Eps 63_Fakta Mencekik

12 3 7
                                    

Waktu kita di dunia sangat terbatas. Maka dari itu, sekali seumur hidup perjuangkan orang yang kamu cintai dan hiduplah bahagia bersamanya.
_Dara_







Di hari berikutnya, Dara semakin murung. Beban pikirannya kembali membuat kepalanya pusing, berhasil membuat jalannya terseok habis sampai-sampai tubuhnya terasa tidak fit.

Kemarin malam, Dara berinisiatif membuat makan malam untuk Mama Novi, segala tekad dan niat ia usahakan dengan harapan Mama Novi bisa senang. Hanya saja bagaikan luka bakar yang semakin hari semakin gatal, Dara menemukan fakta bahwa Ibunya memang banyak berubah.

Dara mencoba bertanya, tapi Mama Novi malah marah padanya. Makanan yang Dara masak sama sekali tidak disentuh, lagi tadi pagi pun, Mama Novi masih belum bangun kala Dara hendak berangkat sekolah.

Biasanya sarapan senantiasa terhidang di meja makan, tapi hari ini amat berbeda. Dara mendengus, duduk seorang diri di kursi panjang dekat tribun basket. Dara termenung.

"Mama ada masalah apa, ya? Gak biasanya kayak gini, jauh lebih parah daripada masalah waktu itu," batin Dara bertanya-tanya.

Kala gadis itu terhanyut dalam pikirannya, ia sama sekali tidak menyadari Dio duduk disebelahnya. Tidak menyapa, seolah tau Dara tidak menyadari kehadirannya.

"Apa karena kesepian?"

"Kesepian kenapa?"

"Kesepian karena--- Kak Dio!" Dara terhenyak, sekoyong-koyong memukul bahu Dio. "Sejak kapan Kakak disitu?"

Dio tak menjawab dan malah bersandar di sisi kursi. "Jangan dibiasakan bicara sama hantu," katanya singkat.

"Memangnya siapa yang bicara pada hantu?"

"Lo, barusan."

"Mana ada!"

Dara tidak merasa demikian, malah Dio lah yang muncul seperti hantu saat-saat tidak diinginkan.

Ada jeda beberapa menit, Dara ikut-ikutan bersandar, pandangannya lurus ke depan. Hal itu mencuri perhatian Dio, Dara nampak berbeda hari ini.

"Soal yang gue kirim kemarin sudah Lo kerjakan?" tanya Dio mencari topik, mengajak Dara kembali ke dunia nyata. Tatapan gadis itu kosong, Dio jadi sedikit merasa khawatir.

"Belum," jawab Dara tidak bersemangat lalu menoleh pada Dio. "Kak, hari ini kita gak belajar dulu, ya. Dara ada urusan yang harus dikerjakan."

Mendengar itu, Dio tidak langsung mengganguk, tidak juga bertanya lebih. Sampai Dara mengalihkan pandangannya.

"Butuh bantuan gak?" tanya Dio setelah beberapa saat.

Dara segera menggeleng kepalanya. "Tidak perlu, bukan urusan penting, kok."

"Gak penting tapi mukanya kayak gitu," kata Dio.

"Memang muka Dara kayak apa?" tanya Dara dengan polosnya.

"Jelek!" ungkap Dio tidak serius.

Jika biasanya Dara pasti memekik atau setidaknya memberi argumen, kali ini ia hanya memanyunkan bibirnya.

"Dara memang jelek," katanya pelan.

SURAT CINTA UNTUK DARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang