Eps 53_ Melupakan Janji

11 3 6
                                    

Jika masih ada kesempatan, izinkan aku mencintaimu sampai aku benar-benar lelah. Tapi aku akan tetap berharap rasa lelah itu tak akan ada









Setiap helaan napas terasa berat, isak yang sedari ditahan akhirnya pecah juga. Ini bukan berarti titik lelah, mungkin hanya ingin saja.

16:00 WIB.

Dara menyusun kembali buku-bukunya ke dalam tas, sambil terus memastikan tak ada air mata yang mengalir apalagi sampai terisak seperti yang gadis itu lakukan saat ini.

Sudah menunggu lama, nampaknya sia-sia.

Pandangannya kosong, menatap lurus ke depan. Berkali-kali Dara menghapus air matanya pada lengan baju yang kini sempurna basah. Saksi bisu mengenai Dara yang masih sabar menunggu kedatangan Dio. Bagi Dara, menunggu Dio adalah pekerjaan yang tak akan ia sesali.

"Mungkin Kak Dio lupa," ucap Dara kecil. Dara biasanya tidak membawa ponsel ke sekolah kini mulai berani membawa ponselnya. Berpikir bahwa dengan ponsel ia bisa lebih gampang berkomunikasi, namun ternyata sama aja. Malah, Dara merasa lebih sedih karena ketika benda pipih itu ada dalam genggamannya, tak ada notifikasi yang masuk dari seseorang yang ia nantikan.

Setidaknya beri Dara kepastian.

"Sudahlah, Dara pulang saja." Kepedihan tak jadi penghalang bagi Dara untuk pulang. Sebagaimana sekolah yang sudah sangat sepi, ia mengunci perpustakaan. "Semoga Kak Dio gak datang ke sini," katanya masih sempat berharap agar Dio tak perlu repot-repot mencarinya barangkali lelaki itu memang lupa dan datang kemari. Meski, Dara pun ragu dengan hal itu.

Gerakan untuk memperjuangkan kesetaraan memang tak mudah, Dara harus berani mengambil resiko. Katanya jika kita berani mencintai seseorang maka kita harus menerima semua jenis cuacanya. Cerah, mendung, hujan, atau bahkan badai.

Sayangnya, Dara masih tidak sadar bahwa sejuah ia jatuh cinta sendirian, badailah yang ia hadapi.

"Dara?" Dara menoleh hanya untuk menemukan Adriel berdiri tegak, menyapanya dengan tas gitar yang bertengger. "Baru mau pulang?"

Si cantik mengangguk, mengalihkan pandangan demi membersihkan wajahnya yang kusam. Dara tak ingin Adriel melihatnya dengan kondisi patut dikasihani.

Memangnya ada manusia yang kuat menunggu ketidakpastian?

Ada. Dara contohnya.

"Lo juga baru mau pulang?" tanya Dara basa-basi.

Adriel mengangguk, berjalan mendekati Dara. "Iya, baru selesai ekstrakurikuler musik," jawab lelaki itu.

"Lo sendiri?"

Dara tak langsung menjawab. Tidak mungkin Dara jujur bahwa ia menunggu Dio di perpustakaan lebih dari dua jam, lalu berakhir pulang tanpa kejelasan. Memalukan.

"Nugas di perpustakaan," jawab Dara berbohong sebab kenyataannya gadis itu tak melakukan apa-apa. Nampaknya ucapan Mira tadi benar, Dara berjuang demi Dio bukan dirinya.

Adriel mengganguk paham walau tak sepenuhnya percaya. Adriel menyadari ada yang berbeda dari Dara, mata gadis itu juga sedikit bengkak. Tapi, Adriel memilih tak bertanya lebih jauh melainkan mengeluarkan sesuatu dari tasnya.

SURAT CINTA UNTUK DARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang