36. Kesedihannya

8.7K 750 25
                                    

"Zola."

Aku segera melepaskan tangan Emmeric dengan canggung, tuan muda mendekati kamu.

"Emmeric."

"Zola."

Mereka saling memanggil dengan tenang, tapi aku tidak bisa mengetahui di balik nada suara itu apakah ada percikan api. Sungguh aneh, di masa lalu aku dicampakkan karena kekasihku lebih memilih harta. Sekarang aku berada di tengah-tengah dua lelaki.

"Kamu menjemputku." Aku berkata lirih, segera pergi ke sisi tuan muda. Dengan Emmeric matanya memandang tajam bagai silet. Dia sekarang mulai terang-terangan.

"Apa urusan kamu dengan Selma sudah selesai?" Zola bertanya.

"Hari ini sudah, tetapi untuk masa yang akan datang tentu saja belum." Emmeric menjawab tenang, suasana hening malam ini bahkan bunyi ranting bergemerisik pun terdengar. Ditambah aku tidak mampu bernafas.

"Di masa yang akan datang, urusan dengannya lebih baik melalui aku." Tuan muda berkata lagi, suara yang datar dengan aku rasa...raut wajah yang tawar di balik topeng, tentunya sekarang aku bisa membayangkan itu.

Emmeric terdengar seperti mendengus, "Kenapa harus begitu?"

"Kamu tentunya tau dia calonku. Lagipula, dia terlihat tidak suka bertemu denganmu."

Emmeric memasukkan tangan kanannya ke dalan saku, "Calon? Aku tidak akan membiarkannya."

Kata-kata Emmeric itu membuat kaget, terdengar seperti tantangan bahkan membuat tubuhku seperti terhuyung. Serta merta berpegangan pada lengan tuan muda.

"Perkataanmu sangat aneh Emmeric Thomas, apa yang akan aku lakukan tidak membutuhkan pembiaran darimu."

"Zola, ayo kita pulang saja." Aku menarik lengan tuan muda, tidak mau membuat mereka bersitegang lebih lama sehingga membuat udara menjadi beku.

"Zola, jangan mencoba mengambil milikku. Kamu mau mengajakku berperang?" Emmeric sekarang semakin menggila.

"Emmeric jaga ucapan kamu! Siapa milikmu?!" Aku begitu marah padanya. Seenaknya bicara bagai orang tak berakal.

"Aku tidak menyangka, Zola yang terkenal tidak pernah peduli apapun mendadak sangat peduli pada seseorang." Emmeric berkata semakin tegang, seperti menunjukkan suasana hatinya yang sangat kesal.

Tuan muda hanya tertawa kecil, "Sunggu lucu. Aku juga tidak menyangka Emmeric yang terkenal dingin bisa begitu emosional."

"Emmeric, tolong jangan ganggu aku lagi." Aku menarik tangan tuan muda, "Ayo pulang saja."

"Lihat saja, Zola." Emmeric seperti menabuh genderang perang.

Tuan muda tertawa, sekarang jadi terdengar. "Jangan terlalu tinggi menilai dirimu Emmeric."

"Kita lihat siapa yang lebih kuat."

"Baik. Aku menunggu apa yang akan kamu lakukan."

Aku gemetaran dan menarik lagi tangan tuan muda, meninggalkan sosok Emmeric yang membeku di gelap malam.

Di perjalanan, tuan muda begitu diam. Apa dia marah?

"Ehm...Zola kamu marah?"

"Ya."

"Uh kamu tidak bisa berbohong sedikit?" Melihat tingkah Emmeric, sangat jelas ingin menghancurkan pernikahan kami. "Kamu marah kenapa?"

"Menurut kamu?"

Kenapa tuan muda malah bertanya? Selama ini sudah bersikap hangat, apa mau kembali kaku dan beraura menakutkan seperti dulu.

"Marah karena...kesal dengan perkataan Emmeric yang menantang atau karena cemburu?"

Wounded Heart (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang