37. Pertunangan

11.3K 754 41
                                    

Di pagi hari, suasana begitu sejuk. Hujan turun dengan lambat. Aku sejak dulu terbiasa bangun pagi, terbiasa menyiapkan sarapan untuk ayahku dan Reva. Sekarang juga begitu, walaupun ada pelayan wanita, aku selalu membantu menyiapkan sarapan di bungalow.

Melihat di dapur, pelayan wanita sudah bersiap memasak. "Ibu."

"Halo Selma."

"Masak apa hari ini?"

"Menjenuhkam bukan? Setiap hari memikirkan mau memasak apa?"

Aku tertawa memecah suasana pagi yang dingin."Tidak menyangka, ibu juga merasa begitu."

"Apa kamu juga?" Pelayan wanita menggodaku.

"Tuan muda sudah bangun?" Semalam kami pulang cukup larut.

"Belum keluar dari kamarnya."

Aku membuka tutup panci, dan mengaduknya. Ternyata pelayan wanita memasak sup. Kami mendapat kiriman sarapan dari rumah utama, berupa roti-roti. Sekali lihat saja sudah tau pastilah enak.

Sampai pukul tujuh, Reva masih juga tidak bangun. Dia punya kebiasaan bangun siang, aku lelah membangunkan dia. Aku pergi menikmati kesendirian di beranda belakang, melihat ke bangunan kayu di sebelah, tetap tidak ada tanda-tanda kehidupan. Hu, bayangan tuan muda itu, menyembunyikan diri dengan baik.

"Boleh bergabung?" Aku mendengar suara yang tenang dan merdu. Sambil tertawa berkata tentu saja.

"Zola, kamu mau minum apa?"

"Sudah meminta bibi membuatkannya."

Aku dengan pelan meminum tehku, "Zola, kamu, memakai topeng sampai kapan?"

Kami kemudian diam membisu, hanya mendengar suara hujan dan menatap pemandangan yang sedikit berkabut.

"Kamu mau aku melepasnya?"

"Tidak sih, nanti aku punya banyak saingan. Lelah mengusir mereka, tetapi apa kamu tidak gerah?"

"Sudah tujuh belas tahun menggunakannya, seperti sudah menjadi bagian dari diri sendiri."

"Saat menjadi Davio dulu, apa memakainya saat tidur?"

"Ya."

Aku berekspresi kaget. Aku bingung, tetapi tidak tau mau berkata apa.

"Kamu waktu itu tinggal di mana?"

Tuan muda menoleh, pelayan wanita membawa kue-kue dan minuman. Kemudian bergegas meninggalkan kami.

"Ada sebuah tempat."

"Zola, kamu memiliki rumah di mana-mana."

Aku menoleh ke samping, tuan muda menatap ke depan. Memandang hujan, kakinya yang panjang sebelahnya di tekuk dan bersandar di kursi dengan gaya malas yang indah. Pose ini aku sangat menyukainya.

"Rumah di mana-mana..." Tuan muda berhenti bicara, "Nanti malam kita pergi makan malam berempat."

"Berempat? Bersama Reva dan Kela?"

Tuan muda mengangguk. Tuan muda mengajak Reva dan Kela keluar pastilah ada sesuatu yang penting.

"Zola, kamu mau memberi tahu Kela yang kamu adalah kakak Davionya?"

Tuan muda hanya tertawa saja. Apakah tuan muda akan memutuskan melepas topeng? Alasan di balik dia terus memakai topeng itu saja aku belum mengetahuinya.

Aku pergi ke kamar dan Reva masih tidur, aku menggendong Kela dan menyuapinya makan.

"Reva. Bangun dek."

Wounded Heart (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang