Hakikatnya manusia mencari, menemukan, dan pasrah. Jadi sekuat apapun Kak Dio menolak, Dara akan tetap mendekat
Dara tak bergeming di tempat, gadis itu sibuk menerawang jauh setiap sudut rumah yang pertama kalinya ia kunjungi. Hari ini Dara menjadi tamu--- tamu tak diundang.
"Benarkan ini rumah Kak Dio?" tanya Dara dalam hati. Dara tak bisa berhenti untuk kagum dengan apa yang ia lihat saat ini. Dara tentu tahu kalau keluarga Dio termasuk donatur sekolah, tapi mengenai sekaya apa keluar Dio, Dara tentu tidak menerawang sejauh itu.
"Kalau begini caranya, bisa-bisa Dara insecure dengan kak Dio, tapi garis bawahi hanya insecure dengan kak Dio bukan cinta Dara kak Dio." Dara terlalu percaya diri kalau Dio akan mencintainya suatu hari nanti, apalagi cinta Dara pada Dio sudah seperti bulatnya kepala Doraemon, sial sekali Dara tidak menonton episode kepala Doraemon berubah menjadi kotak. Tidak ada yang bisa mencintai Dio sebesar dan setulus Dara, Dara yakin akan hal itu.
Menurut informasi dari Rio, Dio ada urusan penting dalam bisnis keluarganya sehingga Dio tidak masuk sekolah hari ini.
Berlama-lama layaknya orang gila yang berharap kelak rumahnya akan sebesar ini, akhirnya seorang satpam mempersilakan Dara masuk. Baik sekali, sepertinya satpam itu tau dengan seragam yang Dara kenakan.
Gini-gini Dara bisa sekolah di sekolahan kak Dio, tidak jalur nyogok atau orang dalam. 100% murni hasil ujian. Dara berbangga dalam hati.
Tak sepintar dan sekaya Dio tapi cinta Dara pada Dio melebihi semua aset yang Dio punya. Tidak bisa ditawar hal itu murni dan mutlak.
Dara kembali melongo seperti orang gila saat berhasil memasuki rumah keluarga Dio. Banyak pelayan dengan pakaian yang sama melayani Dara dengan baik dan sopan. Dara disambut bagaikan ratu padahal mereka belum tahu saja siapa Dara sebenarnya. Seorang perusuh dalam hidup Dio memasuki rumah, andai para pelayan tau, mereka pasti akan kabur sejauh mungkin menghindari Dara.
Bagaimana kalau Dara mencuri vas bunga dari keramik yang mencolok di sebrang tangga? Walaupun Dara tidak akan melakukannya hal konyol itu, harusnya para pelayan was-was dengan orang baru. "Walau suatu hari nanti rumah ini akan menjadi rumah Dara juga, sih!" Dara kembali percaya diri, senyum-senyum sendiri.
Dengan akal yang berada didengkul, Dara mulai menjelajahi rumah atau lebih tepatnya istana. Lagi dan lagi Dara merasa kagum sekaligus insecure.
Benar, Dara itu hanya butiran debu untuk berlian seperti Dio. Tapi Dara adalah Dara, tidak ada kamus menyerah dalam hidup Dara.
Dara itu cantik walau tak cantik-cantik banget, Dara juga gak miskin-miskin amat tapi tentu tak sekaya Dio. Dara tidak terlalu bodoh walau tak dapat dipungkiri Dara juga tidak pintar. Dara rajin, pantang menyerah dan taat ibadah. Kurang apa lagi coba? Dara tidak harus sempurna bukan? Karena di dunia ini juga tidak ada yang sempurna. Dara berada pada level pas-pasan.
Intinya cinta Dara seluas lautan samudera dan sedalam Palung di laut. Dara tidak sedang bercanda.
"Halo?"
Panggilan dari arah belakang membuat Dara kembali pada jati dirinya. Gadis itu menunduk 180 derajat pada seorang wanita dengan pakaian yang Dara tahu pasti sangat mahal harganya.
"Nama saya Dara, satu sekolahan sama kak Dio, adik kelasnya kak Dio. Dara cuman mau ketemu sama kak Dio, soalnya Dara gak bisa tenang kalau gak melihat wajah kak Dio sehari aja," cerocos Dara tanpa mengurangi rasa hormat nya, buktinya Dara masih menunduk 180 derajat dihadapan wanita itu. Dara terlampau jujur.
Kekehan kecil terdengar membuat Dara tanpa ragu mendongak. Sekali lagi Dara harus kagum, wanita itu sangatlah cantik, secantik mama yang ada dirumah.
Bedanya mama mertua lebih elegan daripada Mama kandung. 'Sadar Dara sadar!!' Dara meruntuki pikiran bodohnya.
"Saya tantenya Dio, mamanya ada di kamar sama Dio. Duduk dulu yuk, biar Tante panggilkan Dio nya," ujar wanita itu dengan sangat ramah.
Sangat memalukan, bisa-bisanya Dara salah alamat menyebut mama mertua. Begini ceritanya mama mertua yang asli akan cemburu nanti.
Mirip dengan Dio jadi maafkanlah otak kosong Dara. Sembari menunggu, Dara mendudukkan tubuhnya di sofa. Menepuk-nepuk sofa yang lembut dan nyaman, tentu sofa yang ada dirumah Dara insecure dengan sofa ini.
Setelah selesai mengirim Mira chat sekaligus foto rumah Dio, Dara menyimpan ponselnya ke dalam tas. Setelah ini Mira pasti akan menyesal karena tidak mau menemani Dara mengunjungi rumah Dio. Lihatlah, kapan lagi berkunjung ke rumah bak istana ini? Kapan lagi duduk di sofa yang lembutnya selembut wajah kak Dio?
Mira pasti sangat menyesal, Dara yakin itu.
"Temannya Dio?"
Dara menepis senyum tipis, kembali menunduk memberi hormat seperti yang Dara lakukan pada Tante Dio tadi.
Kali ini pasti tidak salah lagi. Mama mertua tepat di depan mata, sedikit keriput di wajahnya namun tak dapat dipungkiri bahwa Mama Dio sangatlah cantik dan elegan.
Pantas anaknya ganteng.
"Saya Dara Tante, calon pacarnya kak Dio," ucap Dara tanpa ragu sedikit pun.
Tidak tahu malu, untung saja wanita itu hanya tersenyum manis pada Dara. Itung-itung Dara tidak terlalu malu, ya...walaupun Dara itu gak punya malu.
"Saya Mamanya Dio, tapi Dio lagi tidur," ucap wanita itu duduk manis tepat dihadapan Dara. Cara duduknya saja membuat Dara kembali gagal menjadi perempuan, tapi percayalah Dara tidak akan insecure.
Karena apa? Karena wanita itu adalah mama nya Dio yang kelak akan menjadi mamanya juga. Tidak baik insecure pada mama mertua.
"Pantas cantik," ucap Dara manis. Sedikit caper tidak masalah, kan?
Apalagi Dara gak bohong juga. Mama di rumah masih kalah jauh, tapi berhubung Dara sayang mama jadi mama di rumah yang paling cantik, Mama mertua di nomor tiga, sebab yang berada di nomor dua adalah Dara sendiri.
"Kamu bisa saja, Dara." Wanita itu terkekeh kecil. "Perasaan Dio itu udah punya pacar deh." Wanita paruh baya itu kembali teringat dengan ucapan Dara tadi.
"Sudah putus Tante makanya Dara sangat yakin dan percaya kalau kak Dio akan jadi pacar Dara selanjutnya," ucap Dara percaya diri.
"Tante doain deh," kata Mama Dio tidak keberatan sedikit pun. Entah agar Dara senang atau mungkin memang menyukai Dara.
Detik itu juga Dara memanjatkan doa syukur kepada Tuhan yang maha kuasa atas kebaikan Tuhan dengan memberikan Mama mertua yang sangat baik.
Kirana--- Mama Dio, geleng-geleng kepala melihat tingkah Dara yang mendadak melipat kedua tangannya layaknya orang yang sedang berdoa.
Gadis itu sama sepertinya dulu, Kirana jadi flashback dibuatnya. Mengejar kemudian tergapai. Semoga kelak Dara juga akan seperti Kirana nanti.
Tak lama seorang pelayan membawakan minum, meletakkannya dihadapan Dara.
"Makasih sebelumnya Tante. Dara jadi insecure, Tante baik banget," ucap Dara meminum kopi yang disediakan padanya.
Melupakan fakta kalau Dara tidak bisa meminum kopi. Dara tak mau meninggalkan kesan buruk dihadapan Kirana, terlebih ini adalah kunjungan pertamanya.
Biarlah Dara akan tersiksa karena radang di seluruh tubuhnya, setidaknya reaksi itu akan kambuh satu jam ke depan.
"Gapapa sayang. Tante senang banget lho kalau ada yang mampir dirumah ini. Soalnya Dio gak pernah bawa teman kerumah selain Rio. Lucunya lagi, gak banyak yang tahu kalau rumah ini rumahnya Dio. Kamu termasuk salah satu yang terpilih," ucap Kirana santai.
'Tante gak tahu saja sebesar apa uang yang Dara keluarkan untuk menyogok Rio. Teman minim akhlak Dio itu menjual informasi dengan uang yang tak seberapa bagi Dio, tapi besar bagi Dara.
"Kak Dio memang sesederhana itu," ucap Dara sok akrab.
"Ma Dio mau----"
Di sela perbincangan Kirana dan Dara, tiba-tiba suara parau khas bangun tidur terdengar. Kedua wanita yang sedang mengobrol seketika berbalik ke sumber suara.
"Kak Dio!!" Dara tersenyum merekah.
"Lo?"
KAMU SEDANG MEMBACA
SURAT CINTA UNTUK DARA
Teen FictionDara, siswi kelas XI IPS 2 terang-terangan mencintai kakak kelasnya yang cukup populer. Segala cara Dara lakukan untuk mendapatkan perhatian lelaki misterius yang telah memiliki kekasih itu, hingga suatu hari Dara menemukan fakta mencekik mengenai D...