Berlarian seperti remaja membuatku kehabisan nafas juga, apalagi dengan gaun panjang berkerlip dan sepatu yang memiliki hak cukup tinggi. Pergi ke luar ballroom dan menikmati suasana taman hotel, mencari sudut sepi. Akhirnya tuan muda berhenti.
Aku tertawa, memandang kehijauan yang menyegarkan dan tingkah tuan muda yang spontan. Tuan muda bahkan tidak terlihat kelelahan sedikitpun.
"Zola, aku rasa besok kakak dan ibu kamu akan mencincang aku." Dia tidak terlihat bersalah sama sekali telah membuat kehebohan.
Tuan muda menggenggam tanganku sambil kami berhadapan, "Elysa memang bermulut pedas, tetapi dia bukan orang yang berani bertindak. Kalau wanita itu, lebih baik menjauhi dia."
Tuan muda berkata seperti itu pastilah begitu tidak menyukai nyonya besar, bahkan tidak menyebut ibu tiri. Benar juga kalau menangkap dari perkataannya, nyonya besar berkali-kali ingin melenyapkannya dari muka bumi. Bagaimana seseorang bisa merasa memiliki hak untuk mengambil kehidupan orang lain? Terkadang aku heran dengan jalan pikiran sesama manusia.
"Oh. Berlari begini, tidak sempat mencicipi minuman enak." Tuan muda berkata dengan senyum menggoda.
"Ah kamu, kalau membuka topeng seperti orang yang berbeda. Mengherankan."
"Jadi suka yang mana?" Pertanyaan tuan muda bersamaan hadirnya dengan angin malam yang bertiup, aku merasa kedinginan dan kehangatan bergantian. Tuan muda beberapa kali menanyakan itu. Apa sih yang dia ragukan?
"Kenapa tanya begitu terus?" Aku jadi tertawa. Tuan muda mempesona bagai pangeran berkuda putih, tidak mungkin kehilangan kepercayaan diri bukan? Apalagi terhadap seseorang seperti aku.
Tuan muda menangkup pipiku, menatap dengan binar matanya yang jernih. Tetapi dia terlihat khawatir. Tuan muda sedang mengkhawatirkan apa?
"Aku mencintai kamu, Selma."
Dalam keheningan malam, ungkapan perasaan cinta tuan muda menjadi kata-kata. Selama ini dia telah berkali-kali menunjukkan perasaannya, tuan muda jarang mengucapkan. Kalimat itu terdengar sangat tulus sampai membuka pintu hatiku tanpa mengetuk lagi.
"Aku juga."
Aku menjawabnya, padahal selama ini aku bingung, apa aku sungguh telah melupakan Emmeric, melupakan masa laluku? Menerima cinta dari orang lain. Tuan muda lagi-lagi tersenyum, dia mencium bibirku begitu lembut sambil memegang daguku. Menciumnya lama sekali sampai aku merasa kepayahan. Seakan sudah bertahun-tahun tidak mencium kemudian menemukan pelampiasannya.
Ketika berhenti mencium, dari belakang tuan muda, aku melihat sosok Emmeric membeku dalam kemarahan. Kemudian aku melihat pelayan memanggil tuan muda. Dia berbalik dan melihat Emmeric, tuan muda menarik tanganku.
"Ayo kita kembali." Saat tuan muda dan aku melewati tubuh Emmeric yang berdiri kaku, aku seperti mendengar Emmeric mendesis.
"Kamu akan menyesalinya."
Aku tidak mengerti kenapa dia bicara begitu? Menyesal? Kalau belum mengalami maka tidak tau bagaimana perasaan menyesal itu. Yang jelas aku telah menyesal pernah begitu mencintai dan mempercayai Emmeric, sekalipun sekarang tak ada gunanya lagi.
Di dalam ruangan aku melihat Reva sedang dikuntit oleh pria muda yang tampan, aku tertawa geli. Ternyata adikku telah menemukan pasangannya. Tuan muda dikuasai oleh tuan besar dan dengan begitu bangga dia memamerkan tuan muda seperti harta yang tak ternilai harganya. Acara inti pertunangan Elysa dan Angel ternyata sudah selesai dan tamu-tamu menikmati hidangan sambil mengobrol.
Aku melirik adikku lagi, seketika aku melotot saat dia menyiram air di dalam gelas ke lelaki yang sejak tadi mengikutinya. Aku bergegas datang.
"Reva." Aku menarik tangannya.
"Awas kamu ya!" Reva melotot penuh ancaman ke pria itu, sedang dia melihat dengan wajah bingung. Beberapa wanita datang dan menawarkan sapu tangannya untuk mengelap wajah sang pemuda.
"Reva, kamu kenapa?" Aku memarahinya setelah sedikit jauh, dia membuat beberapa mata menatap kami.
"Huh. Kakak tidak kenal dia? Itu adik Emmeric."
Aku memandangnya dengan pucat. Adik Emmeric, aku ingat beberapa kali Emmeric dan Angel menyebutnya. Adik tiri yang siap memakan Emmeric begitu dia terjatuh atau kehilangan kekuatan.
"Rupa-rupanya dia baru saja menamatkan kuliahnya di luar negeri. Pantas kakak tidak melihat. Ish! Dengan pede dia memamerkan namanya sebagai anak keluarga Thomas, langsung aku siram mukanya."
Aku jadi tertawa, menarik adikku ke pinggir. "Eh, dia tampan lho." Aku menggodanya.
"Apa? Yah lumayan. Tapi mendengar dia keluarga Thomas, pasti sama menyebalkan dengan kakaknya. Lihat tuh belum-belum sudah dikerumuni para wanita." Reva mengomel tanpa henti.
Aku tertawa lagi. Siapakah orang yang nanti bisa menaklukkan hati adikku ini? Aku tak tau.
"Oo oow jadi kakak dan Kak Zola tadi kemana? Apa diam-diam bemesraan? Ehemm.." Reva mulai nakal menggodaku, "Aduh gantengnya Kak Zola, pasti sekarang kakak akan banyak saingan. Hidup kita tidak pernah tenang."
"Kamu mau kabur ke luar negeri?"
"Gimana kak, aku nggak tahan kalau nggak makan makanan pedas dengan banyak bumbu. Di luar negeri bisa-bisa aku mati lemas karena kelaparan."
"Berlebihan." Aku melihat ke arah tuan muda, sejak tadi sudut matanya jelas memantau ke arahku. Tuan muda memang mempesona. Aku sudah tidak melihat keberadaan Emmeric lagi di sana. Mungkin dia terlalu shock melihat ciumanku dengan tuan muda tadi, kemudian pergi meninggalkan acara. Pelan-pelan aku menghela nafas panjang.
Reva mulai berkeliling ruangan lagi untuk mengambili makanan dan kue-kue. Adik tiri Emmeric kulihat memandanginya dengan aneh. Aku cukup heran, kenapa adik Emmeric tertarik pada adikku? Walau memang Reva itu manis dan auranya selalu riang, tapi bukankah di sini banyak wanita cantik bahkan sangat cantik.
Aku mulai mencurigai kalau dia mau mendekati kami karena aku mantan Emmeric seperti konspirasi pada film-film. Tetapi, melihat bagaimana dia memamerkan dengan bangga pada Reva kalau dia keturunan Keluarga Thomas. Aku jadi ragu kalau dia mengenalku atau sengaja mendekati Reva. Bisa saja ini merupakan putaran nasib yang menarik. Lamunanku terhenti ketika aku mendengar suara berbisik- bisik.
"Hei, menurutmu dia tau kalau sebenarnya wajah Zola Hadikusumo tampan?"
"Bisa saja, beruntung juga dia. Disaat semua tertipu dengan kabar burung itu, dia malah mendapat peluang."
Aku mendengar gosip tentangku lagi, astaga selalu menilaiku buruk. Sebentar lagi mereka pasti membahas aku sebagai wanita penggoda, karena itu lebih baik aku menyingkir dari sana. Melihat ke tuan muda masih disibukkan oleh tuan besar, aku sedikit cemburu. Seharusnya malam ini aku melingkarkan tangan ke tuan muda dan berjalan menikmati makanan dan juga minuman.
"Selmaaaa!!!!!" Aku mendengar suara berteriak nyaring. Aku membalikkan tubuhku ke asal suara.
Terdengar suara letusan senapan. Belum sempat berpikir aku kemudian melihat Emmeric menjatuhkan tubuhnya ke arahku. Peluru menembus punggungnya.
Suasana segera kacau, aku mendengar teriakan tuan muda, disusul Reva tenggelam dalam kebisingan. Dan aku terjatuh ke lantai dengan tubuh besar Emmeric menimpaku. Aku meraba punggungnya, terlihat darah merah di tanganku.
"S--Selmaaa...aku selalu mencintai kamu." Emmeric berbisik lirih sebelum tubuhnya kembali terkulai menimpaku.
"E..Emmeric. Emmericcc!!!" Aku menjerit histeris, mengguncang-guncang tubuh Emmeric.
Air mata mengalir deras bagai aliran air saat hujan deras. Aku merasakan tuan muda menarikku keluar dari himpitan tubuh Emmeric, kemudian dia memelukku sangat erat. Seperti film buram aku melihat Reva menggapai-gapai ke arahku dengan wajah panik, sedang isi ruangan berlalu lalang di sekelilingku sambil memekik, membuat suasana semakin kacau dan ricuh.
Setelah itu beberapa pria membawa pergi Emmeric dengan segera untuk menyelamatkannya. Darah merah menetes di lantai. Aku lemas. Kehidupanku, apakah selamanya tidak akan pernah tenang?
🌿
20/04/20
KAMU SEDANG MEMBACA
Wounded Heart (END)
RomanceHR #1 in Romance Kekasih dan cinta pertamaku, Emmeric dengan teganya memintaku menjadi istri kedua karena dia akan menikahi wanita pilihan orang tuanya. Setelah menolak keras, Emmeric menjebakku dan menghancurkan masa depanku, setelahnya kehidupanku...