Eps 68_ Janji Kedua Dio

9 2 9
                                    

Kita akan selalu merasa kurang jika standar bahagia kita adalah nikmat yang orang lain dapatkan.
_Dara_







Kalimat-kalimat yang terucap dari bibir Azkia seolah tertanam dalam kepala Dio. Kini, sudah dua hari sejak ia membiarkan tubuhnya terbaring, terbelenggu dalam bentuk yang tak mampu berbuat apa-apa.

Teman-temannya masih tetap setia menemaninya bahkan kala mereka seharusnya sudah kembali ke rumah masing-masing. Dio, ia masih tak cukup mampu bergerak, tubuhnya kaku dan semakin kurus. Perlahan-lahan rasanya seperti ada yang mati.

Saat-saat seperti ini, Dio teringat pada Dara.

Sedang apa gadis itu sekarang? Apa dia baik-baik saja? Jika bisa, ingin rasanya Dio melangkah, meninggalkan tempat tidurnya demi bertemu dengan Dara.

Atas kalimat yang Azkia ucapkan pada Dara, Dio merasa sangat bersalah.

"Bosan, ya? Mau jalan-jalan keluar?" Bian yang masih terjaga menawari, sedari ia melirik Dio yang masih masih enggan memejamkan mata.

Dio menggeleng. "Lo istirahat saja," katanya.

Orang-orang ini pasti sangat kesulitan padahal mereka pun harus menjaga betul kesehatan agar tak terjadi hal yang tidak dinginkan. Di sofa, Navan sampai mendengkur keras, adapun Zorry terlelap dengan guling yang senantiasa dipeluknya.

Jauh berbeda dengan Daffa yang tadinya hampir tertidur jadi terjaga setelah mendengar suara Bian.

"Santai, masih jam sembilan," ungkap Bian.

"Biar gue aja," balas Daffa bangkit dari duduknya.

"Apa?" Dio malah kelimpungan, mengira temannya itu sedang bermimpi.

"Lo mau jalan-jalan keluar, kan?"

"Gue enggak---"

"Biar Lo gak bosan, sebentar saja gak masalah." Lalu Daffa gerak cepat mengambil kursi roda. Menuntun Dio untuk duduk meski lelaki itu menolak sampai tiga kali.

Akhirnya Dio pasrah, lagipula ia memang sedikit bosan. Adapun Bian, lelaki itu izin beristirahat sebentar. Matanya memerah menahan kantuk sampai halu ingin menyeruput kopi hitam padahal tak pernah mencicipinya seumur hidup.

Daffa membawa Dio berkeliling di sekitar rumah sakit, tak begitu jauh dari kamar VVIP miliknya. Mereka tak banyak bicara, baik Dio maupun Daffa sibuk pada pikiran mereka masing-masing.

Sampai tiba di titik tempat yang paling indah di rumah sakit ini, di mana mereka bisa melihat gedung-gedung tinggi berdiri kokoh serta lampu warna-warni menghiasi jalan. Banyak kendaraan berlalu-lalang menandakan bahwa akan tetap ada kehidupan meski kelak satu-persatu khayalaknya berpulang.

"Lo berhasil ketemu Cantik?" Beberapa saat dalam keheningan, Dio melempar satu pertanyaan yang langsung mendapat jawaban dari gelengan kepala.

"Mungkin dia tidak tinggal di sini," ujar Dio berasumsi.

"Dia ada di sini," balas Daffa berfirasat. "Gue yakin," tambahnya.

Sejauh yang Dio tau, Daffa dan gadis bernama Cantik itu memang sangat dekat. Namun, Dio tidak tau hal apa yang mungkin membuat Daffa seantusias itu ingin bertemu dengan adik kecilnya itu.

SURAT CINTA UNTUK DARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang