bagai matahari bersinar begitu cerah walau dalam kesedihan, pastilah tuan muda merasa tidak percaya diri."

Aku terdiam mendengar kata-kata pelayan wanita, pelayan wanita terlalu memujiku. Tetapi tadi malam aku sudah mengatakannya. Perasaanku yang dalam yang selama ini tak dapat aku ungkapkan. Semoga aku dan tuan muda bisa lebih saling memahami.

Pelayan wanita pergi memanggil suaminya, kami di rumah ini sudah seperti keluarga saja. Aku merasakan tangan yang kuat memeluk pinggangku.

"Zola." Mendadak tuan muda begitu agresif, bagaimana seandainya ada yang melihat tingkahnya?

"Sarapan apa hari ini?" Dia bertanya sambil meletakkan pundak di bahuku. Suaranya seperti bisikan membuat tubuhku tegang. Tuan muda di masa lalu kadang begitu menakutkan, tetapi sekarang dia begitu hangat. Mana bisa mengatakan aku matahari kalau begitu.

"Sup jamur."

Aku berbalik, lampu di dapur masih menyala. Sedikit semburat cahaya mulai masuk dari sela-sela jendela, pertanda matahari mulai muncul.

"Hari ini pergilah bertemu dengan wedding planner. Aku sudah menghubunginya."

"Zola. Kamu---Hmm maksudnya, kapan tanggalnya."

"Tanggal 11 bulan depan."

Aku mengangkat mataku dan memandanginya lekat. Itu kurang dari tiga minggu lagi.

"Apa itu hari yang spesial?"

"Tidak juga, hanya sepertinya sudah tepat." Terlihat sebuah kilatan di matanya. "Apa kamu keberatan?"

Aku menggeleng cepat, lebih baik. Aku sudah memantapkan hatiku. Aku, Reva dan bahkan Kela semuanya begitu lengket pada tuan muda. Jadi tidak mungkin dia seseorang yang banyak memiliki muslihat, tidak mungkin bisa menipu begitu banyak orang. "Aku mau."

"Katakan saja apa yang kamu suka untuk acaranya, apa yang kamu inginkan."

"Aku mau pernikahan ala dongeng-dongeng dalam cerita. Bagaimana? Kamu sanggup tidak." Aku melepaskan tangan tuan muda saat mendengar suara langkah masuk. Dia tertawa kecil.

"Tidak masalah, lakukan apa yang kamu mau."

Pelayan wanita dan suaminya datang dengan senyum sumringah, mereka sering mengatakan kalau aku telah membawa kebahagian bagi mereka semua. Terutama karena sejak awal pelayan mendampingi tuan muda, pria itu selalu kaku dan tertutup. Sekarang mendadak membuka topeng dan begitu perhatian. Aku pikir tuan muda hanya butuh orang yang memberinya kasih sayang, maka dia akan membalasnya berkali lipat.

Wounded Heart (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang