Bahkan selama hatimu bukan milikku, aku tetap mencintaimu
Selesai makan malam, Dara mendadak sedih di kamar mewah yang diizinkan menjadi tempat peristirahatan Dara malam ini. Kamar aslinya tentu kalah jauh dari kamar yang Dara tempati saat ini, benar-benar membuat Dara takjub.
Sejam yang lalu saat Tante Kirana pergi, Dio juga ikut-ikutan pergi meninggalkan Dara sendiri di ruang tamu dalam kesepian mendalam. Untungnya seorang wanita baik mengantarkan Dara ke kamar, kamar yang akan Dara naungi sampai esok tiba. Setidaknya Dara akan merasa seperti tuan putri sehari.
"Keluarga Kak Dio tajir banget, kalah jauh sama Dara. Enaknya jadi Kak Dio."Dara menghela napas berat. Memandang setiap inci kamar tamu, banyak lukisan mahal, tampak sangat mewah dan berkelas.
"Pasti kamarnya Kak Dio lebih mewah lagi," gumam Dara dalam hati. Dara memegangi dagunya, seolah berpikir keras disana.
Bagaimana cara untuk menemui Dio?
Mungkin hanya itu yang bisa dipikirkan oleh otak kosong Dara. Lalu dengan akal sehat yang berlebih, Dara mengeluarkan buku gambarnya.
Sekedar informasi, gambar Dara yang semalam aku ia kerjakan dengan susah hati tidak di terima oleh guru seni budaya karena kotor kena tumpahan susu cokelat punya Astuti.
Terpaksa Dara harus mengulangi lagi. Padahal Dara sampai begadang hanya untuk menggambar. Dara memang tidak ahli tapi setidaknya lihatlah perjuangan Dara untuk itu. Terkadang guru tidak mau mendengarkan penjelasan muridnya selelah apapun muridnya menjelaskan. Tapi tidak apa, Dara akan mengulang dengan senang hati. Walau dengan nilai yang lebih rendah karena sudah lewat tenggat waktu.
Kini Dara sudah berhenti di depan pintu kamar Dio, tangannya enggan untuk mengetuk entah kenapa Dara jadi gugup. Dara mengelilingi mansion megah hanya untuk mencari kamar Dio, bukannya Dara tidak mau bertanya tapi Dara masih sedikit canggung dengan para pelayan yang bekerja di rumah Dio.
Dara yakin pintu kamar yang sekarang ia pandang adalah kamar Dio, diperjelas dengan tulisan didepannya. "Close D, Open D." melihat tulisan itu saja Dara sudah yakin, sangat yakin karena hanya kak Dio yang seperti itu. Entah apa arti tulisan itu, Dara tidak peduli.
"Kak Dio, Dara boleh masuk gak?"
"Kakak Dio?"
"Kak Dio oh kak Dio!"
"Minta bantuan Kak!"
"Tolong lah Kak!"
"Bantulah calon masa depan Kakak ini!"
Sebanyak apa pun Dara memanggil, harusnya Dara sadar kalau Dio akan terus mengabaikannya. Lebih lagi suara Dara tak akan menembus pintu kamar Dio bahkan walau ia meletakkan mulutnya lebih dekat dengan pintu.
Kurang ajarnya lagi, Dara akhirnya langsung menerobos masuk tanpa seizin yang punya kamar. Mungkin rejeki, kamar itu tidak dikunci dari dalam.
Sontak sang empunya kamar terkejut, memegangi dadanya. Makhluk kecil yang menyebalkan itu kembali menganggu ketenangan Dio.
"Apalagi Dar?" tanya Dio resah. Menutup bukunya lalu menatap intens ke arah Dara yang masih mematung di tempat.
"Bantuin Dara gambar," kata Dara menampilkan deretan gigi ratanya.
***
"Kakak tahu gak, Kakak itu gak bisa apa?" tanya Dara. Dio tak menjawab, ia sibuk mengerjakan tugas menggambar Dara. Jangan berpikir yang tidak-tidak, Dio erpaksa. Dio hanya lelah meladeni Dara yang notabenenya manusia paling tidak mau kalah yang pernah Dio kenal.
KAMU SEDANG MEMBACA
SURAT CINTA UNTUK DARA
Teen FictionDara, siswi kelas XI IPS 2 terang-terangan mencintai kakak kelasnya yang cukup populer. Segala cara Dara lakukan untuk mendapatkan perhatian lelaki misterius yang telah memiliki kekasih itu, hingga suatu hari Dara menemukan fakta mencekik mengenai D...