Sinar matahari pagi menyusup dari sela-sela tanaman mawar, aku yang sedang hamil menyiraminya dengan pelan. Sangat bahagia walau ada sedikit ruang kosong, karena Reva dan Kela belum kembali. Tapi, tuan muda meyakinkan kalau mereka baik dan sehat dalam perlindungan Hu.
Tuan muda berkata akan bernegoisasi dengan Emmeric Thomas atas insiden yang terjadi menggerogoti perusahaan mereka dari dalam. Saham keluarga Thomas menggelinding ke level terendah sepanjang hayat mereka. Aku pikir semua pemberitaan sudah begitu banyak mengulas kasus itu, tetapi aku tidak mau peduli.
"Selma." Suara menghentikan lamunanku, aku menoleh dan melihat sosok yang mirip suamiku. Itu Tuan besar. Beliau datang dan wajahnya terlihat lembut, tidak tegang seperti terakhir kami bertemu. Pastilah suasana hatinya baik.
"Papa." Aku meletakkan penyiram bunga dan berjalan masuk melalui beranda samping. Aku meminta pada pelayan untuk membuatkan minuman dan cemilan pagi, kemudian menyusul tuan besar di ruang tengah. Beliau telah duduk bersantai di atas sofa.
"Kamu hamil?" Pertanyaan tuan besar sebenarnya cukup mengagetkan, karena aku dan tuan muda masih belum menceritakan pada keluarga besar tentang ini. Hanya saja melihat bagaimana cara kerja orang berkuasa selama ini, jelas tuan besar telah mengintai kami seperti elang.
"Ya."
"Apa itu anak Zola?"
Pertanyaan tuan besar seketika menyentakku dan membuat murka, aku bukanlah perempuan murahan. Aku bangkit dengan segera dari kursi.
"Duduklah, jangan marah." Tuan besar menghela nafasnya. Dia mengeluarkan cek dari dalam saku jasnya.
"Papa mau menyuhku meninggalkan Zola lagi?" Seketika hatiku sakit sampai tak tertahankan.
"Bukan. Papa akan memberi jajan untuk cucu pertama papa." Tuan besar memberikan cek kosong padaku. "Ini untuk membeli perlengkapan bayi, tulis saja berapa yang kamu mau. Duduklah Selma."
Akhirnya aku kembali duduk. Aku cukup bingung menyikapi hal itu, apakah aku harus menerima atau menolak? Dalam kondisi begini.
"Terima saja, ini pemberian kakeknya."
Akhirnya aku memutuskan untuk menerima, nanti aku akan bertanya pada tuan muda perihal cek ini.
"Maaf, aku tidak mengikuti keinginan papa saat itu." Suaraku terlihat bergetar sedikit, di hadapan mertua aku seperti tikus yang mengkerut kedinginan. Apa ini wajar?
"Apa kamu mengirim anakmu pergi?" Tuan besar terlihat tersenyum sekilas.
"Papa bilang mau menjadi bagian keluarga Hadikusumo harus siap berkorban, aku ... tidak mau meninggalkan Zola, pengorbanan yang bisa aku lakukan adalah berpisah sementara dari anak dan adikku."
"Kalian berdua sama-sama pembangkang."
Aku menatap ke arah mata tuan besar, matanya pualam seperti mata suamiku. Tapi mata tuan muda lebih bening dan menawan, aku pernah melihat foto ibu tuan muda, begitu cantiknya. Wajar saja tuan besar sangat mencintai beliau.
"Pa-papa bilang, papa berkorban mengabaikan orang yang papa cintai demi menikah dengan orang lain. Tapi ... papa sendiri tidak mampu bertahan? Buktinya papa lebih memilih menjadikan mama suamiku sebagai istri kedua, membuat mereka menanggung derita ...." Aku tak mengerti darimana keberanianku berkata begitu panjang pada tuan besar, apakah karena ada kekuatan tuan muda saat ini bersemayam dalam tubuhku. Seketika aku meraba perutku.
Aku melanjutkan, "papa memilih demikian karena tak ingin berpisah dengan mereka."
"Kamu pintar bicara."
"K-karena itu, aku cuma wanita biasa. Kasih sayang tuan muda, aku tak mampu meninggalkan dia sampai dia yang memintaku meninggalkan dia."
"Sepertinya aku salah menilai kalian berdua, aku sangat kaget melihat Zola mendesak dirinya sampai seperti ini." Tuan besar tertawa senang. "Memang ... Tadinya aku pikir dia orang yang berhati lembut, tapi dia jadi keji kalau menyangkut dirimu."
Mereka keluarga gila, aku mengeluh. Bahkan seorang ayah lebih senang anaknya bersikap keji ketimbang lembut.
"Baiklah. Aku tak akan memintamu meninggalkan Zola lagi."
"Apa yang papa katakan?" Suara tuan muda yang tiba-tiba begitu dingin. Entah kapan dia pulang, suara langkah kakinya tak terdengar.
Wajah tuan besar memucat, beliau sangat takut kalau anak laki-laki kesayangannya membenci dia.
🌿
Di malam hari aku begitu gelisah, tuan muda bersikap biasa. Bahkan memeluk dan mencumbuku mesra sebelum dia mandi. Tapi, aku mengetahui kalau dia tadi mengamuk saat bicara berdua dengan tuan besar. Mungkin dia marah juga padaku, karena menyimpan rahasia, tidak mengatakan kalau saat itu tuan besar memaksaku meninggalkannya.
Hanya saja, aku seorang ibu juga pernah menjadi anak. Hubungan tuan muda dan ayahnya, selama ini sedikit renggang karena peristiwa lalu. Mana mungkin aku menambah jurang di antara mereka.
Tuan muda keluar dari kamar mandi, dada juga rambutnya basah dan sangat mendebarkan hatiku. Di wajahnya muncul senyum rupawan, matanya yang hitam juga menatapku seakan tak mau berpaling. Seakan aku seorang dewi. Kata tuan muda memang begitu, selamanya aku dewi penguasa hatinya.
Tuan muda memakai celana pendek dan membiarkan bagian atasnya terbuka, mungkin dia mau menggodaku. Kami berbaring di atas ranjang, padahal masih pukul tujuh.
"Zola, apa kamu marah sama papa?" Aku menanyakan hal yang seharusnya tidak perlu lagi aku tanyakan.
"Ya."
"Maafkan aku, aku tidak bermaksud menyembunyikannya."
Tuan muda menyusupkan tangan melalui dasterku, membelai perutku dengan lembut. Helaan nafasnya terasa pelan membelai leherku.
"Bukan salah kamu."
"Tapi ... kamu jangan marah lagi ke papa. Aku nggak mau kalian semakin bermusuhan."
Tuan muda tampak memikirkan sesuatu, "Lebih baik kita membahas persiapan menyambut bayi."
Aku mulai tertawa, "Masih lama."
"Aku tidak sabar." Tuan muda berkata kalau dia telah membuat Emmeric Thomas menandatangani perjanjian kalau dia tidak akan meminta hak asuh atas Kela lagi, lelaki ambisius itu menyanggupi demi menyelamatkan perusahaannya yang kacau. Emmeric selamanya tak akan memilih aku dan anakku, sebenarnya untuk apa dia mengejar kami?
Mataku berkaca, aku merasa lega. Tak tau lagi harus membalas bagaimana suamiku ini.
Dengan bersemangat aku mencium seluruh wajahnya, membuat ketampanannya makin menjadi. Tuan muda meletakkan kepalanya di dadaku. Dia bilang kenyamanan bersamaku untuk seumur hidup. Aku jadi menangis. Tuan muda bilang kalau dia akan meminta Hu kembali segera. Tak terbayangkan bagaimana perasaanku bergejolak, gembira tak terkira. Aku pikir akhirnya mendapat kebahagiaan dan ketenangan dalam kehidupan ini.
Suara tuan muda pelan menghilang, aku tertawa. Dia telah tertidur, bertelanjang dada. Apa tidak kedinginan? Dia kelelahan karena berjuang melindungi aku. Aku merosot dan mencari kenyamanan dalam kehangatan dadanya yang bidang. Bahagianya bayi dalam kandunganku sekarang, betapa berbeda saat aku sedang hamil Kela. Saat itu air mataku hampir mengalir setiap malam, sekarang aku masih menangis tapi ini air mata bahagia.
Samar aku mulai mengantuk, tapi mendengar ponsel tuan muda berdering. Aku beranjak bangun, melihat nama itu adalah asistennya di kantor. Belum sempat aku mengangkatnya, ponsel telah berhenti berdering. Ada pesan yang masuk.
Pak Faizal telah ditemukan, bertemu besok di hotel vw jam dua siang.
Pak Faizal? Aku mengerutkan kening. Suamiku bertemu begitu banyak orang dalam kehidupannya, namun entah kenapa pesan itu mengusikku. Seperti firasat aneh menelusup dalam relung hatiku. Aku memandang tuan muda, selimutnya tersingkap. Dia merintih kesakitan, membuatku terkejut. Aku buru-buru naik lagi ke tempat tidur.
Tuan muda bergerak-gerak gelisah dalam tidurnya, mengigau memanggil ibunya, dia sampai keringat dingin. Belum pernah ini terjadi sebelumnya. Kemudian dia mendesis menyumpahi ayahnya. Aku terkesiap. Tuan muda sekalipun kesal pada tuan besar, yang aku tau dia mencintainya. Tetapi kenapa? Apa karena peristiwa hari ini? Karena mengetahui kalau tuan besar memintaku meninggalkannya. Ataukah ada hal lain?
Aku menarik selimut dan ikut masuk ke dalam, memeluknya seerat mungkin, membisikkan kata cinta. Pelan-pelan tuan muda kembali tenang. Aku pikir dia merahasiakan sesuatu dariku, aku sungguh berharap kami akan selalu berbahagia.
🌿
08/08/20
KAMU SEDANG MEMBACA
Wounded Heart (END)
Storie d'amoreHR #1 in Romance Kekasih dan cinta pertamaku, Emmeric dengan teganya memintaku menjadi istri kedua karena dia akan menikahi wanita pilihan orang tuanya. Setelah menolak keras, Emmeric menjebakku dan menghancurkan masa depanku, setelahnya kehidupanku...