Sesekali lihat kebawah. Ada yang lebih susah, tapi tidak seberisik kita.
_Dio_Masih ada beberapa hal yang harus Kirana urus di luar kota, tapi ia malah mendapatkan kabar bahwa putranya drop dan sekarang harus menjalani sesi cuci darah yang sama sakitnya dengan yang terjadi beberapa waktu lalu.
Di rumah sakit, Navan menangani urusan administrasi, pengambilan obat, hingga menunggu hasil observasi Dio. Sementara di ruang yang memang dikhususkan untuk Dio, ada Bian dan Zorry yang menanti kesadaran lelaki itu.
"Tante Kirana belum datang juga?" Navan membuka pintu, melemparkan pertanyaan yang langsung mendapatkan gelengan kepala dari keduanya.
"Gue udah bilang kita bisa ngurus semuanya, tapi Tante bilang dia udah mesan tiket pesawat. Om Jems juga, mungkin sebentar lagi mereka tiba," ucap Bian menjelaskan.
Mesin Hemodialisa masih bekerja sementara sang empunya tubuh nampaknya enggan membuka matanya. Navan di sofa, lelaki itu nampaknya lelah. Menutup matanya sesaat lalu teringat sesuatu.
"Daffa sudah dihubungi?"
Saat setelah pertanyaan Navan dilontarkan, pintu terbuka. Daffa hadir dengan wajah nelangsa, pelipisnya penuh keringat. Ia langsung berjalan mendekati Dio.
"Gimana keadaannya?"
"Lo darimana, Daf?"
Daffa tak menjawab, saat ini fokusnya hanyalah Dio. Mendapati kabar Dio tak sadarkan diri dan ditemukan oleh pihak kepolisian, rasanya jantung Daffa berhenti berdetak saat itu juga. Ia terlalu sibuk dengan urusannya sampai lupa fakta kedatangannya ke Jakarta adalah bertemu dengan teman baiknya ini.
"Kita tunggu dari tadi, Lo gak datang juga. Darimana? Sepenting itu urusan Lo sampai gak peduli teman Lo berjuang antara hidup dan mati, Daf!?" Serunya.
"Sudah-sudah, jangan diperpanjang," relai Zorry. "Gak enak sama Dio, harusnya kita mendoakan Dio biar cepat sadar."
Menghela napas berat, Navan yang hampir tersulut emosi akhirnya tenang. Membiarkan Daffa berdiri di tempat dengan tatapan yang tak bisa lepas dari Dio.
"Maaf," batinnya.
"Permisi, anak-anak." Terdengar panggilkan dari seseorang yang membuat keempatnya menoleh. Ternyata Dokter Naldo dan dua orang perawat yang ingin mengecek kondisi Dio dan memastikan tidak terjadi kesalahan pada mesin Hemodialisa.
"Senang melihat kalian berkumpul kembali di sini menemani teman kalian. Dio pasti senang punya teman seperti kalian ini," ucap Dokter Naldo tersenyum ramah. Memandang satu persatu mantan pasiennya di masa kecil. Waktu ternyata berputar cepat, anak-anak ini sudah besar.
Sekarang hanya tinggal Dio.
"Dio kesepian selama ini, sering-sering jenguk, Dio, ya." Tambahnya lalu mendekati brankar tempat Dio terbaring.
"Masih belum bangun dari tadi?"
"Belum, Dok. Dio baik-baik saja, kan? Pasti akan sembuh, kan, Dokter?" tanya Zorry memastikan, suaranya gagap, tangannya saling bertaut takut.
Dokter Naldo hanya menggeleng dan tersenyum. "Do'akan saja, ya, Nak."
"Tapi kenapa belum sadar juga, Dok? Kami jadi khawatir," ujar Bian.
KAMU SEDANG MEMBACA
SURAT CINTA UNTUK DARA
Teen FictionDara, siswi kelas XI IPS 2 terang-terangan mencintai kakak kelasnya yang cukup populer. Segala cara Dara lakukan untuk mendapatkan perhatian lelaki misterius yang telah memiliki kekasih itu, hingga suatu hari Dara menemukan fakta mencekik mengenai D...