Eps 78_ Harapan Untuk Sembuh

5 2 7
                                    

Sudut hatiku yang tersembunyi kau berusaha mencarinya, tapi bisakah kamu mengenalku sepenuhnya sebab setiap detik manusia pasti akan berubah?
_Dio Gyustion Alberts_











Sore itu langit mendung lagi, diantara banyaknya ruang-ruang sunyi tempat orang-orang berbaring, ada satu ruang di mana beberapa anak tertawa bersama-sama. Tadinya mereka ingin bermain di taman, sialnya langit biru bahkan tak kunjung muncul kala sore akan segera tiba.

Di samping itu, ada seorang anak yang hanya duduk sendiri. Termenung dalam sepi, kaki kecilnya berayun kesana-kemari, dengan rambut dikepang dua, ia menikmati sekotak susu fresh.

"Kenapa di sini?" Anak perempuan itu menoleh hanya untuk menemukan seorang anak laki-laki menatapnya. "Gak mau main sama yang lain? Mereka nunggu."

"Gak mau," jawab anak itu langsung. "Aku nunggu Mama sama Papa selesai cerita. Mereka nyuruh aku nunggu di sini," finalnya tanpa diminta.

Perkataan anak perempuan itu mencuri perhatian, membawa anak laki-laki itu untuk duduk disebelahnya. "Memangnya Mama dan Papa kamu di mana?"

Dengan jarinya, ia menunjuk pada satu ruang yang tak begitu jauh dari tempat mereka duduk.

"Aku ke sana dulu!" Tiba-tiba anak perempuan itu berdiri, meninggalkan susu kotak yang sudah habis setengah di sisi kursi. Menuju ruangan di mana ia biasa tidur, menuju ruangan di mana ia bisa melihat kalau orangtunya masih belum selesai berbicara.

"Anakmu sakit, kemana saja kau , huh? Dia selalu menanyakan tentangmu, apa yang bisa aku katakan dengan itu?"

"Aku bekerja untuknya, untuk kalian. Kenapa kau selalu marah? Tidak bisakah kau menghargai aku sekali saja? Aku juga lelah."

"Bekerja kau bilang? Aku bahkan curiga kau pergi dengan mantan kekasihmu itu! Sial, sial, sial! Kau lebih peduli dengan orang asing daripada anakmu sendiri. Aku juga lelah! Lelah dengan semua ini!"

"Bicara apa kau ini? Aku berada di kantor seharian, kau bisa tanya teman-temanku."

"Apa aku bisa percaya dengan teman-temanmu? Kau bisa saja mengajak mereka bersekongkol, kan?"

"Astaga kau--- argrgjh!!!"

Mata anak perempuan itu ditutup menggunakan tangan kecil yang juga menyaksikan sebuah pembicaraan yang terasa seperti sebuah pertengkaran dibenaknya. Ia tidak pernah melihat kedua orangtuanya berbicara seperti itu. Benaknya berbisik, itu lebih pada sebuah percekcokan dua orang dewasa.

Anak perempuan itu menoleh, ternyata ia sudah berkaca-kaca. "Mama sama Papa kenapa, ya, Kak---"

"Gapapa, kita main ke sana saja, yuk."

"Tapi--- "

"Nanti aku beliin es krim kesukaan kamu," katanya.

"Sungguh? Kakak punya uang?"

"Tentu." Sambil merogoh sakunya. "Tadi Papa kasih sebelum berangkat bekerja. Nanti kita jajan di kantin, tapi jangan bilang siapa-siapa. Rahasia kita berdua. Okay?"

"Okay!"

Dua bocah itu berjalan beriringan, tangan mereka saling bertautan. Sebenarnya keduanya tidak begitu akrab, hanya sesekali berbicara karena memang anak laki-laki itu jarang sekali ke tempat bermain. Ia lebih banyak terbelenggu oleh rasa sakit ditubuhnya, bahkan hari ini pun, seharusnya ia menjalani sesi cuci darah diusianya yang masih sangat kecil.

SURAT CINTA UNTUK DARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang