Katanya daur hidup akan selalu berputar, tapi aku merasa belum sampai padaku. Hidupku terus berjalan sebagaimana mati berkali-kali tapi dipaksa untuk berdiri lagi.
"Ada yang bilang kalau hari ini kita gak jalan maka besok harus berlari."
Perihal menasehati memang Dio jagonya. Lihatlah, bahkan Dara yang begitu memuja lelaki itu telah mendecak entah sudah berapa kali. Matanya sudah mulai loyo, belajar fisika dengan Dio ternyata tidak sebahagia itu. Di awal Dara begitu antusias tapi makin kesini Dara nyaris berteriak.
Dara benci rumus. Dara tak suka hitungan.
Lebih dari satu jam Dara dibantai oleh rumus-rumus fisika masih dengan topik yang sama. Hukum Newton. Ingin rasanya Dara muntah, tapi yang bisa dia lakukan hanyalah menurut, mendengarkan, dan pura-pura fokus. Dengan satu tujuan yaitu setara dengan Dio.
Dara ingin menunjukkan pada Dio bahwa dia bisa dan dia pantas mendapatkan pujian.
"Ah, capek!"
Akhirnya Dara mengeluh, meletakkan penanya. "Dilanjutkan besok saja, Kak. Dara capek banget, pengen tidur." Lalu menyuguhkan kejujuran yang tak bisa dipendam.
"Kerjakan satu soal lagi," ungkap Dio tidak menerima alasan Dara.
"Tapi Kak, perpustakaan sudah mau tutup. Nanti kalau kita dikunci gimana?" tanya Dara mencari alasan. Sayangnya, alasan itu tak berarti apa-apa karena Dio mengeluarkan kunci dari tasnya.
"Kenapa ada sama Kak Dio?" Dara agaknya tidak senang, harusnya paham bahwa Dio merupakan tuan muda yang bisa melakukan apapun yang ia inginkan.
"Tapi Kak, kita di sini cuma berdua. Kalau orang mikir yang aneh-aneh gimana?" Dara kembali membuat alasan, yang langsung mendapat tatapan lekat dari Dio. Tidak ada yang berpikir aneh-aneh. Semua itu akal-akalan Dara saja.
Gadis itu memutar otak, mencibir dalam diam. "Fatal hukumnya dua orang lawan jenis berada dalam satu lingkungan sepi---"
"Lebih baik kerjain, biar cepat pulang," ujar Dio menghentikan ungkapan kekesalan Dara. Beberapa menit lalu masih semangat, bahkan pandai sekali membuat gombalan maut mengenai hukum fisika. Kala disuguhi rumus, ada saja alasannya.
Lima menit berlalu, tak lagi ada suara. Dio yang sedari sibuk membuat ringkasan materi untuk Dara menoleh dan menemukan Dara sudah tertidur sambil bertopang dagu. Pantas gadis itu tak bersuara.
Dio mendengus, memanggil nama Dara sampai tiga kali.
"Dara," panggil Dio untuk yang keempat kalinya. Masih tetap tak ada suara, gadis itu betulan lelah. Maka, Dio berjalan ke sebelah Dara, menarik kursi kosong lalu menepuk pelan bahu gadis itu.
"Dara?" panggil Dio pelan, mendadak tak tega menatap wajah damai gadis itu. Ternyata, Dara bisa diam hanya saat tidur saja.
"Dar?"
"Dara...., pulang, yuk."
Suara lembut Dio akhirnya membangunkan Dara, dengan mata mengantuk Dara segera meminta maaf.
"Maaf, Kak. Dara ketiduran," tuding gadis itu gelagapan.
Melirik arloji, waktu berputar searah jarum jam, sudah sore. "Kita pulang," kata Dio, bangkit dari tempat duduknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
SURAT CINTA UNTUK DARA
Teen FictionDara, siswi kelas XI IPS 2 terang-terangan mencintai kakak kelasnya yang cukup populer. Segala cara Dara lakukan untuk mendapatkan perhatian lelaki misterius yang telah memiliki kekasih itu, hingga suatu hari Dara menemukan fakta mencekik mengenai D...