Hanya bisa berisik semoga kuat, kuat, dan kuat. Selebihnya hendak menyerahkan diri kepada sang pencipta agar diberi waktu untuk menerima realita.
Di malam yang dingin, lelaki itu menghirup udara bebas di balkon kamar. Semerbak wangi bunga melati senantiasa menghampiri, namun alih-alih takut seperti orang pada umumnya, lelaki itu malah senang. Baginya, wangi itu cukup khas dan menenangkan kala orang lain mengatakan harum itu mengerikan.
Berbalutkan hoodie abu-abu dengan celana pendek selutut, menyilang kaki sambil memetik gitar dengan nada yang sama berulang kali. Tidak ada suara nyanyian, hanya alunan sendu seolah-olah langit harus bergabung bersamanya di balkon kamar itu.
"Dio, kok, belum tidur, Nak?"
Petikan terakhir, sang empunya nama bahkan tak menoleh ke sumber suara. Ia hanya diam di tempat, menunggu pintu balkon kembali ditutup. Hanya saja, orang itu mendekatinya alih-alih membiarkan Dio dengan kebiasaan menyendiri. Menunggu waktu itu tiba.
"Sudah larut, Dio. Tidur, ya?"
"Dio bukan anak kecil lagi, Ma. Nanti juga kalau ngantuk bakal tidur," balas Dio tak menoleh.
"Besok, kan, sekolah. Di sini dingin, gak baik buat kesehatan."
"Memang begitu kenyataannya," kata Dio menekan. "Memang sudah takdir."
Lazimnya Dio lebih sering menuruti perintah orangtuanya alih-alih memaksakan kehendak, apalagi membantah. Dio dikenal dengan sifatnya yang penurut, mungkin itulah mengapa Dara mengatakan Dio itu sempurna. Tapi ada waktu dimana Dio benar-benar berbeda dari biasanya.
Tatapannya kosong, pandangannya lurus ke depan. Rumitnya isi kepala tak mampu ia utarakan, semerbak kesedihan nyaris melukai wanita disampingnya.
"Ada yang mau Dio ceritakan sama Mama?" tanya Kirana tenang, menyentuh bahu putra bungsunya. Sementara Dio menggeleng sebagai jawaban tidak.
"Eh, tahu, gak. Tadi Mama ketemu sama Dara di mall."
Tidak ada ekspresi, Dio nyaris mengabaikan perkataan Kirana yang menurutnya tidak penting.
"Mama tadi sudah bilang," kata Dio datar.
"Mama jangan cerita apa-apa tentang Dara sama Kakak, takutnya dia mikir yang aneh-aneh," kata Dio setelah beberapa saat teringat pertanyaan Olivia di meja makan tadi.
Kirana mengangkat bahu. "Mama gak cerita apa-apa."
"Terus kenapa Kak Olin nanya gitu tadi?"
Sungguh demi langit dan bumi Dio tidak peduli dengan yang namanya Dara. Hanya saja, jujur Dio begitu terusik kalau sampai kakaknya tau kalau ada seorang gadis yang begitu tergila-gila padanya. Bisa-bisa ia bersekongkol dengan gadis itu untuk mengganggu ketenangan Dio.
"Tidak seperti yang kamu pikirkan, cuma kebetulan tadi. Lagipula Mama ketemu bukan cuma sama Dara, tapi ada laki-laki tampan juga," celetuk Kirana panjang, memberi penjelasan.
"Siapa, ya, namanya tadi?" tanya Kirana seraya berpikir, tak sadar bahwa putranya hendak kembali ke dalam kamar. Obrolan tentang Dara membuat kepala Dio nyaris pecah. Lebih baik tidur, pikirnya.
![](https://img.wattpad.com/cover/271821339-288-k186157.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
SURAT CINTA UNTUK DARA
Teen FictionDara, siswi kelas XI IPS 2 terang-terangan mencintai kakak kelasnya yang cukup populer. Segala cara Dara lakukan untuk mendapatkan perhatian lelaki misterius yang telah memiliki kekasih itu, hingga suatu hari Dara menemukan fakta mencekik mengenai D...