Eps 73_ Sulit Menerima

8 3 14
                                    

Tunggulah orang yang berdoa dan berbicara tentangmu kepada Tuhan
_Dardio_




"Setidaknya dunia harus tau perasaanku sudah sebesar ini padamu. Tulus, tidak pernah main-main." Batin Dara berbisik, membiarkan Dio yang menutupi kepalanya dari teriknya sinar matahari siang dengan jaketnya yang dilepas.

"Gak perlu repot-repot, Kak."

"Panas, gak baik buat kulit," katan Dio.

Dara bersemu, diantara beribu siswa-siswi yang berlalu-lalang di lapangan, ada dia dan Dio. Bermodalkan jaket yang Dio lepas, Dio berjalan bersama Dara, melindungi kepala gadis itu sampai mereka tiba di parkiran.

Beberapa orang menatap mereka, mungkin terkejut sebab dulu Dio begitu mengabaikannya.

"Hari ini gue antar," kata Dio mutlak.

"Kak Dio bawa mobil?" Padahal sudah jelas, tapi Dara tetap bertanya.

Dio mengangguk sambil menunjuk mobilnya dengan dagu.

"Kenapa bawa mobil?"

"Apa?"

"Maksud Dara, kenapa harus repot-repot bawa mobil. Kenapa gak dianterin sama supir saja," ucap Dara memperbaiki kalimatnya.

"Biasa juga bawa mobil sendiri," jawab Dio seadanya, membukakan pintu untuk Dara, namun Dara tak segera masuk. Malah berbalik badan, menengadah menatap lelaki tinggi dihadapannya.

"Biar Dara yang bawa."

"Huh?" Dio terkejut. "Tidak-tidak. Lo duduk aja," katanya. Permintaan gadis itu diluar nalar, membawa motor saja belum tamat, bisa-bisanya ingin menyetir mobil.

"Gapapa, Kak. Dara pernah belajar sekali kemarin. Dara yakin bisa, Kakak saja yang duduk."

"Gak ada, Lo duduk."

"Tapi Kak Dio--"

"Lagian kenapa, sih? Lo aneh banget."

Mereka berargumen dengan posisi yang masih sama.

"Bukan gitu. Kak Dio pasti capek, kan? Lebih baik--"

"Gue gak capek. Kenapa gue harus capek?memang gue habis ngapain?"

Lihatlah, jika bisa, ingin rasanya Dara menggampar wajah sok hebat Dio. Kendati Dara tak ahli dalam mengendarai roda empat, setidaknya ia tidak menyebalkan seperti Dio.

"Masuk."

Mutlak, Dara pasrah. Masuk ke dalam mobil dengan tidak hati-hati, alhasil kepalanya terbentur.

"Kan." Dio mendengus. "Makanya hati-hati, Dara. Yang ikhlas."

Dara mengadu kesakitan, mengelus-elus kepalanya dengan tampang memelas menatap Dio.

"Coba sini," ujar Dio. Menurunkan tangan Dara, menggantikan posisi tangannya. Mengelus bagian yang sakit dengan cukup lembut. Gebrakan Dio seharian ini membuat Dara hampir lupa caranya bernapas. Seolah lupa bahwa sosok yang sama juga alasan dibalik tangisannya kemarin.

SURAT CINTA UNTUK DARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang