Dari kejauhan aku melihat sosok bertubuh tinggi dengan aura kegelapan namun indah berada di beranda bungalow. Menggendong seorang bayi, membuatnya sangat kontras. Topeng misterius dan kain gendongan, siapa yang melihat akan mengira sosok itu berasal dari dunia lain.
"Zola." Diam-diam aku mendesah.
"Kakak?" Reva yang mendengar bisikan tampak kaget, wajahnya bahkan memucat dengan mulut sedikit membuka. "Kakak secara diam-diam membisikkan nama tuan muda Zola."
Aku menoleh, sambil membuka pintu mobil hanya berkata, "Kakak telah berbohong menggunakan namanya."
Reva cepat mengejarku, aku telah berada di dekat tuan muda.
"Zola, terimakasih sudah menjaga Kela."
Dia mengangguk, tidak mau bicara. Ketika aku bermaksud mengambil Kela dari pelukannya, dia berbalik membuat ujung jubahnya sedikit melayang. Duduk di kursi, seketika aura seramnya menjadi aura kemalasan yang anggun. Aku melangkah dengan berhati-hati. Duduk di sebelahnya.
"Zola." Aku berkata pelan, seperti bisikan angin di hari yang tenang. Setidaknya aku harus bilang mengenai kebohonganku tadi pada Emmeric.
"Apa bertemu Emmeric?" Suara Zola datar, wajah bertopeng dan suara datar. Tidak paham apa bisa mengetahui pemikirannya.
"Zola, kamu terlalu pintar."
"Sudah sejak dulu, ditambah berbicara dengan kamu.".
Tidak paham maksud dari perkataannya, cuma jadi ingin mengomel. Sejak dulu semua mengatakan aku berkepribadian tenang dan damai, tidak mengerti bertemu dengan tuan muda jadi ingin cerewet seperti mulut ini gatal terus menerus.
"Kamu sudah tau, aku nggak bicara lagi."
Biasanya kalau begini seorang pria akan bertanya ada apa? Ternyata taktik ini tidak bisa digunakan pada tuan muda.
"Zola, aku bawa Kela ke kamar bagaimana?"
"Dia masih ingin bersamaku."
Kepercayaan diri tuan muda sangat hebat, bisa membaca pikiran seorang bayi merah. Aku tertawa. Kadang kata-kata tuan muda mengesalkan, menyimpan kelucuan juga keanehan secara tersirat.
"Katakan saja yang mau kamu katakan?" Tuan muda berkata lagi, mendengar tawaku mungkin saja dia merinding jadi pikirannya terbuka.
"Itu- Zola." Hatiku jadi kacau, bertemu sejak awal dengan tuan muda tak merasa gugup dan cemas. Mau menyampaikan kalimat ini seperti ada yang mencekik leher.
"Kamu berkata pada Emmeric Thomas kalau aku ini calon suami kamu ya." Mendengar perkataan tuan muda bukanlah sebuah pertanyaan suasana hati yang kacau menjadi tak menentu.
"Zola, kamu tidak menyuruh orang membuntuti kami?"
"Tentu ada."
Dia bahkan tidak berbohong, tubuhku jadi lemas bagai sayur yang ditumis.
"Kamu tau apa yang terjadi selama ini terhadap orang yang berbohong menggunakan namaku?" Kalau tidak ada Kela dalam gendongan, sudah dipastikan wajah tuan muda sangat sombong.
"Tidak tau."
"Mereka lenyap."
Aku tidak berani percaya perkataan tuan muda, diam menunduk memandangi lantai. Setelah leher tercekik tak tau bagian mana lagi yang terasa mencekik.
"Kamu tega?" Aku memelankan suaraku, bermanja seperti seorang anak kecil. Berharap tuan muda mengasihani.
Tuan muda berdiri, "Emmeric, besok pasti akan berkunjung kemari."
KAMU SEDANG MEMBACA
Wounded Heart (END)
RomanceHR #1 in Romance Kekasih dan cinta pertamaku, Emmeric dengan teganya memintaku menjadi istri kedua karena dia akan menikahi wanita pilihan orang tuanya. Setelah menolak keras, Emmeric menjebakku dan menghancurkan masa depanku, setelahnya kehidupanku...